Tanya Jawab

Bolehkah Istri Salurkan Zakat ke Suaminya?

05 Nov 2021 01:42 WIB
1739
.
Bolehkah Istri Salurkan Zakat ke Suaminya? Kisah Zainab dan suaminya Abdullah bin Mas'ud menjadi dasar pengambilan hukum perihal penyaluran zakat istri kepada suaminya sendiri.

Zakat harus diberikan kepada orang yang memenuhi kriteria 8 golongan penerima zakat sebagaimana tercantum dalam surat at-Taubah ayat 60.

Namun, bagaimana jika suami masuk salah satu kriteria golongan penerima zakat? Apakah Istri diperkenankan memberikan zakatnya kepada suaminya sendiri?

Berdasar pada hadis Zainab istri Abdullah bin Mas'ud ra. yang termaktub dalam Sahih al-Bukhari dan juga Shahih Muslim, kala itu beliau (Zainab) mendengar Baginda Nabi Muhammad saw. bersabda:

تَصدَّقْنَ يا معشرَ النِّساءِ، ولو مِن حُليِّكُنَّ

"Bersedekahlah kalian wahai para wanita, walau itu dari perhiasanmu."

Mendengar sabda Baginda Nabi, Zainab pulang ke rumah, menemui suaminya lalu berkata:

إِنَّكَ رَجُلٌ خَفِيفُ ذَاتِ الْيَدِ وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَمَرَنَا بِالصَّدَقَةِ فَأْتِهِ فَاسْأَلْهُ فَإِنْ كَانَ ذَلِكَ يَجْزِي عَنِّي وَإِلَّا صَرَفْتُهَا إِلَى غَيْرِكُمْ

"Anda adalah lelaki yang miskin, Rasulullah saw. memerintahkan kepada kami kaum wanita agar bersedekah. Coba datangi beliau dan tanyakan, bolehkah jika aku bersedekah kepada keluarga sendiri? Jika tidak, maka akan aku kualihkan kepada yang lain."

Baca juga: Orang Meninggal Tapi Belum Bayar Zakat, Bagaimana Hukumnya?

Abdullah bin Mas'ud ra. menjawab permintaan istrinya dengan berkata:

بَلْ ائْتِيهِ أَنْتِ

"Sebaiknya kamu sajalah yang mendatangi beliau."

Maka berangkatlah Zainab istri Abdullah bin Mas'ud menuju kediaman Baginda Nabi saw. Dan di pintu kediaman Rasulullah, telah ada seorang wanita Anshar yang bermaksud sama dengan beliau.

Sebagaimana umumnya, orang-orang yang ingin bertemu Rasulullah saw. selalu diliputi rasa gentar. Kebetulan sahabat Bilal keluar, mendapati Zainab dan wanita Anshar tersebut. Mereka berkata kepada Bilal:

اِئْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبِرْهُ أَنَّ امْرَأَتَيْنِ بِالْبَابِ تَسْأَلَانِكَ أَتُجْزِئُ الصَّدَقَةُ عَنْهُمَا عَلَى أَزْوَاجِهِمَا وَعَلَى أَيْتَامٍ فِي حُجُورِهِمَا وَلَا تُخْبِرْهُ مَنْ نَحْنُ

"Tolonglah kamu sampaikan kepada Rasulullah saw., bahwa ada dua wanita sedang berdiri di pintu hendak bertanya, ‘Apakah dianggap cukup, jikalau kami berdua bersedekah kepada suami kami masing-masing dan kepada anak-anak yatim yang berada dalam pemeliharaan kami?’ Dan sekali-kali jangan engkau beritahukan siapa kami.'"

Bilal pun masuk menanyakan kepada Baginda Nabi saw. Namun beliau balik bertanya, "Siapa kedua wanita itu?"

Bilal menjawab, "Seorang wanita Anshar bersama-sama dengan Zainab."

Beliau bertanya, "Zainab yang mana?"

Bilal menjawab, "Zainab istri Abdullah."

Lalu Rasulullah saw. bersabda:

لَهُمَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

"Masing-masing mereka mendapat dua pahala. Yaitu pahala (menyambung) karib kerabat dan pahala karena sedekah."

Pada hadis di atas, lafal "أيُجزِئ عنِّي" dianggap oleh para ulama sebagai dalil bahwa sedekah yang dimaksud adalah zakat (sedekah wajib).

Dalam hadis lain, Imam Bukhari dan Muslim juga menyampaikan bahwa, saat Baginda Nabi saw bersabda agar para wanita bersedekah, istri Abdullah bin Mas'ud ingin bersedekah namun Abdullah bin Mas'ud menganggap bahwa jika si istri ingin sedekah sebaiknya pada dia (suaminya sendiri) dan juga anak-anaknya.

Kala itu Baginda saw bersabda pada Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud:

صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

"Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anakmu adalah orang yang lebih berhak kamu beri sedekah."

Oleh sebab itu, kalangan Syafi'iyah sebagaimana termaktub dalam Tuḥfat al-Muḥtaj karya Ibnu Hajar al-Haitsami, Ḥāsyiyat al-Bujayrimi 'alā al-Khaṭīb al-Sharbīny karya Sulaiman al-Bujairimi, dan Ḥāsyiyat al-Jamal 'alā Sharḥ al-Minhāj karya Sulaiman al-Jamal, menyebutkan:

ويسن لها ان تعطى زوجها من زكاتها ولو بالفقر وان أنفقها عليها

"Dianjurkan bagi istri untuk memberikan harta zakatnya pada suaminya walau si suami masuk kategori fakir yang walaupun nantinya dengan zakat itu dia (suami) menafkahi istrinya (pemberi zakat)."

Baca juga: Penerapan Manajemen Zakat Umar bin Abdul Aziz di Masa Pandemi

Pendapat demikian juga disampaikan oleh Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan mazhab Hanafi di Ḥāsyiyat al-Shalaby 'alā Tabyīn al-Ḥaqāiq Juz 1 dan Fatḥ al-Qadīr karya Ibn Humam juz 2.

Pendapat yang sama juga kita jumpai di mazhab Malikiyyah dalam Mawāhib al-Jalīl karya al-Hattab juz 3 dan Sharḥ Mukhtaṣar al-Khalīl karya al-Khurashi juz 2. Dan mazhab Hanabilah dalam al-Mughnī karya Ibnu Qudamah juz 2 dan Kashshāf al-Qinā' karya al-Bahuti juz 2.

Alasan tentang kebolehan istri memberikan zakatnya pada suaminya diungkap oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughnī juz 2, juga Ibnu Baththal dalam Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhari juz 3:

 ان كل من لا يلزم الإنسان نفقته فجائز أن يضع فيه الزكاة ، والمرأة لا يلزمها النفقة على زوجها ولا على بنيها

"Sesungguhnya setiap orang yang tidak berkewajiban menafkahinya, maka orang itu dibolehkan untuk menyampaikan zakat padanya, dan seorang wanita tidak berkewajiban menafkahi suaminya, juga tidak wajib menafkahi anaknya."

Kebolehan istri memberikan zakat pada suami telah difatwakan oleh Darul Ifta Mesir, sebagaimana juga disampaikan oleh Syekh Ali Jum'ah dalam program TV Wa Allah A'lam.

Bakhrul Huda
Bakhrul Huda / 62 Artikel

Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: