Fatwa
Adab Mendengarkan Al-Quran Sesuai Tuntunan Nabi
Adab mendengarkan Al-Quran telah diatur dalam sejumlah hadis dan ayat. Di antara adab yang paling penting adalah untuk senantiasa mendengarkannya dengan seksama.
Lalu bagaimana dengan mereka yang mendengarkan Al-Quran melalui televisi atau radio namun masih melanjutkan aktivitasnya. Apakah itu bertentangan dengan adab mendengarkan Al-Quran sesuai dengan tuntunan yang benar?
Sering kita temui di berbagai daerah, khususnya di negara-negara Arab, banyak toko yang memutar siaran radio atau televisi berisi pembacaan Al-Quran. Dan mereka masih tetap melanjutkan aktivitasnya dalam bekerja, atau bahkan ada yang tertidur dengan membiarkan radio tersebut menyala.
Lazim kita ketahui di beberapa masjid di Indonesia yang memutar pembacaan Al-Quran melalui speaker hingga terdengar oleh masyarakat luas, misalnya sebelum shalat jum’at atau pada saat bulan Ramadhan.
Namun terkadang, mayoritas dari kita jarang yang mendengarkan dengan seksama bacaan tersebut, barangkali karena sedang sibuk dengan suatu pekerjaan tertentu. Lalu apakah tidak mendengarkan bacaan Al-Quran tersebut termasuk perbuatan tercela karena tidak sesuai dengan anjuran agama Islam?
Mengenai hal ini, DR. Nashr Farid Washil, mantan mufti Mesir memberikan penjelasan, sebagaimana yang dimuat dalam situs resmi Darul Ifta Mesir. Berikut penjelasan beliau:
Sesungguhnya Al-Quran merupakan Kalam Allah SWT yang maknanya sangat mendalam hingga tidak ada satupun makhluk yang mampu untuk mengungkap makna-maknanya secara detail dan menyeluruh.
Meski begitu, Allah SWT menyeru manusia agar merenungkan ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Al-Qamar: 17)
Dalam ayat lain, Allah SWT memerintahkan kita agar diam dan memperhatikan ketika dibacakan Al-Quran sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan.
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Al-A’raf: 204)
Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa perintah mendengarkan dalam ayat ini adalah dalam konteks shalat fardhu. Demikian pula yang dikatakan oleh Sufyan Ats-Tsauri dalam Tafsir Ibnu Katsir, 3/271.
Di antara adab mendengarkan Al-Quran adalah:
1. Diam dan memperhatikan bacaan Al-Quran.
2. Memahami makna-makna ayat yang didengarkan.
3. Merasakan pengaruh dari ayat-ayat yang berisi tentang peringatan dan teguran.
4. Bergembira ketika mendengar ayat-ayat tentang kasih sayang Allah SWT. Dan lain sebagainya.
Orang-orang yang mendengar pembacaan Al-Quran, hendaknya memperhatikan adab dan etika di atas, bukan hanyut dalam aktifitas dengan obrolan-obrolan yang bisa menjauhkan dari memperhatikan bacaan tersebut, atau bahkan cenderung mengabaikan dari mendengarkannya serta tidak merenungi makna-makna yang terkandung di dalamnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dan sesuai dengan realita yang sering kita alami seperti pada pertanyaan di atas, sesungguhnya pembacaan Al-Quran dan mendengarkannya dengan seksama bukanlah suatu hal yang menyulitkan.
Justru Al-Qur’an adalah cahaya dan petunjuk, serta menjadi rahmat bagi seluruh makhluk yang ada di langit maupun di bumi, karena sejatinya semua itu bertasbih (mensucikan) dan memuji Allah SWT, sebagaimana yang termaktub dalam ayat:
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (Al-Isra: 44)
Pembacaan Al-Quran boleh dilakukan di tempat apapun selama itu tempat yang suci yang terhormat, jika dimaksudkan untuk mengingat Allah SWT, beribadah, mengharap pahala dari-Nya, atau mengajarkan orang lain bagaimana cara membaca Al-Qur’an yang baik dan benar. Allah SWT berfirman:
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring,” (Ali Imran: 191)
Maka dari itu, tidak apa-apa tetap menyalakan siaran Al-Quran dari radio atau speaker namun harus memperhatikan adab serta etika dalam mendengarkannya, dan tidak meninggikan volume radio tersebut yang sekiranya bisa mengganggu ketenangan para pendengar atau tetangga sekitar.
Dalam kesempatan lain, Syeikh ‘Athiyah Shaqar, mantan ketua Lembaga Fatwa Al-Azhar mengungkapkan, bahwasanya Ibnu Al-Mundzir menceritakan, telah menjadi Ijma’, mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama bacaan Al-Quran dalam khutbah jum’at dan shalat hukumnya wajib.
Namun, selain dua keadaan ini, hukum mendengarkan dan memperhatikannya adalah sunnah, karena apabila hal itu diwajibkan, tentu akan memberatkan dan menyulitkan orang-orang yang sedang sibuk dalam pekerjaannya yang penting.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ اسْتَمَعَ إِلَى آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، كُتِبَ لَهُ حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ، وَمَنْ تَلَاهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa menyimak satu ayat dari Kitab Allah, maka akan ditulis baginya kebaikan yang berlipat ganda, dan barangsiapa yang membacanya maka baginya cahaya di hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Wallahu A’lam.
Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Tinggal di Pati. Pecinta kopi. Penggila Real Madrid.
Baca Juga
Apakah ahli waris wajib membayar hutang pewaris?
23 May 2024