Fatwa

Hukum Bunga Bank untuk Keperluan Konsumsi

05 Oct 2020 01:09 WIB
1711
.
Hukum Bunga Bank untuk Keperluan Konsumsi

Syekh Abdul Qadir Ath-Thawil, anggota Komisi Fatwa Al-Azhar menyampaikan sebuah jawaban atas pertanyaan salah satu pemirsa perihal hukum bunga bank, apakah dihukumi halal ataukah haram, jika digunakan untuk keperluan konsumsi sehari-hari?

Hukum bunga bank ini dibahas oleh Syekh Abdul Qadir dalam salah satu acara yang disiarkan langsung dalam situs Masrawy bekerjasama dengan Al-Azhar Fatwa Global Center.

Anggota Komisi Fatwa Al-Azhar itu mengatakan, “Sesungguhnya status hukum bunga bank masih diperselisihkan di kalangan para ulama. Dan menurut pendapat yang rajih dan dijadikan landasan fatwa, bahwa bunga bank dalam bentuk deposito, sertifikat investasi, serta bentuk-bentuk kerjasama perbankan lainnya, itu semua merupakan perkara yang diperbolehkan secara syara’.”

Mengenai aspek pinjaman yang menghasilkan riba, para ulama telah bersepakat bahwa hal itu hukumnya haram, dan tidak boleh dipergunakan kecuali dalam keadaan sangat mendesak. Seperti dalam keadaan adanya kekhawatiran yang dapat membahayakan jiwa, harta, harga diri, atau agama. Karena semua ini merupakan sesuatu yang wajib dipelihara dan dijaga berdasarkan aturan syara’.

Baca juga: Fatwa Al-Azhar Tentang Melebihkan Pembayaran dari Harga Semestinya

Dalam kesempatan lain, Syekh Ahmad Wisam, Aminul Fatwa Darul Ifta Mesir mengatakan bahwa Darul Ifta telah mempelajari segala bentuk transaki keuangan dalam dunia perbankan sebelum mengeluarkan fatwa tentangnya.

Beliau juga mengatakan bahwa segala bentuk pinjaman yang dapat mendatangkan keuntungan, termasuk kategori riba. Namun yang perlu diketahui dengan seksama bahwa semua bentuk pinjaman dari bank tidak serta merta diartikan sebagai akad Qiradh (pinjam-meminjam).

Akan tetapi bisa jadi pihak nasabah meminjam sejumlah uang sebagai bentuk investasi dengan adanya bagi hasil. Atau nasabah menyimpan uangnya di bank sebagai modal usaha untuk dikelola oleh pihak bank, dan nasabah mendapatkan bagian persentase dari hasil investasi tersebut. Keuntungan dari akad dalam investasi seperti ini hukumnya halal.

Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa akad semacam ini tidak ada hubungannya dengan sistem riba yang dilakukan oleh orang Yahudi pada masa jahiliyah dulu, di mana ketika peminjam tidak bisa melunasi pinjamannya dalam tenggat waktu tertentu, maka ia harus membayarkan sejumlah nilai sebagai tambahan atas pembayarannya yang tertunda. “Bahkan sampai menjadikan peminjam sebagai budak sebab hutangnya yang tidak bisa terbayarkan,” imbuh beliau. Wallahu a’lam.

Baca juga: Memukul Anak untuk Mendidik, Begini Jawaban Al-Azhar

Arif Khoiruddin
Arif Khoiruddin / 102 Artikel

Lulusan Universitas Al-Azhar Mesir. Tinggal di Pati. Pecinta kopi. Penggila Real Madrid.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: