Esai

Habis Puisi Arab, Terbitlah Era Novel Arab

02 Dec 2021 04:00 WIB
1952
.
Habis Puisi Arab, Terbitlah Era Novel Arab Naguib Mahfouz ikon novel Arab modern.

Puisi Arab memiliki kedudukan istimewa dalam sejarah kesusasteraan Arab. Ia digadang-gadang sebagai puncak kefasihan yang berhasil dicapai oleh bangsa Arab. Karenanya ketika al-Quran datang dengan keindahannya yang begitu memukau, kaum kafir menyamakannya dengan puisi dan menganggap Baginda Muhammad seorang penyair.

Dalam perkembangan keilmuan Islam, puisi Arab memainkan peranan yang begitu besar. Ia dijadikan sebagai dalil oleh para ulama dalam tafsir, fikih, akidah, bahasa, nahu dan sastra.

Dapat dikatakan bahwa para kritikus Arab klasik lebih banyak membicarakan puisi daripada genre prosa yang memiliki beragam bentuk. Namun keadaan berubah di abad ke-20. Posisi puisi mulai bergeser bersamaan dengan persinggungan dunia Arab dengan Barat. Para cendekiawan Arab menemukan media yang lebih bisa mewakili perasaan dan menggambarkan keadaan mereka dan media itu novel (riwâyah). Naguib Mahfouz dan Gaber Asfour menyebut pertengahan abad-20 sebagai awal era novel (zamân ar-riwâyah).

Di Mesir, kemunculan novel berkaitan erat dengan tokoh Rifa’at At-Tahtawi yang diutus oleh Muhammad Ali Pasha untuk menjadi pembimbing spiritual bagi delegasi pelajar ke Perancis. Ia menceritakan pengalamannya berada di Perancis dan membandingkan keadaan Eropa dengan Mesir dalam bukunya yang berjudul Takhlîsh al Ibrîz fî Talkhîsh al Bârîs. Buku ini dianggap sebagai sastra petualangan (adab rihlah) dan benih kelahiran novel Arab secara umum dan novel Mesir secara khusus.

Baca juga: Isu Sunni-Syiah dalam Novel Saud Alsanousi

Dalam buku Al-Qash fî Hâdzâ az-Zamân, Gaber Asfour menjelaskan kaitan kemunculan novel Arab dengan perjuangan kaum menengah untuk mengungkapkan realita kehidupan mereka dan usaha menegaskan identitas sebagai sebuah bangsa independen di tengah penjajahan Ottoman dan Barat. Ini bisa terlihat misalnya dari novel Zainab karya Muhammad Husein Haikal yang dituliskannya ketika ia tengah menempuh studi di Perancis. Dalam novelnya itu, Haikal menuliskan kisah tentang kondisi hidup kaum petani di desa sekaligus menggambarkan keindahan alam yang subur dan hijau yang dimiliki oleh Mesir. 

Novel Hadîts Isâ bin Hisyâm karya Muhammad Muwaylihi yang dianggap terpengaruh oleh gaya genre klasik, Al-Maqama, tidak lain merupakan usaha mengukuhkan kemampuan genre klasik dalam mendeskripsikan fenomena dan keadaan yang baru sebagaimana yang dijelaskan oleh Jaber Asfour. Novel ini adalah bentuk pengharmonisasian antara klasik dan modern (al-qadîm wa al-jadîd), antara Timur dan Barat.

Perkembangan novel Arab berjalan bersamaan dengan perubahan dramatis yang terjadi di dalam masyarakat Arab baik secara sosial, kebudayaan maupun politik. Karenanya novel Arab tidak bisa dilepaskan dari konteks eksternalnya. Terlebih pasca berdirinya negara Israel di tanah Palestina 1948 yang diikuti oleh perang Arab-Israel pada tahun 1956, 1967, dan 1973.

Novel Arab memainkan perannya dalam menggambarkan realita baru masyarakat Arab, memberikan gambaran hidup terkait pengaruh perang terhadap psikologi masyarakat, dan perjuangan tiada henti yang masyarakat lakukan untuk mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan.

Berangkat dari titik tolak ini, Roger Allan dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Ar-Riwâyah al-‘Arabiyyah, mengategorikan novel-novel Arab berdasarkan tema dalam konteks perubahan kondisi sosial dan politik masyarakat Arab seperti tema konfrontasi dan perang (al-muwâjahah wa al-harb), kemerdekaan dan kebebasan (al-istiqlâl wa al-huriyyah), relasi antara Timur-Barat (al-‘alâqah bain al-gharb wa al-syarq) dan lain sebagainya.

Dalam bukunya itu, Roger Allan mengatakan bahwa novel Arab tidak hanya mengalami perubahan dari segi tema (al-madhmûn), namun juga mengalami perubahan dari segi struktur bangunan novel (asy-syakl). Para novelis Arab melakukan eksperimen dalam teknik kepenulisan novel mereka.

Ikon novel Arab, Naguib Mahfouz misalnya, telah mencobai beragam aliran sastra dimulai dari aliran historis, realisme, dan simbolik. Novel-novelnya tidak hanya mempengaruhi kesusasteraan Mesir saja, namun kesusasteraan Arab secara menyeluruh.

Pada kenyataannya, eksperimen yang terus menerus dilakukan oleh para novelis Arab tidak terlepas dari watak novel itu sendiri; novel adalah pencarian dan petualangan terus-menerus. Secara esensial, novel adalah fleksibilitas dan tak dapat didefinisikan. Dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Arkân Ar-Riwâyah, E. M. Forster mengatakan bahwa novel adalah ‘bongkahan besar tak berbentuk, ia adalah area yang paling lembab dalam sastra, dialiri oleh ribuan anak sungai, dan terkadang menjorok ke bawah hingga menjadi rawa yang tajam’.

Karenanya kita mendapati para novelis Arab memasukkan genre tulisan lain ke dalam novel mereka. Sanallah Ibrahim mengadopsi gaya repostase dalam novel 67, Mourid Al-Barghouthi memasukkan puisi ke dalam novel Roaitu Ramalallah, Hoda Barakat menggunakan gaya surat sebagai bingkai novel Barîd al-Lail, dan Ibarahim Nasrullah merekayasa masa depan dalam novel Harb Al-Kalb Ats-Tsâniyah.

Baca juga: Kisah Bapak Sastra Arab yang Tak Ingin Dikalahkan Kebutaannya

Jika memperhatikan novel-novel Arab sejak awal abad 21 (setidaknya berkaca melalui novel-novel yang mendapatkan penghargaan di International Prize for Arabic Fiction yang dimulai pertama kali tahun 2008), kita akan mendapati novel Arab mampu mengukuhkan dirinya sebagai ruang yang menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara, menyelam ke dalam jiwa manusia, dan mendialogkan beragam perspektif tanpa penghakiman. Novel Arab mampu memenuhi syarat-syarat esensial untuk menjadi novel sebagai genre sastra.   

Dalam novel Sâq Al Bambû yang mendapatkan penghargaan International Prize for Arabic Fiction di tahun 2013, Saud Al-Sanusi menciptakan tokoh utama bernama Jose Mendoza yang mengalami pergulatan batin dalam usaha mencari identitas diri; negara, agama dan cinta. Melalui tokoh ini, penulis berusaha untuk mengkritik sistem kelas masyarakat Kuwait yang mengotak-kotakkan. Dalam kasus Jose (ibunya adalah perempuan asal Philipina yang bekerja sebagai pembantu di rumah ayahnya, pria berkebangsaan Kuwait, yang kemudian menikahinya secara siri), ia berada di luar kotak karena sebagian dirinya berasal dari satu kotak dan sebagian lainnya dari kotak yang lain. Ia tak ingin berada di dalam kotak mana pun. Ia hanya ingin menjadi manusia biasa.

Dalam novel Barîd al-Lail yang mendapatkan penghargaan International Prize for Arabic Fiction di tahun 2019, Hoda Barakat menuliskan novel dalam bentuk surat-surat yang ditulis beberapa orang yang terasing dari negara asal, yang terbuang jauh dari sanak keluarga; satu surat melahirkan surat yang lain. Surat yang merupakan media paling intim di mana seseorang bisa mengungkapkan rahasia terdalam dan terkelam, difungsikan dengan begitu baik oleh sang penulis. Dalam surat, seseorang bisa bercerita tanpa malu, tanpa logika, tanpa dibuat-dibuat. Dalam lingkup diktator, surat adalah pilihan akhir untuk mengabadikan suara terakhir.

Baca juga: Terjemahan Kasidah Duka oleh Ghayath Almadhoun

Novel Arab memberikan semacam bahan perenungan untuk menilai ulang karakter manusia, memahami ulang kehidupan yang tidak murni berwarna putih dan juga tak murni berwarna hitam. Kompleksitas hidup adalah dunia yang coba dihadirkan dalam novel Arab sehingga kita bisa mendengar banyak ‘suara’. Dalam buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab berjudul Al-Khithâb Al-Ruwâ`i, Mikhail Bakhtin menyebut banyak ‘suara’ ini dengan tahâwuriyyah di mana para karakter di dalam novel saling menyuarakan pandangannya dalam hidup.

Novel secara umum tidak mengambil peran untuk memberikan solusi praktis bagi permasalahan yang dihadapi manusia. Bukan seperti itu cara mainnya. Tugas novel adalah memperdengarkan keberagaman yang sering dilupakan, khususnya ketika masyarakat tenggelam dalam kediktatoran dan perang. Dan novel Arab telah mengambil bagiannya.   

Zulfah Nur Alimah
Zulfah Nur Alimah / 9 Artikel

Penulis dan Penerjemah, sedang menempuh program magister kritik sastra Arab di Universitas al-Azhar Mesir.

Vahai
02 December 2021
Salam kak... Aku anak b arab tk 3. Boleh aku blajar ssuatu dr kaka?
muhammad zhoafir
29 March 2023
apakah ada novel arab yang bertemakan alam ?

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: