Ibadah

Adakah amalan shalat kafarat di Jumat terakhir bulan Ramadhan?

27 Mar 2024 09:57 WIB
975
.
Adakah amalan shalat kafarat di Jumat terakhir bulan Ramadhan? Banyak ulama menentang shalat kafarat di Jumat terakhir bulan Ramadhan.

Yang dimaksud dengan shalat kafarat adalah shalat yang dikerjakan di hari Jumat terakhir bulan Ramadhan. Dikerjakan setelah shalat Jumat.

Lima shalat dikerjakan secara berurutan (Shubuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya) dengan azan dan iqamah untuk setiap shalatnya. Ada yang melakukannya empat rakaat saja (nafilah). Ada yang berjamaah dan ada yang sendiri-sendiri.

Shalat ini diniatkan sebagai qadha (mengganti) shalat-shalat yang pernah ditinggalkan selama hidup, berapa pun jumlahnya.

Dasar yang digunakan adalah hadis yang dinisbahkan pada Rasulullah Saw:

من فاتته صلوات ولا يدري عددها فليصل يوم الجمعة أربع ركعات نفلا بسلام واحد ويقرأ فى كل ركعة بعد الفاتحة آية الكرسي سبع مرات و(إنا أعطيناك الكوثر) خمس عشرة مرة

“Siapa yang pernah meninggalkan shalat dan ia tidak tahu berapa jumlahnya maka hendaklah ia shalat di hari Jumat empat rakaat nafilah dengan satu salam. Setiap rakaat ia baca setelah al-Fatihah ayat kursi tujuh kali dan al-Kautsar lima belas kali.”

Ada juga hadis yang dinisbahkan datang dari Ali bin Abi Thalib ra:

قال علي بن أبي طالب : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إن فاتته صلوات سبعمائة سنة كانت هذه الصلاة كفارة لها ، قالت الصحابة : إنما عمر الإنسان أي من هذه الإمة سبعون سنة أو ثمانون ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : كانت كفارة لما فاته وما فات من الصلوات من أبيه وأمه ولفوات أولاده

Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Shalat ini bisa menjadi penebus shalat yang tinggal selama tujuh ratus tahun.” Para shahabat berkata, “Umar manusia hanya sekitar tujuh puluh atau delapan puluh tahun.” Rasulullah Saw bersabda: “Ia akan menjadi penebus untuk shalat-shalat tertinggal (fawait) ayahnya dan ibunya serta anak-anaknya.”

Shalat ini adalah shalat yang dibuat-buat (bid’ah). Menurut Syekh Abdul Hay al-Laknawi, bid’ah ini mulai muncul di Yaman dan Khurasan. Hadis-hadis yang digunakan sebagai dasar untuk shalat ini adalah hadis-hadis maudhu’ (palsu).

Imam Syaukani menulis dalam al-Fawaid al-Majmu’ah:

حديث من صلى فى آخر جمعة رمضان الخمس الصلوات المفروضة فى اليوم والليلة قضت عنه ما أخل به من صلاة سنة، هذا موضوع بلا شك فيه ولم أجد فى شيء من الكتب التي جمع مصنفوها فيها الأحاديث الموضوعة ولكنه اشتهر عند جماعة من المتفقهة بمدينة صنعاء فى عصرنا هذا وصار كثير منهم يفعلون ذلك ولا أدري من وضعه لهم فقبح الله الكذابين

“Hadis: “Siapa yang shalat di Jumat terakhir Ramadhan lima shalat fardhu sehari semalam maka hal itu akan mengganti shalat-shalat yang rusak selamat setahun,” adalah hadis palsu, tanpa diragukan lagi. Saya tidak menemukannya di kitab-kitab yang khusus menghimpun hadis-hadis maudu’ manapun. Hadis-hadis ini tersebar di sebagian kalangan mutafaqqih di kota Shan’a di masa ini, lalu banyak orang yang melakukannya. Saya tidak tahu siapa orang yang membuatnya.”

Imam Ali al-Qari menulis dalam Tadzkirah al-Maudhu’at:

حديث من قضى صلاة من الفرائض فى آخر جمعة رمضان كان ذلك جابرا لكل صلاة فائتة فى عمره إلى سبعين سنة، باطل قطعا لأنه مناقض للإجماع على أن شيئا من العبادات لا يقوم مقام فائتة سنوات

“Hadis: “Siapa yang mengqadha satu shalat fardhu di Jumat terakhir Ramadhan maka hal itu akan mengganti seluruh shalat yang tertinggal selama hidupnya sampai tujuh puluh tahun,” adalah hadis batil karena bertentangan dengan kesepakatan ulama bahwa ibadah apapun tidak bisa menggantikan ibadah yang tertinggal bertahun-tahun.”

Syekh Abdul Aziz ad-Dihlawi ketika menjelaskan tanda-tanda hadis palsu dalam Risalahnya al-‘Ujalah an-Nafi’ah menulis:

أن يكون مخالفا لمقتضى العقل وتكذبه القواعد الشرعية مثل القضاء العمري ونحو ذلك

“Di antara tanda hadis palsu itu adalah isinya bertentangan dengan tuntutan akal dan kaidah-kaidah syariat seperti hadis tentang qadha umur dan sebagainya.”

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfat al-Muhtaj setelah menjelaskan tentang bid’ahnya menulis a-Hafa`izh di Jumat terakhir Ramadhan menulis:

وَأَقْبَحُ مِنْ ذَلِكَ مَا اعْتِيدَ فِي بَعْضِ الْبِلَادِ مِنْ صَلَاةِ الْخَمْسِ فِي هَذِهِ الْجُمُعَةِ عَقِبَ صَلَاتِهَا زَاعِمِينَ أَنَّهَا تُكَفِّرُ صَلَوَاتِ الْعَامِ أَوْ الْعُمْرِ الْمَتْرُوكَةِ وَذَلِكَ حَرَامٌ

“Yang lebih buruk dari itu adalah kebiasaan di sebagian daerah melakukan lima shalat di Jumat tersebut -setelah shalat Jumat- dengan anggapan ia bisa mengganti shalat-shalat yang tertinggal selama setahun atau bahkan selama hidup. Ini adalah haram.”

Syekh Abdul Hay al-Laknawi dalam Risalah yang ditulisnya khusus berkenaan dengan hal ini yang ia beri judul dengan: ردع الإخوان عن محدثات آخر جمعة رمضان menulis:

والذي يدل على أن الصلاة المذكورة لا أصل لها خلو أكثر الكتب المعتمدة عن ذكرها …، وقال: وكذلك كتب الشافعية والمالكية والحنبلية خالية عن ذلك ...

“Di antara hal yang menunjukkan bahwa shalat tersebut tidak memiliki dasar sama sekali adalah tidak disebutkan di sebagian besar kitab yang mu’tamad, -lalu ia menyebutkan belasan kitab-kitab yang mu’tamad dalam Madzhab Hanafi-, lalu ia melanjutkan, “Demikian juga (tidak disebutkan) dalam kitab-kitab Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanbaliyyah.”

***

Beberapa kalangan yang membolehkan shalat ini berargumen, “Shalat ini dilakukan oleh beberapa ulama, dan mereka tidak akan melakukan sesuatu yang tidak berdasar.”

Kalau memang benar ada beberapa ulama yang melakukannya, kita berbaik sangka boleh jadi mereka punya dasar yang tidak kita ketahui. Tapi menjadikan amalan mereka sebagai dasar untuk ikut mengamalkannya, sementara para ulama yang sudah kita nukilkan pendapat mereka diatas secara tegas menyatakan bahwa hadis tentang shalat kafarat ini palsu sehingga shalat itu sendiri haram dilakukan maka ini adalah baik sangka yang salah letak.

Mereka (para ulama dan orang-orang shaleh) itu memang tidak menyengaja membuat hadis palsu. Tapi ‘kebersihan hati’ mereka boleh jadi membuat mereka menerima saja apapun kalimat yang dinisbahkan pada Rasulullah Saw, apalagi jika berkaitan dengan dorongan untuk beribadah.

Dengan bahasa yang keras, Imam Yahya bin Sa’id al-Qathan berkata:

ما رأيت الصالحين أكذب منهم فى الحديث

“Saya tak pernah melihat orang-orang shaleh itu ‘lebih pendusta’ dalam satu hal dibandingkan dalam hadis.”

والله تعالى أعلم وأحكم

Yendri Junaidi
Yendri Junaidi / 50 Artikel

Bernama lengkap Yendri Junaidi, Lc., MA. Pernah mengenyam pendidikan di Perguruan Thawalib Padang Panjang, kemudian meraih sarjana dan magister di Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: