Kisah
Karbala: Perang Meletus di Tanah Karbala (6)
Pasukan
Husein menarik perhatian kabilah-kabilah yang ada sepanjang jalan yang ia lalu.
Tidaklah setiap kabilah yang menghadap kepadanya kecuali menyampaikan kabar buruk
tentang penduduk Irak dan berita terbunuhnya Muslim bin Aqil. Akan tetapi Husein tak gentar dan memutuskan tetap
melanjutkan perjalanan.
Mendengar berita Husein dan pasukannya tiba di Karbala, Ibnu Ziyad mengutus bala pasukan yang berjumlah 4000 lebih untuk berperang. Pasukan ini dikomando Umar bin Sa’ad.
Sebelum terjadi peperangan, sempat ada dialog singkat antara keduanya:
“Wahai Umar, aku ingin mengajukan tiga pilihan kepadamu, maka pilihlah salah satu!” kata Husein.
“Apa itu?” jawab Umar selaku komandan divisi.
“Tinggalkan aku beserta keluargaku untuk pulang, atau bawalah aku untuk menemui Yazid agar aku sendiri yang menyelesaikan urusan ini dengannya, atau pilihan terakhir aku akan mengumumkan perang dengan pasukannya.”
Umar melaporkan masalah ini kepada Ibnu Ziyad, gubernur Kufah. Sebenarnya Umar sendiri berat hati melanjutkan peperangan ini. Hingga sosok antagonis di dalam kisah ini, “Syamr bin Dzil Jawsyan” bergairah untuk meneruskan peperangan. Dia orang yang kemudian ditunjuk Ibnu Ziyad menggantikan Umar.
Sayyidina Husein sendiri bersikukuh untuk tidak meneruskan peperangan akan tetapi Syamr terus memaksa dia melakukannya.
“Wahai Husein, aku tidak akan melepaskanmu kecuali setelah kamu mau mengakui kepemimpinan Yazid bin Muawiyah,” tantang Syamr.
“Apa kalian tidak takut kepada Allah? Apa karena setumpuk uang yang membuat kalian lupa? Tidaklah aku menerima kezaliman ini semua.” jawab Husein.
Perdamaian tak menemukan jalan dan peperangan tak dapat dielakkan.
Dengan sebanyak 1000 prajurit berkuda, pasukan Ibnu Ziyad berusaha mengepung pasukan Sayyidina Husein. Namun orang-orang Husein yang jumlahnya tak sebanding dengan lawan mereka tak gentar sedikit pun.
Jiwa patriotik yang ia waris dari ayahnya terlihat di peperangan ini, terbukti ketika Husein mulai mengatur pasukan dan mengangkat Abbas bin Ali (saudaranya) sebagai pemegang panji serta menyuruh pasukan untuk menggali parit di belakang markas agar musuh tak dapat mengendap dari belakang. Tak heran, bukankah dia seorang anak dari Ali bin Abi Thalib, panglima tempur kebanggaan Islam?!
Seluruh lelaki dari Ahlul bait hampir ikut andil dalam peperangan ini, hingga anaknya sendiri Ali bin Husein yang saat itu sedang sakit rela berkorban demi menegakkan Panji sang ayah.
Termasuk dari kebiasaan perang ialah “Mubarazah” yaitu duel satu lawan satu.
Kedua kubu telah menyiapkan algojo masing-masing, tetapi kali ini pasukan Husein lebih unggul dari Ibnu Ziyad karena mereka memiliki keahlian lebih dalam memainkan pedang.
Geram melihat hal ini, Syamr memacu kudanya untuk menyerang Husein yang saat ini sedang mendoakan salah satu pasukannya yang gugur.
Tapi pasukan berkuda Husein membalas serangannya dan menggagalkan keinginannya.
Perang antara keduanya pun meletus.
Di medan perang, Husein tampil dengan berani dan tak gentar sama sekali. Dikatakan bahwa pasukan Husein telah menumpaskan banyak sekali musuh-musuhnya akan tetapi semua itu tak berpengaruh bagi pasukan Ibnu Ziyad karena jumlah mereka yang banyak.
Puncaknya, sekelompok prajurit Ibnu Ziyad mengerubungi Husein. Melihat itu, para pasukannya berlomba dan rela menjual nyawa demi melindungi sosok Husein, laiknya para sahabat melindungi Rasulullah di perang Uhud.
Sayyidina Husein hanya mampu mengatakan, “Allah yang membalas kebaikan kalian, sungguh sebaik-baik balasan bagi orang yang bertakwa.”
Satu demi satu nyawa pasukan Husein berterbangan di hadapannya. Termasuk anaknya sendiri Ali Al-Akbar, gugur membela ayahnya.
Hingga hal tak diinginkan terjadi. Malik bin Basyir meringsek masuk ke hadapan Sayyidina Husein dan memukul kepalanya sampai berdarah. “Semoga Allah mencabut kedua tanganmu serta mengumpulkanmu bersama orang-orang zalim,” kata Husein.
Kemudian Syamr dan anak buahnya bergegas menuju arah Husein dan mulai menyerangnya. Husein tak tinggal diam, ia pun berusaha melindungi diri dari mereka yang mengerubunginya sebisa-bisanya, sampai beliau bersimpuh darah demi menegakkan persatuan Islam dan kedamaian muslimin.
Takdir
dan ketetapan Allah menggariskan, Sayyidina Husein gugur dalam
pertempuran Karbala. Syamr menjadi orang yang
membunuhnya.
Alumni S1 Univ. Imam Syafii, kota Mukalla, Hadramaut, Yaman. Sekarang aktif mengajar di Pesantren Nurul Ulum dan Pesantren Al-Quran As-Sa'idiyah di Malang, Jawa Timur. Penulis bisa dihubungi melalui IG: @muhammadfahmi_salim
Baca Juga
Kasih sayang KH. Hasyim Asy’ari terhadap anjing
19 Aug 2024
Menyatu dengan ilmu
31 Jul 2024