Berita
Pidato lengkap Grand Syekh Al-Azhar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Imam Akbar Grand Syekh al-Azhar Syekh Ahmad at-Tayeb mengatakan bahwa narasi dakwah saat ini justru menjadi penyebab utama perpecahan di antara umat Islam. Dengan serius beliau melontarkan pertanyaan, bagaimana caranya agar umat Islam bersatu.
Hal ini Syekh al-Azhar sampaikan saat mengisi kuliah umum tentang moderasi beragama di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Selasa, 9 Juli 2024 M.
Kehadiran beliau antara lain didampingi oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, Ph.D. dan Prof. Dr. K.H. Al-Habib Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A, alumni al-Azhar sekaligus mufasir kenamaan Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Rektor di kampus tersebut.
Dalam pidatonya Syekh Ahmad at-Tayeb menyinggung banyak hal. Antara lain penyakit yang saat ini mendera umat Islam, pola baru kolonisasi Barat terhadap masyarakat muslim, fenomena membahayakan yang menjangkiti kaum muslimin. Selain itu, beliau juga mengapresiasi kiprah Indonesia atas dukungannya untuk Gaza.
Berikut isi pidato Grand Syekh al-Azhar:
- Umat Islam yang telah menerangi dunia setelah menyingkirkan kegelapan zaman lewat sinaran al-Quran dan petunjuk sunah Rasulullah, dan membangun kembali kemanusiaan di atas jalan yang lurus, sedang terjangkiti gejala-gejala penyakit endemik yang nyaris tidak dapat didiagnosis kecuali dengan menyadari seribu satu macam diagnosa (mengerahkan seluruh upaya secara komprehensif).
- Siapa pun yang mengkaji kebesaran dan kekuatan sejarah Islam yang dibangun di atas prinsip keadilan dan kebijaksanaan (inshaf), pasti sangat terkejut saat melihat apa yang terjadi dengannya pada hari ini. Yaitu, meskipun belum sampai hilang dan musnah, namun ia telah mengalami kelemahan, ketersisihan dan keterasingan yang tidak luput dari pandangan anak-anaknya sendiri sebelum pandangan orang lain.
- Meskipun menderita kekurangan, peradaban ini tetap menumbuhkan harapan yang tidak ada batasnya untuk sembuh dan hidup kembali serta melakukan pembaharuan. Seperti bara api yang terus menyala dan tidak mati-mati walaupun tertutup timbunan abu untuk waktu yang lama dalam sejarah panjangnya.
- Orang-orang tidak tahu hingga detik ini, ada peradaban yang mampu bertahan selama 14 abad seperti peradaban Islam di tengah gempuran serangan yang bertubi-tubi menerjangnya.
- Anda semua tahu sebagaimana saya tahu bahwa penyakit peradaban ini adalah perpecahan (furqah), perselisihan (ikhtilaf), dan permusuhan internal. Itu adalah penyakit ganas yang selama ini membubuhkan titik kelemahan di tubuh umat Islam dan yang dimanfaatkan oleh kaum penjajah di negara-negara muslim selama dua abad belakangan ini. Ini adalah penyakit ganas yang kembali disusupkan kembali oleh kaum penjajah Barat di abad 21 ini.
- Peradaban Islam memiliki sejarah yang adiluhung, namun kemudian berubah belakangan ini hingga menjadi peradaban yang mengemis pada Barat baik dalam filsafat, kebudayaan metodologi pengajaran dan pendidikan, sosial dan ekonomi. Seolah-olah umat Islam adalah bangsa biadab yang sudah usang dan terkubur sejarah, serta tidak pernah mengalami masa-masa kejayaan ilmu, adab, filsafat, syariat, sejarah dan seni. Seakan mereka tidak pernah mengajarkan apa itu kemanusiaan dan membimbing bangsa-bangsa di Barat dan Timur tentang itu dalam kurun beradab-abad lamanya.
- Slogan divide et impera (pecah belah dan kuasai) yang telah kita hafal sedari kecil tidak berhenti difungsikan dan dimainkan kembali saat-saat ini, yang dikemas dalam tesis-tesis bernama benturan peradaban (clash of civilizations), kekacauan yang direkayasa (creative chaos), globalisasi dan akhir sejarah yang digembor-gemborkan di negara-negara muslim agar saling bertikai, berperang dan membunuh satu sama lain. Cara ini merupakan pola baru kolonisasi di negara-negara muslim.
- Ini terjadi saat al-Quran yang kita baca pagi dan sore hari dan kita berlomba-lomba menghafalkannya untuk anak-anak kita hingga kita berbangga dengan kemampuan kuat hafalan mereka, memperingatkan kaum muslimin secara keseluruhan agar menaati dan mematuhi Allah dan Rasulullah, jangan bersengketa di antara sesama, yang itu menyebabkan mereka gentar dan hilang kekuatan sekaligus memerintahkan untuk bersabar karena Allah senantiasa bersama orang-orang yang bersabar (Al-Anfal: 46).
- Pertanyaan yang bisa kita ajukan saat ini dan mesti dipertanyakan oleh setiap pengkaji yang menaruh atensi besar terhadap masalah ini adalah bagaimana cara yang harus ditempuh umat Islam agar saling berdamai satu sama lain. Sungguh ini pertanyaan menyakitkan yang dilontarkan oleh realitas keadaan dalam mimik yang gelap (murung).
- Cukup kiranya bagi saya untuk menunjukkan bahwa narasi (khithab) dakwah dan para pendakwah yang seharusnya menyatukan umat Islam kini sering menjadi penyebab utama perpecahan dan keretakan di antara mereka di mana para pemuda muslim kini justru saling berseteru satu sama lain.
- Berapa banyak aliran di dunia dakwah saat ini yang menjadi latar belakang permusuhan, kebencian, dan pertengkaran di antara generasi muda muslim? Ke mana perginya perhatian para pendakwah muda terhadap isu-isu krusial umat? Mengapa mereka tidak membahas isu-isu besar ini dalam ceramah mereka yang kadang justru mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram?
- Apakah generasi muda kita tahu tentang Al-Quds, Masjid Al-Aqsa, dan penderitaannya sebagaimana mereka tahu tentang perdebatan teologis antara Asy'ariyah, Salafiyah, dan Sufiyah? Apakah mereka peduli dengan kondisi umat seperti mereka peduli dengan isu-isu perdebatan yang sepele dan sudah tidak relevan? Apakah mereka antusias belajar di universitas seperti mereka antusias membaca buku-buku dari satu dua pendakwah--yang mereka ikuti? Bagaimana bisa pemuda kita meninggalkan kewajiban mutlak untuk persatuan umat dan malah sibuk dengan fikih yang mencampuradukkan mandub (sunah) dengan wajib, atau makruh dengan haram?
- Perbedaan atau batas antara lima hukum syariat telah atau hampir menghilang, dan keluarga dalam masyarakat Islam kini sibuk dengan isu-isu kecil yang tidak memiliki kewajiban syariat, sembari mengabaikan isu-isu besar yang sangat penting dalam syariat Islam seperti berbakti kepada orang tua, berbuat baik kepada tetangga, menghargai nilai kerja, waktu, kebersihan, dan kasih sayang kepada sesama. Isu-isu ini telah bergeser turun ke urutan paling bawah dalam daftar kewajiban syariat Islam dalam fikih yang aneh ini.
- Ada hal lain yang mendorong umat ke arah yang menyedihkan ini, yaitu upaya jelas untuk merusak fikih para imam mazhab yang empat dan memaksakan fikih baru yang menuntut hal-hal yang tidak masuk akal, seperti perdebatan tentang salat sunah sebelum magrib atau zakat fitrah hanya dengan satu jenis biji-bijian sehingga tidak diterima bila dengan selainnya. Ini adalah hal yang tidak dikenal oleh mayoritas umat dan tidak pernah dipraktikkan di masjid-masjid mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh para fukaha kita yang muktamad (terpercaya).
- Kita harus berhenti sejenak untuk memikirkan fenomena yang dapat menghancurkan masyarakat Islam dari akarnya jika dibiarkan tanpa diarahkan oleh fikih yang benar dan ilmu yang murni dan lurus. Fenomena yang saya maksudkan ini adalah keberanian dalam mengkafirkan, memfasikkan, dan membidahkan, serta dampak buruk dari kesia-siaan ini seperti menghalalkan nyawa, menodai kehormatan, menghalalkan darah, dan merampas harta (milik mereka yang menjadi korban dari fenomena tersebut).
- Bagaimana mungkin ide-ide ini berkembang di kalangan umat yang para ulama dan imamnya dari tiga mazhab teologi menyepakati prinsip emas yang kami pelajari di Al-Azhar saat kami masih kecil. Seperti prinsip "Kami tidak mengkafirkan seorang pun dari ahli kiblat," kemudian prinsip "Kami salat di belakang siapa pun entah itu yang baik atau jahat (selama muslim)" sesuai dengan hadis Nabi, dan prinsip "Seseorang tidak keluar dari Islam kecuali dengan mengingkari apa yang memasukkannya ke dalam Islam." Dengan kata lain, seseorang hanya menjadi kafir jika ia mengingkari syahadat, salat, zakat dan rukun-rukun Islam lainnya. Selain itu, kita tidak dapat menyebutnya kafir.
- Prinsip ini berasal dari hadis Nabi yang diriwayatkan dalam Sahih Bukhari bahwa "Barang siapa yang melaksanakan salat seperti salat kita, menghadap kiblat kita, dan memakan sembelihan kita, maka dia adalah seorang muslim yang berada dalam perlindungan Allah dan Rasul-Nya. Jangan merusak perlindungan Allah." Maksudnya, jangan kamu mengkhianati jaminan perlindungan-Nya.
- Saat ini adalah waktu untuk bekerja keras, bukan waktu untuk ceramah dan nasihat. Umat-umat di sekitar kita bekerja dalam diam dan dengan perencanaan serta tipu daya yang serius. Kita telah terlalu banyak berbicara tanpa menghasilkan tindakan nyata di lapangan.
- Saya mengingatkan Anda pada kata-kata emas dari Imam Malik dari Madinah yang mengatakan, "Saya tidak suka berbicara tentang sesuatu yang tidak berdampak pada tindakan nyata."
- Saya memberikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia atas peran aktif dan dukungan positifnya kepada mereka yang menderita di Gaza di tengah ujian berat yang mereka alami sekarang ini, sembari saya menegaskan bahwa al-Azhar selalu mendukung segala upaya yang bertujuan untuk menenangkan situasi dan mencapai gencatan senjata sebagai langkah awal untuk memungkinkan kembalinya para pengungsi ke kota dan desa mereka. Selain itu, ini juga akan membuka jalan bagi masuknya bantuan kemanusiaan dengan dukungan dari semua negara Islam, terutama Indonesia.
Imam Akbar al-Azhar Grand Syekh Ahmad at-Tayeb saat ini berada di Indonesia dalam kunjungannya selama 4 hari hingga 11 Juli. Beliau tiba pada Senin malam, 9 Juli kemarin.
Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.