Fatwa

Izinkan Transplantasi Ginjal Babi ke Tubuh Manusia, Berikut Isi Lengkap Fatwa Al-Azhar

28 Oct 2021 09:51 WIB
3595
.
Izinkan Transplantasi Ginjal Babi ke Tubuh Manusia, Berikut Isi Lengkap Fatwa Al-Azhar Al-Azhar menyatakan bahwa dua syarat harus terpenuhi dalam transplantasi ginjal babi ke dalam tubuh manusia.

Al-Azhar mengakhiri perdebatan hukum transplantasi ginjal babi ke dalam tubuh manusia. Kontroversi ini bermula dari keberhasilan dokter bedah Amerika Serikat dalam melakukan operasi cangkok organ itu.

Institusi keagamaan terkemuka di dunia itu mengeluarkan fatwa yang membolehkan transplantasi ginjal babi ke tubuh manusia jika dalam kondisi darurat.

Dalam fatwa yang dirilis Al-Azhar Fatwa Global Center pada laman resmi Facebooknya  Senin (25/10), ditegaskan bahwa hukum asal pengobatan dengan organ tubuh babi, seperti transplantasi ginjal ke dalam tubuh manusia, adalah haram. Kecuali dalam kondisi darurat atau situasi hajat yang setingkat dengan darurat.

Darurat dalam ushul fikih adalah situasi di mana seseorang akan celaka jika tidak melakukan perkara haram. Sedangkan maksud hajat adalah hal yang dibutuhkan seorang untuk memberikan kemudahan dan menghilangkan kesulitan.

Transplantasi ginjal babi menurut instansi keagamaan yang berusia lebih dari seribu tahun itu, boleh sebagai pengecualian dengan dua syarat.

Pertama, tidak mendapatkan alternatif benda yang suci.

Kedua, kerugian yang diakibatkan oleh transplantasi terbukti atau diduga kuat lebih kecil daripada tidak melakukannya, terutama selama atau sesudah operasi transplantasi.

Dalam pernyataannya, Al-Azhar menyatakan bahwa fatwa itu diambil karena melihat apa yang telah dipastikan secara medis tentang bahaya transplantasi organ dan konsekuensi penggunaan obat-obatan yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh serta kemungkinan tubuh menolak orang yang ditransplantasikan.

“Di tambah banyak komplikasi serius bagi kesehatan dan kehidupan pasien, juga proses transplantasi ginjal babi ke dalam tubuh manusia masih dalam tahap percobaan,” terangnya dikutip Masrawy.

Isi Lengkap Fatwa Al-Azhar Tentang Transplantasi Ginjal Babi ke dalam Tubuh Manusia

Agama Islam menjaga nyawa manusia dan melindunginya dengan pelbagai hukum syariat dan anjuran. Islam menganjurkan ikhtiar mendapat kesembuhan dan mencari obat-obatan.

Rasulullah saw. memberitahukan bahwa Allah swt. telah menciptakan obat bagi setiap penyakit. Beliau bersabda,

لكُلِّ داءٍ دواءٌ، فإذا أصيبَ دواءُ الدَّاءِ، بَرِئَ بإذن ِاللهِ عزَّ وجلَّ

“Setiap penyakit memiliki obat. Jika obat suatu penyakit telah dikonsumsi, atas izin Allah akan sembuh.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain, Nabi bersabda,

تَداوَوْا؛ فإنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ لم يضَعْ داءً إلَّا وضَع له دواءً، غيرَ داءٍ واحدٍ؛ الهَرَمِ

“Berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah swt. tidak menurunkan penyakit kecuali juga menurunkan obat baginya, kecuali satu penyakit, yaitu pikun.” (HR. Abu Daud)

Syariat Islam mengharamkan berobat dengan setiap benda yang membahayakan dan benda najis yang diharamkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

لَا ضَرَرَ ولَا ضِرار

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula saling membahayakan antar sesama.” (HR. Ibnu Majah)

Beliau juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَل شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Sesungguhnya Allah swt. tidak meletakkan kesembuhan kalian pada hal-hal yang Dia haramkan atas kalian.” (HR. al-Bukhari)

إِنَّ اللَّهَ أَنْزَل الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، وَجَعَل لِكُل دَاءٍ دَوَاءً، فَتَدَاوَوْا، وَلاَ تَتَدَاوَوْا بِالْحَرَامِ

“Sesungguhnya Allah swt. telah menurunkan penyakit dan obat, Dia menjadikan bagi setiap penyakit obat, maka berobatlah kalian. Dan janganlah berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Abu Daud)

Agama Islam dengan jelas telah mengharamkan babi. Allah swt. berfirman,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ ..} [المائدة: 3]،

“Telah diharamkan atas kalian bangkai, darang dan daging babi.” (QS. al-Maidah: 3)

Allah swt. juga berfirman,

قُل لَّا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

“Katakanlah, ‘Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi   karena semua itu kotor  atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah.’” (Al-An’am: 145)

Rasulullah saw. dengan tegas bersabda,

إنَّ اللهَ ورَسولَه حَرَّمَ بَيعَ الخَمرِ، والمَيْتةِ، والخِنزيرِ، والأصنامِ

“Sesungguhnya Allah swt. dan Rasul-Nya telah mengharamkan jual beli khamar (minuman keras), bangkai, babi dan berhala.” (Muttafaq alaih)

Kemudian dalam Al-Iqna’ karangan Ibnu al-Qaththan (2/109) disebutkan bahwa para ulama fikih bersepakat atas keharaman babi dan penggunaan anggota tubuhnya karena najis bendanya.

Kendati hukum asal dalam pemanfaatan babi atau anggota tubuhnya adalah haram, namun diperbolehkan mengambil manfaat dari babi dan berobat dengan anggota tubuhnya, dengan syarat ada faktor darurat yang mengharuskan melakukan itu, dan tidak ada benda suci yang dapat menggantikan posisinya dalam urusan pengobatan.

Hal ini berdasarkan pada firman Allah,

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. al-Baqarah: 173)

Juga merujuk pada dua kaidah fikih yang berbunyi,

الضرر يزال

“Setiap bentuk kemudaratan (bahaya) harus dihilangkan.”

إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا

“Apabila dua mafsadah (kerugian) bertolak belakang, maka kerugian yang paling besar ditolak dengan melakukan kerugian yang paling ringan (resikonya).”  (Al-Asybah wa an-Nazhair karangan Imam as-Suyuthi, hal. 83 dan 87)

Hal ini sudah disebutkan oleh banyak ulama fikih. Seperti Imam an-Nawawi ketika dia berkata,

إذَا انْكَسَرَ عَظْمُهُ -أي الإنسان- فَيَنْبَغِي أَنْ يَجْبُرَهُ بِعَظْمٍ طَاهِرٍ، قَالَ أَصْحَابُنَا: وَلَا يَجُوزُ أَنْ يَجْبُرَهُ بِنَجِسٍ مَعَ قُدْرَتِهِ عَلَى طَاهِرٍ يَقُومُ مَقَامَهُ، فَإِنْ جَبَرَهُ بِنَجِسٍ نُظِرَ إنْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الْجَبْرِ وَلَمْ يَجِدْ طَاهِرًا يَقُومُ مَقَامَهُ؛ فَهُوَ مَعْذُورٌ، وَإِنْ لَمْ يَحْتَجْ إلَيْهِ، أو وجد طَاهِرًا يَقُومُ مَقَامَهُ؛ أَثِمَ، وَوَجَبَ نَزْعُهُ، إنْ لَمْ يَخَفْ مِنْهُ تَلَفَ نَفْسِهِ، وَلَا تَلَفَ عُضْوٍ وَلَا شَيْئًا مِنْ الْأَعْذَارِ

Jika tulang seseorang patah, seyogianya dia menambalnya dengan tulang yang suci. Para sahabat kami berkata, “Tidak boleh menambalnya dengan benda najis selama mampu mendapatkan benda suci yang menempati posisinya. Jika harus ditambal dengan benda najis, maka dilihat: jika memang mengharuskan untuk ditambal dan dia tidak menemukan benda suci yang dapat menggantikan posisinya, maka dia dimaklum; jika tidak membutuhkan itu atau jika dia telah mendapatkan benda suci yang menggantikan posisinya, dia berdosa jika melakukannya dan benda najis tadi harus dilepas, selama tidak dikhawatirkan akan membahayakan nyawa atau anggota tubuhnya.”  (Lihat Al-Majmu’, 3/139)

Imam ar-Ruyani juga mengatakan,

ذا انكسر عظمه -أي الإنسان- فاحتاج أن يرقعه بعظم نظر، فإن رقعه بعظم طاهر، وهو عظم ذكي يؤكل لحمه جاز، ولذلك إذا انقلعت سنه، فجعل مكانها سن حيوان يؤكل لحمه ذكيًّا جاز، وإن أراد أن يرقعه بعظم نجس، وهو عظم كلب أو خنزير أو عظم ميتة لم يخل من أحد أمرين، إما أن يكون مضطرًا إليه، أو غير مضطر، فإن كان مضطرًا إليه، بأن لم يجد غيره جاز له أن يرفعه به؛ لأنه موضع ضرورة، فهو كأكل الميتة، وإن لم يكن مضطرًا إليه لم يجز أن يرقعه به

Jika seseorang patah tulang, dan ia perlu menambalnya dengan tulang, maka harus dilihat: jika ditambal dengan tulang yang suci, yakni tulang hewan sembelihan yang halal dimakan dagingnya, maka diperbolehkan. Oleh sebab itu, jika gigi seseorang tanggal lalu ditambal dengan gigi hewan sembelihan yang halal dimakan dagingnya, maka diperbolehkan. Jika dia hendak menambalnya dengan tulang najis, yakni tulang anjing atau babi, atau tulang bangkai, maka tidak lepas dari dua perkara: adakalanya dia terpaksa harus melakukannya atau tidak. Jika terpaksa melakukan, sekiranya dia tidak menemukan benda lain maka dia boleh melakukannya karena situasinya darurat. Statusnya sama seperti orang yang terpaksa memakan bangkai (untuk mempertahankan hidup). Dan adakalanya dia tidak perlu harus melakukan itu, maka dalam kondisi ini dia tidak boleh menambalnya. (Lihat Bahr al-Madzhab, 2/194)

Asy-Syihab an-Nafrawi dalam Al-Fawakih ad-Dawani, 2/287 berkata: (Apa saja) yang dicabut atau ditanggalkan (dari babi) seperti daging, kulit atau tulang (adalah haram) sehingga tidak diperbolehkan mempergunakannya dalam kondisi bebas-memilih. Kecuali rambut bulunya seperti yang ditunjukkan lewat perkataannya: (Telah menetapkan dispensasi) syariat memberikan kemudahan (dalam) bolehnya (mengambil manfaat dari rambut babi) setelah dipotong karena suci.

Terkait ketentuan tidak mendapati benda suci, Imam Sulaiman al-Ajili menjelaskan bahwa maksud ketentuan itu adalah seseorang tidak mampu memperolehnya kecuali jika dengan kesulitan yang secara kebiasaan tak kuat dipikulnya. Dengan kata lain, wajib mencari terlebih dahulu jika kemungkinan ada. (Lihat Hasyiyah al-Jumal, 1/417)

Reaksi dari Dunia Islam dan Kalangan Medis

Dunia medis mencatat dr. Robert Montgomery sebagai ahli bedah yang pertama kali sukses melakukan operasi transplantasi ginjal babi ke dalam tubuh manusia.

Sebuah langkah yang dianggap sebagai lompatan di bidang ilmu kedokteran, terutama dalam hal tubuh pasien menerima organ baru. Ginjal baru bekerja persis seolah-olah dicangkokkan dari tubuh manusia.

Hal ini memicu kontroversi di dunia Islam, yang terlihat jelas di jejaring media sosial, Sky News Arabia melaporkan.

Sebagian menentangnya karena menganggap transplantasi dari babi hukumnya haram karena hewan itu najis dan dilarang dikonsumsi. Sementara sebagian lain mendukung penemuan itu karena akan menjadi solusi bagi mereka yang membutuhkan transplantasi organ baru.

“Babi yang dimodifikasi secara genetik bisa menjadi sumber yang berkelanjutan dan terbarukan untuk organ,” terang direktur Institut Transplantasi di NYU Langone Medical Center itu.

Menurut laporan New York Times, reaksi terhadap berita di antara para ahli transplantasi berkisar antara optimisme dan euforia, meskipun semua mengakui bahwa operasi tersebut merupakan perubahan mendasar di bidang transplantasi organ.

Abdul Majid
Abdul Majid / 117 Artikel

Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka.

Sinta
29 October 2021
Berarti hal ini sama ya kak seperti hukumnya kalo kita menggunakan obat dari darah ular dikarenakan tidak ada alternatif yang lain lagi
Han
29 October 2021
Sekadar saran kak, mungkin saltiknya bisa dikurangi di artikel selanjutnya 🙏

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: