Artikel

Ibnu Arabi ternyata bukan penggagas Wahdatul Wujud

30 Oct 2022 03:24 WIB
1710
.
Ibnu Arabi ternyata bukan penggagas Wahdatul Wujud Ibnu Taimiyah pernah salah paham memahami Ibnu Arabi.

Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitab Fatawa al-Haditsiyah mengatakan bahwa sesungguhnya Syaikh Muhyiddin Ibnu Arabi termasuk golongan aulia arifin, ulama amilin yang menyandang predikat sebagai orang paling alim pada zamannya, serta menjadi panutan dalam segala cabang keilmuan. Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Abu Bakr Muhammad bin al-Arabi al-Hatimi al-Tha’i, lahir pada tahun 560 H (1165 M) di Murcia, Spanyol Selatan.

Ibnu Arabi masih memiliki darah keturunan Arab dari Bani Tha’i. Ayahnya merupakan menteri utama Ibn’ Mardanisy, tokoh terkenal dan berpengaruh di dalam bidang politik dan pendidikan. Setelah menghabiskan masa kecilnya di Murcia, Ibnu Arabi beserta keluaganya hijrah ke Sevilla yang menjadi tempatnya tumbuh dan menerima pendidikan dasar, serta menjadi ladang kehidupan yang mapan bagi keluarganya, sehingga mampu memberikan kehidupan yang layak dan serba kecukupan.

Pada periode awal kehidupannya di Sevilla, Ibnu Arabi bertemu dengan dua seorang wali perempuan, Yasamin dari Marshena (Yasmin Mursyaniyah) dan Fathimah dari Cordoba (Fatimah al-Qurthubiyah). Kedua wali perempuan ini sangat memiliki pengaruh dalam orientasi kehidupan Ibnu Arabi. Terutama Fathimah, sebagai perempuan yang sudah lanjut usia, tetapi memiliki wajah yang bercahaya dan kecantikannya disetarakan dengan gadis berusia 17 tahun. Ibnu Arabi memperlakukannya sebagai ibu pembimbing spiritual selama dua tahun.

Ketika berusia 20 tahun, Ibnu Arabi sudah memiliki kecerdasan yang tinggi serta penglihatan spiritual yang tajam. Beliau mulai melakukan kunjungan di berbagai kota di Spanyol, menemuai para wali, baik itu laki-laki maupun perempuan. Pada salah satu perjalannya, ketika sedang berada di Cordoba, beliau bertemu dengan Ibnu Rusyd (tokoh penafsir Aristoteles) dalam sebuah pertemuan yang penuh dengan makna. Dikatakan penuh dengan makna sebab merupakan pertemuan dua kepribadian yang melambangkan dua jalan yang akan diikuti oleh dunia Islam dan Kristen.

Paham Wahdatul Wujud dan Tuduhan terhadap Ibnu Arabi

Wahdatul Wujud dapat dipahami sebagai kesatuan wujud antara makhluk dengan Tuhan. Wujudnya alam yang dapat dilihat dengan indra manusia ini hanyalah gambaran atau tempat dari hasil penampakan Dzat Allah SWT. Sehingga tidak ada perbedaan sama sekali antara Tuhan dengan makhluk-Nya atau antara Pencipta dengan yang diciptakan. Dia adalah al-Haq, dan Dia adalah makhluk. Keduanya (al-Haq dan makhluk) adalah dua nama satu hakikat. Begitulah paham wahdatul wujud yang tersebar luas dan sering dipahami.

Banyak yang beranggapan bahwa paham Wahdatul Wujud ini berasal dari Ibnu Arabi. Bahkan pendapat tersebut bertahan begitu lama. Hal ini membuatnya dituduh sebagai Panties, Panenteis, dan Monis Eksistensial. Pada perkembangan yang lebih mutakhir, beliua juga dituduh sebagai pengikut Mistisisme Natural. Ibnu Taimiyah dan beberapa pengikutnya menilai bahwa Ibnu Arabi telah kufur. Namun ini segera teratasi ketika Ibnu Taimiyah bertemu dengan Taqyuddin Ibnu Athaillah as-Sakandari asy-Syadzily di sebuah masjid di Kairo. Penulis kitab al-Hikam itu memberikan penjelasan mengenai makna-makna metafora Ibnu Arabi.

Setelah mendengar penjelasan Ibnu Athaillah secara seksama, Ibnu Taimiyah mengatakan, “Kalau begitu yang sesat adalah pandangan pengikutnya yang tidak bisa memahami makna simbolik yang disampaikan oleh Ibnu Arabi.”

Perlu diketahui bahwa secara konsep antara Wahdatul Wujud dalam Islam dan Wahdatul Wujud dalam jagad pemikiran Barat sangatlah berbeda. Ibnu Arabi dalam kajian tasawufnya menganut paham Fana’, Wahdah atau Ittihad yang percaya bahwa; Allah itu segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dan hanyalah Allah yang ada di alam semesta ini. Artinya tidak ada wujud hakiki selain Allah, sedangkan alam semesta ini hanyalah manifestasi-manifestasi Allah.

Sedangkan dalam jagad pemikiran Barat, Wahdatul Wujud atau bisa disebut Pantheisme dimulai dari masa Plotinos sampai Hagel. Konsep Pantheisme ini mengatakan bahwa alam secara keseluruhannya tidak lain adalah Allah itu sendiri. Bagi para pemikir Barat, Allah itu tidak ada kecuali melalui alam semesta dan Allah secara wujud tidak berbeda dengan alam semesta.

Pantheisme tidak lain menunjukan adanya kesinambungan substansial antara Tuhan dan semesta, sedangkan Ibnu Arabi sendiri menjadi orang pertama yang mengklaim transendensi mutlak Tuhan di atas segala kategori, termasuk substansi ini. Hal tersebut menjadi kontradiktif jika dikatakan bahwa paham Wahdatul Wujud atau Patheisme ini digagas oleh Ibnu Arabi.

Ibnu Arabi bukan penggagas paham Wahdatul Wujud

Imam Asy-Sya’rani di dalam kitab Al-Jawahir wa ad-Durar berkali-kali menandaskan bahwa Ibnu Arabi bukanlah penggagas atau pengikut paham Wahdatul Wujud. Ketika membaca ungkapan Ibnu Arabi maka harus bisa memahami makna simbolik atau metafora yang tesimpan di dalamnya. Seperti memahami ungkapannya yang ada di dalam kitab karangannya Fushush Al-Hikam (Untaian Mutiara Kebijakan), beliau mengatakan “Makai Ia (Tuhan) pun memujiku, dan aku memujiNya. Dan Dia menyembahku, dan aku pun menyembahNya. Dalam keadaan lahir aku menyetujuiNya, dan dalam keadaan hakiki aku menentangNya.” Jika ungkapan Ibnu Arabi ini dipahami dengan apa adanya, niscaya orang akan tergelincir dari kebenaran dan akan sembarangan menuduh Ibnu Arabi memiliki paham Wahdatul Wujud.

Ibnu Hajar al-Haitami telah berpesan untuk menghindari membaca kitab-kitab karangan Ibnu Arabi dengan alasan apapun. Sebab di dalam kitab karangannya tersebut terdapat pembahasan hakikat yang hanya bisa dipahami oleh para ulama yang sudah mempelajari secara mendalam Al-Qur’an dan Sunah, serta sudah mencapai pada tingkatan hakikatnya ma’rifat dan ma’rifatnya hakikat.

Seorang sarjana Barat bernama Wiliam C. Chittick melakukan kajian secara intens tentang karya-karya Ibnu Arabi. Ia tidak menemukan istilah teknis Wahdatul Wujud di dalam karya Ibnu Arabi. Sebenarnya para tokoh sufi sebelum Ibnu Arabi sudah pernah mengajarkan konsep yang hampir sama dengan Wahdatul Wujud, yaitu Ma’ruf al-Karkhi, seorang tokoh sufi terkenal di Baghdad yang hidup empat abad sebelum Ibnu Arabi. Tokoh sufi ini dianggap pertama kali mengungkapkan syahadat dengan kata-kata, “Tiada sesuatu pun dalam wujud kecuali Allah.” Selain itu ada Abu Abbas Qassab yang hidup pada abad ke-4/ ke-10, dengan mengungkapkan kata-kata yang hampir sama; “Tiada sesuatu pun dalam dua dunia kecuali Tuhanku. Segala Sesutu yang ada (maujudat), segala sesuatu selain wujud-Nya, adalah tiada (ma’dum).”

Konsep Wahdatul Wujud Ibnu Arabi bukanlah Wahdatul Wujud Matrealistis (Patheisme) yang mengatakan ada penyatuan antara mahkluk dengan Tuhan. Justru sebaliknya Ibnu Arabi mengatakan bahwa wujud yang hakiki adalah wujud Tuhan al-Haq yang menampakan dirinya di dalam alam semesta. Sehinga Ibnu Arabi menjadi orang pertama yang meruntuhkan konsep Patheisme tersebut. Terakhir, Ibnu Arabi juga bukan penggagas paham Wahdatul Wujud, hal ini dibuktikan dari penelitian yang ada bahwa tidak ada teknis khusus untuk menjalankan konsep Wahdatul Wujud, dan jauh sebelum beliau sudah ada para sufi lain yang membawa konsep penyatuan makluk dengan Tuhan.

Wallahu’alambishowab.

Sumber Referensi

M. Ridlwan Qoyyum Sa’id, “Fiqh Klenik Fatwa-Fatwa Ulama Menyorot Tarekat & Mistik”, Mitra Gayatri Blok H. 05 Lirboyo Kediri, Januari 2004.

Sayyed Hoossein Nasr, “Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam Ibnu Sina, Suhrawardi, dan Ibnu ‘Arabi”, Penerbit IRCiSoD

Hasanul Rizqa, “Ibnu Arabi, Salik Penggagas Wahdatul Wujud”, 27 April 2022 dalam Republika.co.id, https://www.republika.co.id/berita/q9g81x458/ibnu-arabi-salik-penggagas-wahdatul-wujud
 

Irham Maulana, “Mengenal Ibn Arabi dan Paham Wahdatul Wujud, Paham Manunggaling yang Banyak Disalahpahami Orang”, 31 Desember 2021, dalam Harakah.id, https://harakah.id/mengenal-ibn-arabi-dan-paham-wahdatul-wujud-paham-manunggaling-yang-banyak-disalahpahami-orang/

Abdul Aziz, “Al-Ghazali dan Paham Wahdatul Wujud”, 17 Desember 2018, dalam Bincang Syariah, https://bincangsyariah.com/kolom/al-ghazali-dan-paham-wahdatul-wujud/

Ali Usman, “Memahami Seluk-Beluk Wahdatul Wujud”, 19 Mei 2019, dalam Alif.id, https://alif.id/read/ali-usman/219023-b219023p/

Ni’amul Qohar
Ni’amul Qohar / 3 Artikel

Ni’amul Qohar, atau yang biasa disapa Ni’am merupakan santri Pondok Pesantren Kreatif Baitul Kilmah, asuhan Dr. KH. Aguk Irawan, MA. Ia di sana belajar tentang kepenulisan, terjemah dan ngaji kitab-kitab turost. Ia juga menjadi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Selain beraktifitas ngaji, menulis dan kuliah, ia juga menjadi salah satu tim redaksi di media ulamanusantaracenter.com yang didirikan oleh Kiai Amirul Ulum. Kepada Kiai Amirul Ulum, ia mengaji ala pesantren salaf dengan kosentrasi kitab-kitab turost karya para ulama, khususnya ulama Nusantara.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: