Artikel

Efek Tragis Keteledoran Intelektual Hasan Al Banna

17 Jun 2020 03:06 WIB
4156
.
Efek Tragis Keteledoran Intelektual Hasan Al Banna

Sungguh Hasan al Banna tak memiliki kesabaran untuk mempelajari piranti memahami wahyu. Ia tak memahami ushul fikih, balaghah, mantiq, dan ilmu kalam. Ia bukanlah pakar dalam gramatika Arab (nahwu-sharaf). Ia pun tak mempelajari kitab-kitab ilmu secara berjenjang, dari yang kecil hingga ke yang besar.

Ia tak menguasai wilayah-cakupan ilmu, juga tak pernah melewati ujian kealiman Al-Azhar (‘alimiyyah). Maka ia bukan seorang alim mujtahid yang mampu beristinbat, sehingga berakibat terjerumus mencampuraduk masalah ushul dengan furu’, qath’i dengan dzanni, muhkam dengan mutasyabih. Hal tersebut bisa kamu lihat pada perkataannya:

والحكم معدود في كتبنا الفقهية من العقائد والأصول، لا من الفقهيات والفروع

“Kekuasaan/kepemimpinan dalam kitab-kitab fikih termasuk bagian akidah dan ushul, bukan termasuk fikih dan furu’.”

Jadi, ia terperosok ke dalam kesalahan yang fatal. Yakni menambahkan ushul/pokok keimanan, sehingga mendorong para pengikutnya untuk mengkafirkan berlandaskan hal-hal yang tak menyebabkan kafir. Sebagaimana hal itu berefek domino, berkulminasi dan tampak jelas pada para pengikutnya seperti yang akan disinggung nanti.

Kesalahan di atas memunculkan anggapan bahwa persoalan kekuasaan adalah akidah, anggapan bahwa politik dan instrumen menuju kekuasaan adalah akidah, sehingga menyedot kekuatan akidah, yang pada gilirannya melahirkan sikap mati-matian memperebutkan kekuasaan.

Hal itu karena segala hal yang ditanamkan pada akal bahwa ia persoalan akidah, akan memunculkan sikap mudah mengkafirkan lawan politik. Itu tak lain karena mereka memandang musuh politik sedang menggoyang mereka dalam hal akidah.

Coba bandingkan kesembronoan mereka dengan kalam para ulama aswaja, dimana Imam as Sayyid as Syarif al Jurjani dan Imam Adhuddin al Iji berkata dalam Syarah al Mawaqif:

الإمامة ليست من أصول الديانات والعقائد خلافا للشيعة، بل هي عندنا من الفروع .. والإمامة رياسة عامة في أمور الدين والدنيا

“Kepemimpinan/kekuasaan/imamah/khilafah bukan termasuk ushul/pokok agama dan akidah, berbeda dari pandangan Syi’ah. Tetapi ia menurut kami (aswaja) termasuk furu’/cabang saja .. Imamah adalah kekuasaan global dalam agama dan dunia.”

Tiba-tiba saja Hasan al Banna memasukkan persoalan kekuasaan ke dalam akidah. Lantas keyakinan besar ini beralih dari kekuasaan itu sendiri merasuki instrumen kekuasaannya, pemilihannya. Sehingga masyarakat setelahnya mudah sekali memandang lawan politik mereka sebagai kafir. Pemicunya adalah kesalahan fatal ini dalam memasukkan hal-hal bukan akidah ke persoalan akidah.

Hingga, ini berkulminasi pada Hasan al Banna yang mengatakan:

فإن قعود المصلحين الإسلاميين عن المطالبة بالحكم جريمة إسلامية لا يكفرها إلا النهوض واستخلاص قوة التنفيذ من أيدي الذين لا يدينون بأحكام الإسلام الحنيف

“Maka berpangku tangannya para reformis Islam dari menuntut kekuasaan adalah kriminalitas agama yang tak terhapuskan dosanya kecuali dengan bangkit dan merebut kekuatan eksekutif dari tangan mereka yang tak berhukum dengan hukum Islam yang lurus.”

Lantas berubahlah tujuan agama dalam pandangannya untuk bangkit menuntut kekuasaan, sehingga berpangku dari tuntutan itu adalah kiriminalitas yang terampuni, dan hanya bisa dihapus dosanya dengan bangkit menuntut kekuasaan, bahkan merebutnya.

Jelas nampak efek kesalahan ini—yang merupakan puncak corak kesalahan berpikir menuju takfir—pada diri Mahmud as Shabbah, anggota tandzim khas, yang menganggap keputusan an Naqrasyi Pasya membubarkan jamaah IM sebagai bentuk kekafiran!

Ia membincangkan terbunuhnya an Naqrasyi di tangan IM:

وهل يمكن أن يلوم أحد شبابا مسلما أو عدة شباب مسلمين إذا ما اتحدت ارادتهم على قتل صاحب القرار، هذا القرار الداعي إلى الكفر! وهو يدعي أنه مسلم، إن اللوم كل اللوم يقع على صاحب القرار نفسه، وقد حفر قبره بيده، وهو يعلم ذلك يقينا قبل أن يوقع القرار، فقتله الشاب المسلم عبد المجيد أحمد حسن عضو النظام الخاص لجماعة الإخوان المسلمين

“Apakah mungkin seseorang menyalahkan pemuda muslim atau beberapa pemuda muslim jika keinginan mereka telah bersatu untuk membunuh pemilik kebijakan ini, kebijakan yang menjurus kekafiran! Padahal dia mengaku muslim. Justru kesalahan utama dipikul pemilik kebijakan itu sendiri. Ia telah menggali kuburnya dengan tangannya sendiri. Ia sangat tahu hal tersebut sebelum menandatangani keputusan. Lantas pemuda muslim membunuhnya. Ia adalah Abdul Majid Ahmad Hasan, anggota Tandzim Khas Jamaah Ikhwanul Muslimin.”

Emosi terus meningkat hingga mendorong pada takfir, dan pendapat bahwa agama hilang sejak lama, dan tak lagi eksis di muka bumi. Sayyid Quthb tenggelam dalam konsep gelapnya yang jauh terbelenggu problem kejiwaannya. Dimana mencapai kulminasi konsep brutal bahwa bumi seluruhnya telah syirik, dan umat Islam telah membatalkan Islam dan seluruh alam semesta tenggelam dalam jahiliyyah dan kekafiran.

Ia terus tenggelam dalam konsep gelap brutalnya hingga secara jelas berpandangan mencengangkan bahwa agama telah hilang eksistensinya di muka bumi.

Ia berkata dalam al ‘Adalah al Ijtima’iyyah:

وحين نستعرض وجه الأرض كله اليوم — على ضوء هذا التقرير الإلهي لمفهوم الدين والإسلام — لا نرى لهذا الدين وجودا، إن هذا الوجود قد توقف منذ أن تخلت آخر مجموعة من المسلمين عن إفراد الله بالحاكمية في حياة البشر

“Saat kita menghadirkan bumi seluruhnya sekarang — sesuai ketetapan Tuhan tentang konsep agama dan Islam — kita tak melihat agama ini eksis. Eksistensi ini telah terputus sejak sekelompok muslim terakhir berpaling dari mengesakan Allah dalam Hakimiyyah pada praktek kehidupan manusia.”

Ia berkata dalam Ma’alim fit Thariq:

إن وجود الأمة المسلمة يعتبر قد انقطع منذ قرون كثيرة

“Sesungguhnya eksistensi umat Islam dianggap telah putus sejak berabab-abad silam.”

Kealfaan dari piranti memahami syariat dan wilayah ilmu yang membuatnya bisa beristinbat, menjadikan seseorang terperosok ke dalam belenggu hawa nafsu dalam memahami wahyu dan memperalat ayat-ayatnya serta mengaplikasikannya pada beberapa kejadian. Silahkan dengar al Qaradhawi saat berkata:

الإخوان المسلمون عندهم ضعف في الجانب الثقافي والعلمي، كانوا يدربوننا على السمع والطاعة، مثل قول إسماعيل لأبيه: يا أبت افعل ما تؤمر. فهم يريدون جنودا مطيعين لا دعاة مثقفين، كأنما هناك خوف عند الإخوان من القراءة والثقافة أن تنشئ العقلية المتمردة، تلك القراءة التي تقول: فيم؟ ولماذا؟ وكيف؟ ولا تقول سمعنا وأطعنا.

كان ذلك الهاجس هو السبب في وهن الجانب الفكري عند الإخوان، وكان مصدر ثقافتهم مقالات ودروس البنا فقط، فإذا شغلت الإمام البنا الشواغل الكثيرة — الوطنية والإسلامية — خوى وفاضهم، ونفدت بضاعتهم، وقل المعروض في سوقهم، وقد عمل البنا جاهدا على معالجة ذلك بلجنة الشباب المسلم، ومؤلفات أبي الأعلى المودودي، فكان ينبغي عليهم أن يهتموا بالجانب الثقافي الديني، لكن للأسف لم يفعلوا، بل لم يفكروا مجرد تفكير في ذلك

“Ikhwanul Muslimin memiliki kelemahan dalam bidang pendidikan dan intelektualitas. Mereka terbiasa mendidik kami untuk mendengar dan taat, seperti perkataan Ismail kepada ayahnya: Wahai ayahku, kerjakan apapun yang diperintahkan kepadamu! Mereka menghendaki tentara yang taat, bukan dai yang berwawasan. Seolah IM takut bacaan dan wawasan akan menciptakan pemikiran membangkang. Bacaan yang mempertanyakan: Tentang apa? Mengapa? Bagaimana? Dan tak berkata: Kami dengar dan kami taat.

Lintasan pikiran itu adalah penyebab kelemahan sisi intelektual IM. Sumber pendidikan dan wawasan mereka hanya ceramah dan kajian Hasan al Banna. Jika Imam al Banna sedang sibuk dengan kegiatan nasional dan islami, kosong materi mereka, habis pula pengetahuan mereka dan tak tersisa modal mereka.

Hasan al Banna telah berusaha mengatasi hal tersebut dengan mendirikan Lajnah Syabab al Muslim, dan dengan karya-karya Abul A’la al Maududi. Seharusnya mereka lebih memperhatikan sisi intelektual agama mereka. Sayang sekali, mereka tak melakukannya. Bahkan sekedar memikirkannya pun tidak.”

Adapun ulama Azhar, sebagaimana kamu bisa baca di Jamharah ini, mereka memiliki kepakaran terhadap piranti memahami wahyu, khususnya 12 ilmu, sehingga menjadikan ilmu ushul fikih, kalam, balaghah dan gramatika hadir selalu di pikiran mereka hingga menjaga akal mereka dari terperosok ke dalam kesalahan akut ini yang muncul dalam otak akibat semangat yang sembrono, dan tak terkendali.

Jika semangat itu menemui akal yang kosong dari kaedah ilmu, maka ia akan tenggelam dalam khayalan dan memahami wahyu hanya seperti yang muncul di permukaan saja karena ia tak mampu meneliti, mendalami dan menghayati.

=======

Cuplikan terjemah salah satu chapter karya Syekh Osama Al-Azhari: Hasan al Banna Tahta al Mijhar. Hanya saya tambahkan judulnya saja.

Muhammad Nora Burhanuddin
Muhammad Nora Burhanuddin / 4 Artikel

Nama lengkapnya Muhammad Nora Burhanuddin, Lc. MA. Seorang cendekiawan muda muslim lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Selain disibukkan mengajar dan mengisi seminar, juga menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PCINU Mesir.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: