Tokoh

Imam Ibrahim Al-Bajuri; Grand Syekh Al-Azhar yang Kitabnya Tersebar di Nusantara

06 Nov 2020 08:28 WIB
9676
.
Imam Ibrahim Al-Bajuri; Grand Syekh Al-Azhar yang Kitabnya Tersebar di Nusantara Grand Syekh al-Azhar, Imam Ibrahim al-Bajuri

Bernama Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri Asy-Syafi'i. Seorang Imam besar pada masanya, ahli fikih, pakar teologi, seorang Grand Syekh Al-Azhar yang disegani kawan dan lawan.

Imam Ibrahim Al-Bajuri, atau lebih akrab dikenal dengan sebutan Imam Al-Bajuri dilahirkan pada tahun 1198 H di salah satu desa di daerah Mesir bagian Utara yang bernama Bajur.

Tahun kelahiran Imam Al-Bajuri dapat ditelusuri dari salah satu buku biografi yang ditulis oleh muridnya; Syekh Muhammad al-Adawi. Beliau berkata:

و نشأ فيها أي مدينة باجور في حجر والده و قرأ عليه قرأن المجيد بغاية الاتقان و التجويد و قدم إلى الأزهر الشريف سنة ١٢١٢ ه‍ لاجل تحصيل العلم الشريف و سنه إذ ذاك أربع عشرة سنة

Imam Al-Bajuri hidup di kampungnya yang bernama Bajur dalam didikan ayahnya. Bersama ayahnya, dia  membaca Al-Qur'an dengan sangat teliti. Setelahnya, ia melanjutkan studi ke Al-Azhar pada tahun 1212 H.  Umurnya saat itu 14 tahun.

Dipahami dari keterangan ini 2 hal yang penting: pertama, tahun kelahiran Imam Al-Bajuri yang didapat dari tahun keberangkatannya ke Al-Azhar dengan dikurangi umur beliau saat itu, hasilnya tahun lahir Imam Al-Bajuri adalah tahun 1198.

Kedua, dipahami juga bahwa penyebutan Al-Baijuri (البيجوري) kurang tepat, karena muridnya mengkokohkan bahwa yang tepat dalam penisbatan adalah dengan "Alif" bukan dengan "ya" (الباجوري).

Pada tahun 1213 H, setelah satu tahun menuntut ilmu, Imam Al-Bajuri harus berhenti belajar. Sebab pada tahun tersebut, Perancis menduduki Mesir dan memberhentikan pengajian yang ada di Al-Azhar.

Sebab penjajahan Perancis, Imam Al-Bajuri pindah ke Giza, dan menetap di sana selama 3 tahun. Setelah dirasa aman, pada tahun 1216 H, beliau kembali ke Al-Azhar dan melanjutkan studinya yang sempat tertinggal.

Di Al-Azhar, beliau belajar dengan guru-guru besar di sana, antara lain; Syekh Muhammad As-Sinbawi yang dikenal dengan Al-Amir Al-Kabir (w. 1189 H). Di tangan beliau, Imam Al-Bajuri mendapatkan sanad-sanad kitab keislaman.

Baca juga: Kisah Kesederhanaan Guru Besar Al-Azhar yang Masih Naik Angkot

Selain Al-Amir Al-Kabir, Imam Al-Bajuri juga belajar kepada Syekh Abdullah Syarqawi (w. 1227 H); grand syekh Al-Azhar pada masa itu. Selain kepadanya, masih banyak ulama besar yang menjadi gurunya.

Di antara semua guru, ada dua sosok pengajar yang memberikan pengaruh yang besar pada keilmuan Imam Al-Bajuri; yaitu Syekh Muhammad al-Fadhali (w. 1236 H) dan Syekh Syekh Hasan Al-Quwaisini (w. 1254 H).

Imam Al-Bajuri belajar kepada Syekh Muhammad al-Fadhali hingga beliau wafat. Syekh Muhammad juga yang memberikan izin kepada Imam Al-Bajuri untuk mengajar dan menulis kitab.

Kitab pertama yang ditulis oleh Imam Al-Bajuri adalah Hasyiah 'ala Syarah Kalimat at-Tauhid karya gurunya sendiri, Syekh Muhammad al-Fadhali. Kitab pertama ini ditulis ketika beliau berumur 24 tahun.

Setelah kitab itu ditulis, kemudian banyak kitab-kitab yang lain yang rampung beliau selesaikan. Salah satu di antaranya adalah kitab Tuhfah al-Murid 'ala Jauharah at-Tauhid.

Kitab Tuhfah al-Murid ini, rampung ditulisnya pada tahun 1234 H. Ini adalah kitab yang menjadi pelajaran wajib di pesantren salaf Indonesia. Bahkan di Al-Azhar sekalipun, kitab ini dijadikan kitab wajib yang diajarkan di Masjid Al-Azhar.

Kitab terakhir yang selesai ditulis oleh beliau adalah kitab Hasyiah ‘ala Fath al-Qarib. Kitab ini sangat terkenal di kalangan santri Indonesia. Kitab ini juga menjadi rujukan penting dalam ilmu fikih mazhab Syafi'i.

Hampir semua pesantren Indonesia menggunakan kitab ini sebagai pijakan untuk mengajarkan santri-santrinya fiqih syafi'i, mulai dari pesantren Labuhan Haji di Aceh, hingga pesantren Lirboyo di Jawa Timur, dipastikan mengkaji kitab karya Grand Syekh Azhar yang satu ini.

Baca juga: Syekh Nuruddin Itr, Pakar Hadits Suriah Yang Sangat Mencintai Al-Azhar

Menurut keterangan Syekh Ali Jum'ah dalam kata pengantar tahqiq beliau atas kitab Tuhfah al-Murid disebutkan bahwa Imam Al-Bajuri setelah usai menulis kitab ini masih aktif menulis kitab-kitab lainnya, namun tidak ada yang selesai.

Di antara kitab-kitab beliau yang belum selesai adalah Hasyiah 'ala tafsir ar-Razi, kitab Hasyiah 'ala Tafsir al-Kasysyaf, kitab Hasyiah 'ala Jam' al-Jawami' dan lain-lainnya.

Dilihat dari banyaknya kitab yang beliau tulis, dan luasnya manfaat yang diberikan, dipahami bahwa beliau memiliki pengetahuan yang dalam dan pemahaman yang tajam.

Dalam biografi yang ditulis oleh muridnya, disebutkan bahwa Imam Al-Bajuri hidupn hanya belajar dan mengajar. Hingga dua hal tersebut menjadi kebiasaan yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan beliau.

Selain dua hal tersebut, muridnya menjelaskan bahwa Imam Al-Bajuri juga menghabiskan waktu kosongnya untuk berzikir dan membaca Al-Qur'an. Beliau juga sangat mencintai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Dengan kelebihan-kelebihan ini, beliau tampak sangat berbeda dari teman-temannya yang lain. Secara menyeluruh, waktu beliau hanya dihabiskan dalam khidmah kepada agama Islam yang kemudian menyebabkan kitab-kitab beliau menjadi manfaat hingga sampai ke Nusantara.

Pengaruh yang luar biasa ini, membuat para santri ingin belajar dengan Imam Al-Bajuri. Di antara murid-muridnya yang menjadi imam besar pada masanya adalah Syekh Ahmad Ad-Dimyathi Al-Makki, dan Syekh Abdul Hamid Asy-Syarwani (w. 1301 H), penulis Hasyiah 'ala Tuhfah al-Muhtaj.

Baca juga: Mencari Makam Syaikh Mahmud Syarwani di Pontianak, Putra Pengarang “Hasyiah Al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj”

Pada tahun 1236 H, tepatnya di umur 38 tahun, beliau diangkat sebagai Grand Syekh Al-Azhar. Meskipun memikul jabatan yang sangat berat, namun kebiasaan beliau dalam belajar dan mengajar tidak berhenti.

Dibuktikan setelah mendapatkan jabatan tertinggi tersebut, justru beliau membuka majlis tafsir di Masjid Al-Azhar dan membaca tafsir Mafatih Al-Ghaib, karya Imam Fakhruddin Ar-Razi, salah satu tafsir yang banyak membahas ilmu teologi dan salah satu tafsir paling berat untuk dibahas.

Seiring waktu, umur beliau tidak lagi mendukung semangatnya. Beliau terpaksa tidak bisa melanjutkan majlis tafsirnya tersebut, dan harus berbaring lemah karena sakit.

Keadaan sakit ini terus menerus hingga beliau pun kembali ke hadapan Tuhannya pada hari Kamis 28 Dzulqa'dah tahun 1276 H. Jenazah beliau dishalatkan oleh banyak orang, kemudian dikebumikan di pemakaman al-Mujawirin di daerah Darrasah, Kairo.

Melihat nama Imam Al-Bajuri yang begitu harum dan kitab-kitabnya yang tersebar luas ke berbagai penjuru dunia, sangat disayangkan hanya sedikit biografi yang didapatkan.

Kitab biografi tentang beliau sependek pengetahuan penulis hanya satu, yaitu buku biografi yang ditulis oleh muridnya yang bernama Syekh Muhammad al-Adawi. Buku ini ditulis 3 tahun setelah wafatnya beliau. Namun biografi ini masih belum memberikan gambaran yang cukup tentang sosok Imam Al-Bajuri.

Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepada Imam Al-Bajuri dan memberikan kita manfaat dan kemampuan untuk membaca karya-karyanya. Lahu al-Fatihah. Wallahu a’lam.

Fahrizal Fadil
Fahrizal Fadil / 75 Artikel

Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.

Alfan syaputra
07 July 2022
Sangat bermanfaat dan menambah wawasan tentang beliau....semoga berkah dunia akhirat.
Bg pohan
27 July 2022
Bg ada gak terjemahan Indonesia kitab tuhfatul murid ala Jauhar at tauhid
Bg pohan
27 July 2022
Kalau ada bg boleh berkabar ya bg, ini nmr wa saya 082219850317
bg pohan
28 March 2023
assalam bg izin bertanya ada gak kira kira terjemahan indonesia kitab tuhfatul murid karangan syaikh ibrahim al bajuri
Anwar
09 June 2023
Alhamdulillah, sehat selalu ustad,
Dede Nita Amelia
10 July 2023
Alhamdulillah,,selalu sukses

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: