Artikel
Beda niat dan angan-angan
Saat masih jadi mahasiswa dulu, kami sering bincang-bincang tentang program apa yang akan dilakukan nanti setelah pulang ke tanah air. Ada yang berencana membuka pondok pesantren. Ada yang mau terjun ke dunia politik. Ada yang ingin menggeluti bisnis tertentu, dan sebagainya.
Ada seorang teman sangat ingin jadi orang kaya. Saya bertanya padanya, “Kenapa antum ingin jadi orang kaya? Bukankah kekayaan bisa jadi fitnah? Bukankah harta itu ‘pahala’ yang disegerakan di dunia ini sehingga jatah untuk akhirat menjadi kurang atau bahkan habis?”
Ia menjawab, “Dengan harta kita bisa berbuat banyak. Dengan harta kita bisa membantu banyak orang. Dengan harta kita bisa memperbaiki citra seorang muslim di mata non-muslim.”
***
Apa yang ditekadkan teman kami ini bisa menjadi niat yang bernilai pahala, meskipun pada akhirnya ia tidak jadi kaya, tapi bisa hanya jadi angan-angan kosong yang tak bernilai apa-apa, bahkan bisa jadi dosa karena masuk dalam thulul amal (berpanjang-panjang angan).
Dalam Ihya` Ulumuddin, Imam al-Ghazali menceritakan sebuah kisah. Terjadi kekeringan dan paceklik di masa Bani Israil. Ada seorang laki-laki berjalan melewati padang pasir yang luas. Dalam hatinya ia berkata, “Andaikan saja seluruh pasir ini diubah Allah Swt menjadi emas dan perak lalu diberikan padaku, pasti akan aku gunakan semuanya untuk memberi fakir miskin makan dan minum.”
Allah Swt kemudian mewahyukan pada nabi zaman itu untuk menyampaikan pada laki-laki tersebut:
“Sampaikan pada hamba-Ku si fulan; Allah melihat kejujuran niatmu dan menuliskan untukmu pahala memberi makan fakir miskin sebanyak pasir yang terbentang luas di depanmu.”
***
Hanya Allah Swt yang tahu mana niat yang jujur dan mana yang hanya angan-angan belaka. Namun, ada cara sederhana untuk menguji apakah yang kita rencanakan itu berasal dari niat yang jujur atau hanya angan-angan kosong. Apakah niat untuk membantu fakir miskin kalau diberikan kelapangan rezeki datang dari niat yang jujur atau hanya angan-angan. Apakah niat untuk mengubah masyarakat jika diberikan kekuasaan datang dari niat yang jujur atau hanya angan-angan. Apakah niat untuk menjadi ayah yang baik jika diberikan keturunan datang dari niat yang jujur atau hanya angan-angan. Dan seterusnya.
Cara untuk menguji niat dan membedakan niat dan angan-angan atau klaim palsu bisa dilihat dari kisah sederhana ini:
Beberapa orang sedang makan enak. Tiba-tiba datang seorang fakir. Si fakir ingin meminta sedikit makanan yang sedang mereka santap. Tapi ia punya cara unik. Ia memulai dengan memberi salam:
السلام عليكم أيها البخلاء
“Assalamualaikum wahai orang-orang bakhil.”
Mereka tersinggung dengan salam itu. Mereka berkata:
ما نحن ببخلاء
“Kami bukan orang-orang bakil.”
Si fakir berkata:
كذبوني ولو بلقمة
“Kalau begitu, buktikan aku salah dengan sesuap makanan.”
Ternyata mereka memang bakhil. Tak sesuap pun mereka berikan pada si fakir.
***
Buktikan kejujuran niat dengan apa yang kita miliki saat ini. Tidak perlu menunggu nanti.
Punya niat, nanti kalau kaya akan membantu fakir miskin? Buktikan itu dengan apa yang dimiliki saat ini. Kalau dengan harta yang dimiliki saat ini -meskipun sedikit- kita tidak berbuat apa-apa untuk fakir miskin maka sesungguhnya apa yang kita tekadkan hanyalah angan-angan.
Punya niat nanti kalau diberikan kekuasaan akan mengubah ekonomi dan tatanan masyarakat? Buktikan itu dengan kewenangan yang dimiliki saat ini meskipun terbatas. Kalau dengan kewenangan yang ada kita tak mampu berbuat apa-apa berarti apa yang direncanakan nanti hanyalah angan-angan belaka.
Punya niat nanti kalau punya ilmu yang luas akan mencerahkan masyarakat? Buktikan itu dengan ilmu yang dimiliki saat ini. Tak perlu menunggu ilmu yang luas, menamatkan jenjang tertinggi dalam pendidikan formal, diakui dan mendapat posisi untuk berbagi dengan masyarakat.
Menarik pesan seorang komandan pada anak buahnya: “Jangan berharap terlalu tinggi menghancurkan musuh di medan perang kalau setelah bangun saja kalian tidak bisa merapikan tempat tidur sendiri.”
Bernama lengkap Yendri Junaidi, Lc., MA. Pernah mengenyam pendidikan di Perguruan Thawalib Padang Panjang, kemudian meraih sarjana dan magister di Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.
Baca Juga
Adakah dusta yang tidak berdosa?
23 Nov 2024