Tokoh
Menelusuri jejak Dewi Reni Sekardadu, Ibunda Sunan Giri di Gisik Cemandi Sidoarjo
Sejarah Nusantara dihiasi oleh tokoh-tokoh legendaris yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perkembangan budaya dan spiritualitas masyarakat. Salah satu tokoh penting dalam sejarah ini adalah Dewi Reni Sekardadu, ibu dari Sunan Giri, salah satu Wali Songo yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa.
Dewi Reni Sekardadu dikenal tidak hanya karena peran keibuannya dan keturunan bangsawannya sebagai putri Raja Blambangan, Menak Sembuyu, tetapi juga melalui kisah hidup dan akhir hayat yang menginspirasi banyak orang.
Dewi Reni Sekardadu adalah putri pertama dari Raja Blambangan pada abad ke-14, yang dikenal dengan nama Raja Menak Sembuyu, putera dari Bhre Wirabhumi, salah satu keturunan Prabu Hayam Wuruk dari Majapahit. Dalam sejarah, Dewi Reni Sekardadu juga dikenal dengan sebutan Raden Ayu Liyung Manoro dan Raden Ayu Sumbat Nyowo. Putri raja yang sangat cantik ini kemudian menikah dengan Syekh Maulana Ishak, seorang penyebar agama Islam yang berperan penting di Blambangan. Dari pernikahannya ini, lahirlah seorang putra bernama Raden Paku, yang lebih dikenal sebagai Sunan Giri.
Ketika lahir, Dewi Reni Sekardadu disambut dengan penuh sukacita oleh keluarga dan rakyatnya. Ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, pintar, dan berbudi luhur. Alkisah, suatu hari setelah mencari bunga di hutan, ia terkena penyakit misterius yang menyebabkan demam tinggi dan timbulnya bercak merah di tubuhnya. Raja meminta bantuan para tabib masyhur untuk mengobati sang putri, akan tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh, menyebabkan kesedihan mendalam bagi keluarga kerajaan.
Dalam usaha untuk menyembuhkan putrinya, Raja Menak Sembuyu mengadakan sayembara, menawarkan hadiah kepada siapa pun yang bisa menyembuhkan Dewi Reni Sekardadu. Maulana Ishak, seorang pemuda sakti mandraguna, berhasil menyembuhkan putri raja setelah menemukan bahwa ia terkena penyakit akibat gigitan nyamuk berbahaya. Sebagai imbalannya, Maulana Ishak dinikahkan dengan Dewi Reni Sekardadu dan diangkat menjadi adipati.
Keduanya menjalani kehidupan rumah tangga dengan bahagia, Dewi Reni Sekardadu dikaruniai anugrah di rahimya oleh Sang Maha Pencipta. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Seorang Patih bernama Bajul Sengara, merasa iri terhadap Maulana Ishak, iapun menghasut Raja untuk mengirim Maulana Ishak ke daerah yang dilanda wabah sebagai cara untuk menyingkirkannya. Tanpa curiga, Maulana Ishak menerima tugas tersebut dan menghadapi berbagai bahaya. Dewi Reni Sekardadu yang tengah mengandungpun, harus berpisah dengan suami tercintanya.
Belum merasa puas, ketika bayi Dewi Reni Sekardadu telah lahir, Patih Bajul Sengarapun menghasut Raja agar memisahkannya darisang ibu . Saat Dewi Reni dipanggil ke istana, seorang prajurit mengambil bayinya, memasukkannya ke dalam peti berukir dan membuangnya ke laut. Bayi tersebut akhirnya ditemukan oleh sebuah awak sampan dan diserahkan kepada Nyi Ageng Pinatih, seorang pengusaha kaya dari Gresik.
Dewi Reni Sekardadu telah menahan kekecewaannya saat sang suami pergi, dan kini ia harus menanggung nestapa kehilangan bayi yang baru saja dilahirkan. Kesedihan dan kekecewaannya tak terbendung lagi atas tindakan sang ayahanda, hingga akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Blambangan. Mendengar kabar bahwa anaknya mungkin ditemukan di Selat Bali, ia pergi ke pantai, menunggu setiap sampan yang berlabuh. Setelah sekian lama pencariannya tidak membuahkan hasil, ia memutuskan untuk menumpang sampan menuju Surabaya. Namun, dalam perjalanan, sampan tersebut dihantam ombak besar dan tenggelam.
Sejarah Makam Dewi Reni Sekardadu di Desa Gisik Cemandi
Desa Gisik Cemandi, terletak di pesisir Laut Jawa, Sidoarjo, Jawa Timur. Desa ini dikenal akan keindahan pantainya dan masyarakat yang menggantungkan hidup dari laut. Desa ini didirikan oleh Buyut Tandur dan Buyut Sopiyah, yang berperan penting dalam pembukaan dan pengembangan desa serta penyebaran ajaran Islam. Keduanya dimakamkan disamping makam Dewi Reni Sekardadu.
Di desa Cemandi, terdapat sebuah wilayah yang dinamakan dengan Gebang, diambil dari nama pohon gebang yang tumbuh di tepi kali di utara Dusun Gebang. Suatu hari, penduduk Dusun Gebang menemukan jenazah di pinggir kali Turen, bersandar di pohon gebang. Karena khawatir, mereka mencoba melarungkan jenezah tersebut ke laut, namun secara misterius jenazah tersebut kembali lagi ke pohon gebang. Akhirnya, penduduk setempat memutuskan untuk memakamkannya, dipimpin oleh Buyut Tandur dan Buyut Sopiyah. Pada malam harinya, juru kunci desa bermimpi didatangi sosok jenazah tersebut yang mengungkapkan bahwa dirinya adalah Dewi Reni Sekardadu, putri Raja Blambangan yang sedang mencari anaknya, Raden Paku. Ia meninggal dalam perjalanan mencari anaknya ketika sampan yang ditumpanginya tenggelam akibat ombak besar. Tubuhnya terbawa arus hingga terdampar di bawah pohon gebang di Dusun Gebang. Makamnya kini menjadi situs sejarah religi yang dilestarikan oleh masyarakat dan sering dikunjungi oleh para peziarah. Cerita ini didasarkan pada keyakinan masyarakat Gisik Cemandi, meskipun ada klaim dari beberapa daerah mengenai lokasi makam tersebut.
Letak Makam Dewi Reni Sekardadu Secara Geografi
Keberadaan Dusun Gisik Cemandi merupakan daerah yang terletak di kawasan pesisir Kota Sidoarjo, letaknya juga tidak jauh dari pinggiran air laut. Secara geografis letak wilayah Desa Gisik Cemandi merupakan dataran paling rendah yang berbatasan dengan air laut dan tambak sehingga kondisi lahan masih banyak yang tidak teratur dan jalanannya pun masih banyak yang rusak.
Menurut kepala desa Gisik Cemandi, Bapak Muhammad Alimin, yang memiliki keahlian dalam ilmu kelautan dan geografi, proses sedimentasi merupakan fenomena penting dalam pembentukan permukaan bumi. Proses ini melibatkan pengendapan material sedimen yang diangkut oleh air, yang kemudian membentuk lapisan batuan sedimen di dasar laut atau sungai. Dalam konteks ini, sedimentasi dapat diartikan sebagai proses surutnya air laut yang secara bertahap mengubah area pesisir menjadi daratan dalam kurun waktu tertentu.
Laju sedimentasi di wilayah pesisir umumnya berkisar sekitar 30 meter per tahun. Berdasarkan data ini, dapat diasumsikan bahwa lokasi makam Dewi Reni Sekardadu, yang kini terletak jauh dari pesisir pantai, dulunya mungkin merupakan bagian dari pesisir laut. Kisah yang menyebutkan bahwa Dewi Reni Sekardadu ditemukan di pesisir pantai oleh Buyut Sopiyah dan Buyut Tandur setelah hanyut terbawa arus laut memperkuat anggapan ini. Wallahu a’lam bisshawab