Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Berita

Wanita dengan Segala Hak-Haknya

Avatar photo
367
×

Wanita dengan Segala Hak-Haknya

Share this article

Hak-Hak Wanita dalam Islam; Dihormati, Dimuliakan, & Dihargai dengan Penuh Kasih

Perempuan dalam Islam sering dianggap ditindas, direndahkan, dan tidak diberi kebebasan—tapi benarkah demikian? Apakah jutaan Muslim memang sekejam itu, ataukah anggapan-anggapan ini sebenarnya hanyalah kesalahpahaman yang dibentuk oleh media yang bias?

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ

“Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 228)

Lebih dari empat belas abad yang lalu, Islam telah memberikan hak-hak kepada perempuan—hak-hak yang baru belakangan ini mulai dinikmati oleh perempuan di Barat. Pada tahun 1930-an, Annie Besant mencatat dalam bukunya The Life and Teachings of Mohammed:

“Baru dalam dua puluh tahun terakhir Inggris Kristen mengakui hak perempuan atas kepemilikan harta, sementara Islam telah mengakui hak ini sejak awal. Adalah fitnah jika dikatakan bahwa Islam mengajarkan bahwa perempuan tidak memiliki jiwa (tak berharga).”

Laki-laki dan perempuan semuanya berasal dari satu manusia yaitu Nabi Adam. Islam memberikan keadilan dan kebaikan bagi keduanya.

Inilah bukti keadilan bagi perempuan:

Pahala yang Sama & Tanggung Jawab yang Sama

Laki-laki dan perempuan menyembah Allah dengan cara yang sama. Artinya, mereka menyembah Tuhan yang sama (Allah), menjalankan ibadah yang sama, mengikuti kitab suci yang sama, dan memegang keyakinan yang sama.

Allah (kata dalam bahasa Arab untuk Tuhan yang Maha Esa dan pencipta seluruh makhluk) akan mengadili seluruh manusia dengan adil dan seimbang. Allah menekankan perlakuan yang adil dan balasan yang setimpal bagi laki-laki dan perempuan dalam banyak ayat Al-Qur’an:

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَمَسٰكِنَ طَيِّبَةً فِيْ جَنّٰتِ عَدْنٍۗ

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, serta tempat-tempat tinggal yang indah di surga ‘Adn.” (QS. At-Taubah: 72)

أنِّيْ لَآ اُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰىۚ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۚ

“Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan. Kalian satu dari yang lain.” (QS. Ali ‘Imran: 195)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa pahala ditentukan berdasarkan amal seseorang, bukan berdasarkan jenis kelaminnya. Jenis kelamin tidak memengaruhi bagaimana seseorang dihitung amal dan dosanya. Jika kita membandingkan Islam dengan agama-agama lain, kita akan melihat bahwa Islam menawarkan keadilan antara laki-laki dan perempuan.

Sebagai contoh, Islam menolak anggapan bahwa Hawa lebih bersalah daripada Adam dalam hal memakan buah dari pohon terlarang. Menurut Islam, baik Adam maupun Hawa sama-sama berbuat salah (sudah diatur sama Allah), keduanya bertaubat, dan Allah mengampuni keduanya.

Hak yang Sama Untuk Mencari Ilmu

Laki-laki dan perempuan sama-sama didorong untuk menuntut ilmu. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”

Selain itu, banyak ulama perempuan hebat yang hidup di zaman Nabi ﷺ atau di sekitarnya. Beberapa dari mereka berasal dari keluarganya, dan lainnya adalah sahabat beliau atau anak-anak sahabat. Salah satu yang paling terkenal adalah ‘Aisyah, istri Nabi ﷺ, yang melalui dirinya seperempat hukum Islam diriwayatkan. Perempuan-perempuan lain juga dikenal sebagai ulama fikih besar, bahkan memiliki murid laki-laki yang terkenal.

Hak yang Sama Untuk Memilih Pasangan

Islam memuliakan perempuan dengan memberikan hak untuk memilih pasangan hidup dan tetap mempertahankan nama keluarga setelah menikah. Banyak orang beranggapan bahwa orang tua berhak memaksa anak perempuan mereka menikah. Padahal, ini adalah tradisi budaya, bukan ajaran Islam—bahkan Islam melarangnya. Pada masa Nabi Muhammad ﷺ, seorang perempuan datang dan berkata, “Ayahku menikahkanku dengan sepupuku untuk menaikkan status sosialnya, dan aku dipaksa.” Lalu Nabi memanggil ayahnya, dan di hadapannya memberi pilihan kepada si perempuan: apakah ingin melanjutkan pernikahan atau membatalkannya. Perempuan itu berkata: “Wahai Rasulullah, aku menerima apa yang dilakukan ayahku, tapi aku ingin menunjukkan kepada perempuan lain bahwa mereka tidak boleh dipaksa menikah.”

Sama, Namun Berbeda

Meskipun laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama sebagai prinsip umum, hak dan tanggung jawab khusus yang diberikan kepada masing-masing tidaklah identik. Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang saling melengkapi. Selain perbedaan anatomi luar dan dalam, para ilmuwan juga mengetahui bahwa terdapat banyak perbedaan halus dalam cara otak laki-laki dan perempuan memproses bahasa, informasi, dan emosi—hanya untuk menyebut beberapa contoh.

Seorang ahli sosiobiologi dari Universitas Harvard, Edward O. Wilson, mengatakan bahwa perempuan cenderung lebih unggul dalam keterampilan verbal, empati, dan kemampuan sosial, sementara laki-laki cenderung lebih unggul dalam kemandirian, dominasi, kemampuan spasial dan matematika, agresi yang terkait dengan peringkat, dan karakteristik lainnya. Akan menjadi hal yang keliru jika memperlakukan kedua jenis kelamin sama persis dan mengabaikan perbedaan-perbedaan mereka.

Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi, karena itu lebih sesuai dengan fitrah mereka. Allah berfirman:

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ

“Dan laki-laki tidaklah sama seperti perempuan.” (QS. Ali ‘Imran: 36)

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِير

“Apakah (Allah) yang menciptakan itu tidak mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia-lah Yang Maha Lembut, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Unit Keluarga

Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan perbedaan—baik dalam peran, kemampuan, maupun tanggung jawab. Perbedaan ini bukanlah tanda kelebihan atau kekurangan, melainkan bentuk spesialisasi. Dalam Islam, keluarga adalah pilar utama kehidupan. Laki-laki bertanggung jawab atas nafkah dan kesejahteraan finansial keluarga, sementara perempuan berperan besar dalam aspek fisik, pendidikan, dan emosional keluarga. Ini mendorong kerja sama, bukan persaingan. Dengan saling menunaikan tanggung jawab, keluarga yang kuat dapat terbentuk—dan dari keluarga yang kuat, lahirlah masyarakat yang kuat. Secara emosional pun, baik laki-laki maupun perempuan tidak bisa hidup bahagia tanpa satu sama lain.

Allah menggambarkan hubungan suami-istri dengan sangat indah:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَ أَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

“Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Pakaian memberi kenyamanan, kehangatan, perlindungan, dan memperindah penampilan—seperti itulah hubungan suami-istri dalam Islam.

Cinta & Kasih Sayang dalam Hubungan Suami-Istri

Nabi Muhammad ﷺ mendorong para suami untuk memperlakukan istri mereka dengan cara terbaik. Beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”

Suatu ketika, ‘Aisyah (istri Nabi ﷺ) ditanya tentang perilaku Nabi di rumah. Ia menjawab, “Beliau seperti orang biasa di rumahnya, sangat lembut dan dermawan. Beliau ikut membantu pekerjaan istrinya, menjahit pakaiannya sendiri, dan memperbaiki sandalnya.” Secara umum, beliau ikut membantu pekerjaan rumah tangga istrinya.

Allah juga menggambarkan hubungan suami-istri dalam Al-Qur’an:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَة

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)

Kedudukan Mulia Bagi Ibu & Anak Perempuan

Seorang ibu memiliki pengaruh terbesar dalam kehidupan anak, terutama di masa-masa awal, melalui kasih sayang, perhatian, dan cintanya. Tidak diragukan lagi, keberhasilan suatu masyarakat sangat bergantung pada peran para ibu. Maka dari itu, wajar jika Islam sangat memuliakan dan mengangkat derajat mereka.

Allah berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا

“Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Suatu ketika, seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Lalu siapa?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Nabi tetap menjawab, “Ibumu.” Baru pada pertanyaan keempat Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari)

Pahala tidak hanya diberikan kepada mereka yang memperlakukan ibunya dengan baik. Dalam Islam, bahkan mendidik anak perempuan pun mendapat pahala khusus.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Barang siapa yang dikaruniai dua anak perempuan oleh Allah, lalu ia berlaku baik kepada keduanya, maka mereka akan menjadi penyebab ia masuk surga.” (HR. Muslim)

Kesimpulan

Sebelum datangnya Islam, perempuan dianggap aib. Anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup, pelacuran merajalela, perceraian sepenuhnya ada di tangan suami, warisan hanya untuk yang kuat, dan penindasan terhadap perempuan tersebar luas. Islam datang dan menghapus semua praktik ini. Bahkan hingga hari ini, di negara-negara yang disebut “maju”, perempuan masih belum diberikan penghormatan, martabat, dan kemuliaan yang layak—belum lagi kesetaraan upah atas pekerjaan yang setara. Sementara itu, Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang berharga dan mulia, bukan untuk dihina atau direndahkan.

Perlakuan buruk terhadap perempuan di sebagian negara Timur Tengah atau keluarga Muslim bukanlah ajaran Islam, melainkan praktik budaya yang keliru dan ditiru secara membabi buta. Kalau Islam itu agama yang menindas, mengapa begitu banyak perempuan di seluruh dunia justru masuk Islam dengan sukarela?

Kita tutup dengan firman Tuhan kita dan Tuhan kalian, Sang Pencipta dan Pemelihara seluruh laki-laki dan perempuan:

اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذّٰكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذّٰكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

“Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

Saya terjemahkan dari majalah Risalah al-Islam yang telah mendapatkan lisensi dari Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, al-Azhar al-Syarief.

Kontributor

  • Habib Muhammad Jinan

    Mahasiswa asal Jakarta yang sedang menempuh jenjang pendidikannya di fakultas Syariah Islamiyah, universitas al-Azhar, Kairo. Suka membaca untuk menjalani kehidupan. Bisa dihubungi melalui Instagram: @jjinan_