Kisah
Karbala: Balasan Allah dan Ahlul Bait yang Tersisa (7-Habis)
Allah
swt. membalas semua perlakuan buruk pasukan Ibnu Ziyad dengan mempercepat siksa mereka di dunia. Dikisahkan seorang pasukan yang ikut
dalam percobaan pembunuhan Husein, kehilangan kedua tangan dan kakinya
serta selalu dilingkupi rasa takut pada
api dan hidup dalam kepanasan.
Inilah balasan Allah bagi orang yang menyakiti wali-Nya, terlebih cucu kesayangan Rasulullah, Husein bin Ali.
Dalam pertempuran Karbala, sebanyak 17 orang dari pasukan Husein gugur. Seluruhnya merupakan keluarga Husein (anak-anak dari Fatimah Zahrah). Sementara sebanyak 88 orang gugur dari pasukan Ibnu Ziyad.
Mendengar kabar gugurnya cucu Rasulullah, Yazid yang ada di singgasana Syam, merasa senang karena tak ada lagi yang menghalangi dirinya dari dibaiat menjadi Khalifah.
Ahlul bait serta para wanita yang tersisa menjadi tawanan pasukan Ibnu Ziyad. Saudari Husein yang bernama Zainab ketika melihat saudaranya terkapar di medan perang, hanya bisa menangis seraya berucap:
“Wahai Rasul Muhammad, telah merahmatimu segala penduduk langit beserta para malaikat. Inilah Husein jasad cucumu bersimpuh darah dan terputus tubuhnya membela kezaliman ini. Para keturunanmu telah gugur semuanya. Para anak-anak wanitamu telah tertawan semuanya.”
Mereka semua lantas digiring menuju Syam dan menemui Ibnu Ziyad, termasuk putra Sayyidina Husein yang selamat dari kejadian ini, Ali Al-Shoghir atau biasa dikenal Ali Zainal Abidin. Dari dialah nasab Ahlul bait tersambung sampai sekarang hingga akhir zaman nanti.
Lantas bagaimana sikap kita sebagai muslim sejati yang berpaham Ahlussunnah wal Jamaah menanggapi peristiwa wafatnya Sayyidina Husein pada hari Asyura tahun 61 H?
Akankah kita rayakan hari itu dengan kesedihan yang mendalam seperti Syiah? Ataukah kita rayakan kebahagiaan kita atas hari itu sebagai hari raya kita seperti Rafidi? Atau lebih memilih diam dan menyibukkan diri untuk meningkatkan ibadah kepada Allah sang Tuhan semesta? Setiap muslim yang memiliki akal jernih, pastilah akan tahu jawabannya.
Namun menarik untuk menyimak perkataan Habib Ali al-Jufri tentang hari Asyura. Beliau berkata, “Barang siapa bergembira di hari Asyura atas kemenangan Nabi Musa as. tanpa dibarengi angkuh dan congkak, maka dia sudah berada di jalan yang benar. Dan barang siapa bersedih di hari Asyura atas musibah yang menimpa Sayyidina Husein beserta ahlul bait tanpa berlebih-lebihan, maka dia betul-betul mencintai. Kebenaran dan cinta di sini tidak bertentangan.” Wallahu a'lam bisshowab.
Referensi:
1.
Bidayah wa Nihayah, karya: Imam Ibnu Katsir.
2. Shawai'qul Muhriqah, karya: Imam Ibnu Hajar Al-Haitami.
3. Ad-Da'wah At-Tammah, karya:
Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad
Alumni S1 Univ. Imam Syafii, kota Mukalla, Hadramaut, Yaman. Sekarang aktif mengajar di Pesantren Nurul Ulum dan Pesantren Al-Quran As-Sa'idiyah di Malang, Jawa Timur. Penulis bisa dihubungi melalui IG: @muhammadfahmi_salim
Baca Juga
Kasih sayang KH. Hasyim Asy’ari terhadap anjing
19 Aug 2024
Menyatu dengan ilmu
31 Jul 2024