Kisah

Kasih sayang KH. Hasyim Asy’ari terhadap anjing

19 Aug 2024 08:45 WIB
606
.
Kasih sayang KH. Hasyim Asy’ari terhadap anjing Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari.

Kisah Hadratusyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan seekor anjing merupakan satu dari banyak kisah hikmah yang menyadarkan kita untuk mengasihi setiap makhluk, termasuk kepada hewan. Islam memang telah menakrifkan dan membatasi ketentuan dalam memanfaatkan sekaligus berinteraksi dengan anjing. Namun, merasa jijik dan memandang buruk terhadapnya sebab mengandung najis tidak dibenarkan bagi seorang muslim.  

Sikap KH Hasyim Terhadap Anjing

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pasukan sekutu Belanda tidak tinggal diam dan berencana ingin merebut dan menduduki kembali Tanah Air. Mereka mengadakan diplomasi dengan perwakilan Indonesia untuk membahas pembagian kekuasaan wilayah Indonesia dengan Belanda. Perundingan itu dikenal dengan nama perjanjian Linggarjati.

Kala itu KH Hasyim Asy’ari, salah satu ulama berpengaruh dan sangat dihormati orang-orang, dikenal sangat gigih berjuang melawan penjajah menolak keras perundingan tersebut. Para ulama dan tokoh pahlawan pun sepakat mengikuti sikap Kiai Hasyim.

Menghadapi situasi ini, Belanda memutar otak bagaimana caranya agar rakyat menyetujui hasil perundingan tersebut. Akhirnya, mereka memutuskan mendekati KH Hasyim Asy’ari dengan pertimbangan jika Kiai Hasyim setuju, maka semua orang pasti akan ikut setuju.

Belanda kemudian mengirim utusannya bernama Charles Olke Van der Plas, pegawai sipil Hindia Belanda yang bertugas sebagai Gubernur Jawa Timur ke pesantren Tebuireng, Jombang untuk menemui  Hadratussyaikh dan melobinya.

KH Hasyim Asy’ari mempersilakan Van der Plas masuk. Saat itu Van der Plas membawa seekor anjing besar dan diletakkanya di luar pagar pesantren. Perbuatan ini bertujuan untuk mengambil hati sang Kiai karena yang dia pahami, orang Islam tidak menyukai anjing.

Singkat cerita, setelah berbincang banyak hal utusan Belanda ini mulai melancarkarnya misinya, yakni membujuk Kiai Hasyim agar menyetujui perundingan Linggarjati. Namun, beliau hanya terdiam dan mengalihkan pembicaraan mengenai anjing yang kepanasan di luar pagar. Beliau meminta agar anjing mereka di bawa masuk untuk berteduh.

 

Tentu saja, sikap KH Hasyim Asy’ari membuat Van der Plas bingung. Bukankah orang Islam tidak menyukai anjing? Kenapa malah dipersilahkan masuk, begitu kira-kira pertanyaan dalam benak mereka.

Anjing itu pun dimasukkan ke pondok dan diberikan minum. Kiai Hasyim kemudian menjelaskan kepada utusan Belanda tersebut bahwa umat Islam tidak membenci anjing. Hanya saja, dalam batas-batas tertentu, mereka harus menjauhinya agar tidak terkena najis. Manusia tetap wajib memperlakukan anjing dengan sebaik-baiknya karena dia juga makhluk Tuhan.

Van der Plas tidak punya kesempatan melanjutkan lobinya. Sampai akhirnya dia pamit pulang dengan tangan kosong, sebab Kiai Hasyim tetap kekeuh tidak memberikan restu terhadap perjanjian Linggarjati.

Di pesantren justru ramai karena Hadratussyekh memerintahkan memasukkan anjing ke dalam pondok. Bahkan seorang ustadz bergegas menemui Kiai untuk mempertanyakan sikap beliau terhadap anjing yang dihukumi najis mughalladzah (najis kelas berat).

Dengan bijak, KH Hasyim mengatakan, "Yang menghukumi anjing najis mughalladzah itu kan ahli fiqh. Anjingnya sendiri kan tidak tahu kalau najis." Orang-orang yang ada di tempat kemudian tertawa mendengar penjelasan Kiai.

"Najisnya anjing itu bisa suci dengan air dan debu. Adapun najisnya hati karena mendukung penjajah agar mendapat kekuasaan kembali, itulah yang tidak boleh." lanjut Kiai Hasyim.

Artinya, jika hati dan pikiran para kiai sampai terkontaminasi atau terpengaruh rayuan pemerintah penjajah Belanda maka akan sangat berbahaya, baik bagi umat dan bangsa, maupun pada diri kiai itu sendiri. Karena itu Hadratusyekh menganggap lebih penting membentengi pikirannya ketimbang najisnya anjing. Toh najisnya anjing masih bisa discikan. 

Hikmah dari Kisah Kiai Hasyim Yang Mengasihi Anjing

Perlakuan KH Hasyim terhadap anjing milik utusan Belanda ternyata mebuahkan hikmah. Di kemudian hari, salah satu utusan Belanda datang menemui Kiai Hasyim untuk memeluk agama Islam. Menurutnya, Islam adalah agama yang sangat mulia. Jangankan manusia, anjing yang dianggap najis saja harus tetap diperlakukan dengan baik karena ia juga makhluk Tuhan.

Dari teladan sikap Kiai Hasyim tersebut, kita dapat memahami bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk tidak saling menyakiti siapapun dan apapun. Setiap muslimin harus memiliki sifat kasih sayang dan selalu berbuat baik kepada siapapun. Karena sejak awal, Islam adalah agama yang rahmat lil 'alamin yaitu agama yang damai yang mengajarkan umatnya untuk selalu menebarkan kasih sayang kepada semesta alam, termasuk juga kepada hewan yang merupakan salah satu mahkluk Allah di bumi.

Selain, itu berbuat baik kepada hewan juga merupakan salah satu jalan seseorang untuk mendapatkan pahala dan menjadikan dosa-dosanya gugur terhempas ampunan Allah. Rasulullah dalam sebuah hadits pernah menuturkan suatu kisah tentang seorang pelacur pada zaman Bani Israil yang dosa-dosanya diampuni oleh Allah lantaran kasih sayangnya terhadap anjing yang kehausan.

Hasyim Asy'ari
Hasyim Asy'ari / 6 Artikel

Asal Demak Jawa Tengah. Alumni Ponpes Pasca Tahfiz Bayt Al-Qur'an, Pusat Studi Al-Qur'an asuhan Prof. Dr. Quraish Shihab. Sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: