Tokoh
Kisah Inspiratif dan Ketawadhuan Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi
Setiba di Mesir, barangkali ada yang memiliki rasa pengalaman dan penasaran sama seperti penulis.
Setiap kali menyusuri jalan, berselingan di toko, kedai, kaca mobil bahkan apartemen sewaan, penulis melihat foto seorang lelaki tua berjenggot tipis dan beruban dengan peci putih berbahan katun yang khas, sambil menyimpulkan senyuman manis.
Rasa penasaran penulis semakin menggebu-gebu. Akhirnya tak sungkan bertanya ke kakak kelas tentang siapa tokoh yang wajahnya ada di mana-mana itu.
Dijuluki Imam ad-Du'at, Panglima Para Dai
Beliau adalah Syekh Mutawalli asy-Sya'rawi. Salah satu ulama besar jebolan al-Azhar yang dijuluki sebagai 'Panglima Para Dai'.
Yang menjadikan beliau familiar di tengah masyarakat, dicintai, dihormati, dihargai dan dibangga-banggakan adalah sikap kemanusiaan dan kepeduliannya terhadap sesama, tanpa membedakan ras, suku, budaya dan agama.
Oleh karenanya, tidak heran jika di saat Syekh Asy-Sya’rawi sakit dan dirawat di rumah sakit, seorang pandeta gereja Kristen Mesir menjenguknya dengan rasa hormat, khidmat sekaligus takzim.
Seperti Padi Senantiasa Membumi
Seorang saksi hidup beliau, Syekh Umar Abdul Kafi bercerita sebagai berikut:
Syekh Umar Abdul Kafi suatu ketika pernah ditugasi oleh Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi untuk mendamaikan hubungan suami-istri dari kalangan orang biasa yang sempat bercerai.
Bayangkan, hubungan suami-istri dari kalangan masyarakat biasa itu saja diurusi dan diperhatikan oleh Syekh Asy-Sya'rawi. Bukankah itu bagian dari sikap ketawadluan beliau, mengurusi masalah temeh di kalangan masyarakat biasa?
Seorang istri, merupakan anak dari seorang bapak yang notabenenya juragan minuman keras alias bandar miras.
Seorang bapak berupaya meretakkan hubungan anak putrinya itu agar bisa kembali membantu menyukseskan bisnisnya.
Syekh Umar Abdul Kafi, usai mendengar kronologi gejala gugat cerai itu cukup terhenyak.
Syekh Mutawalli al-Sya'rawi pun mengajaknya agar datang ke rumah suami-istri tadi. Maksud beliau, adalah menaikkan moral Syekh Umar.
Setibanya di depan pintu apartemen, tetiba Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi berpesan agar Syekh Umar Abdul Kafi memperbaharui niat; semata-mata karena Allah.
Sebetulnya, sedari tadi Syekh Umar Abdul Kafi memang sudah berniat seperti itu. Hanya saja ini adalah tugas dari guru beliau. Mau tidak mau harus dilaksanakan.
Baca juga: Mengenang 22 Tahun Kepergian Syekh Asy-Sya’rawi, Didatangi Nabi Jelang Wafat
Sederhananya, Syekh Umar Abdul Kafi melaksanakan tugas ini semata-mata ingin memenuhi hak gurunya.
Kalau bukan karena gurunya, niscaya tidak akan pernah dilaksanakan tugas yang cukup berat ini; mencegah perceraian hubungan suami-istri. Begitu niat Syekh Umar Abdul Kafi dalam hati.
Seketika, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi melempar pandangan ke atas seraya mengatakan: "Abaikan niat baktimu terhadap guru!" Artinya, jangan sampai melakukan tugas ini semata-mata karena gurumu, tapi harus totalitas lillahi ta'ala.
Ternyata, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi mendengar apa yang terbesit di hati Syekh Umar, muridnya itu.
Syekh Abdul Kafi tersentak mendengar kalimat, "Da' Haq al-Syekh" yang diucapkan oleh gurunya. Beliau menyebutnya sebagai karamah Syaikh Asy-Sya'rawi. Mengetahui apa yang belum terucap di lisan.
Seorang Syekh yang Tidak Gila Hormat
Syekh Adnan Ibrahim, seorang pemikir muslim asal Palestina menuturkan bahwa suatu ketika Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi mengisi sebuah kuliah umum di Universitas Kairo, Mesir.
Usai menyampaikan kuliah, seluruh audiens tersihir dan takjub oleh orasi yang disampaikan oleh Syekh Asy-Sya'rawi. Hal itu membuat para audiens berinisiatif memberikan penghormatan tiada tanding kepada beliau.
Dari ruang di mana beliau mengisi kuliah, Syekh Mutawalli al-Sya'rawi diangkat ke atas kepala mereka, sebagai bentuk penghormatan, layaknya seorang raja yang dielu-elukan saat keluar dari istana.
Baca juga: Habib Ali Al-Jufri Jelaskan Alasan Al-Azhar Menjadi Kiblat Ahlus Sunnah
Sorak sorai dan gegap gempita mengiringi Syekh Mutawalli al-Sya'rawi dari ruangan kuliah menuju pintu utama. Namun, beliau tidak gila hormat, saat berada di atas lautan manusia itu beliau tidak merasa bangga dan senang sama sekali, tidak. Justru, saat digotong dan digiring, beliau banyak-banyak beristighfar memohon ampun kepada Allah SWT.
Sesampainya di pintu utama, sebuah mobil bagus sudah terparkir rapi dan siap membawa-antar pulang beliau.
Naas, panitia tidak menemukan Syekh Mutawalli al-Sya'rawi.
Sang anak, yang kebetulan ada di tempat kejadian pun diserbu panitia, bertanya di mana keberadaan Syekh Mutawalli al-Sya'rawi.
"Saya tahu di mana beliau berada,"jJawab sang anak sigap.
Benar saja, anak Syekh Asy-Sya’rawi mendapatkan ayahnya di kamar kecil, menyingsingkan jubah, melepas kopiah dan terlihat sedang membersihkan kakus.
"Apa yang ayah lakukan di sini?"
"Anakku, diam, diamlah anakku!,” kata beliau, “Aku tidak pantas mendapatkan penghormatan seperti tadi. Sunggu aku bukanlah siapa-siapa. aAgar tidak tumbuh rasa bangga di hatiku, aku pun melakukan ini, wahai anakku."
Tidak Gila Jabatan
Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi pernah menjabat sebagai menteri urusan wakaf Republik Arab Mesir. Namun, kedudukan itu tidak menjadikan beliau gila jabatan.
Masih menurut apa yang diceritakan Syekh Adnan Ibrahim, selama menjabat sebagai menteri urusan wakaf, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi tidak pernah sekalipun, sekali lagi, tidak pernah sekalipun duduk di atas kursi jabatan yang disediakan oleh negara tersebut.
Beliau lebih suka dan nyaman duduk di bawah lantai dekat pintu, ditemani dengan tumpukan-tumpukan berkas kerja pemerintah.
Baca juga: Imam Ibrahim Al-Bajuri; Grand Syekh Al-Azhar yang Kitabnya Tersebar di Nusantara
Banyak yang keheranan dan bertanya, mengapa tidak mau duduk di atas kursi jabatan yang telah disediakan.
Alasannya, agar tidak tumbuh rasa ujub sekaligus berbangga diri di dalam hati atas jabatan yang diembannya itu.
Rasa kekhawatiran terhadap penyakit hati itulah yang menyampaikan beliau pada derajat kewalian.
Mengenai sikap membuminya itu, penulis teringat sebuah ungkapan dari Sidi Ibnu Athaillah As-Sakandari, seorang sufi agung asal Alexandria Mesir yang dimakamkan tidak jauh dari kediaman penulis. Beliau berkata:
أدفن وجودك في أرض الخمول فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه
"Kuburlah wujudmu baik-baik di bawah tanah kesederhanaan. Sesungguhnya suatu benih yang tidak dikubur di bawah tanah itu tidak akan pernah tumbuh dan tidak akan bisa panen."
Syekah Asy-Sya'rawi sudah mengubur diri sedalam-dalamnya, tawadhu, rendah hati dan tidak berbangga diri. Tuhan pun mengangkat derajatnya setinggi-tingginya, selangit-langitnya.
Sampai sekarang masyarakat Mesir dan kaum Muslimin pada umumnya mencintai dan menyayangi Syekh Mutawalli Asy-Sya'rawi berkat ketawadhuan dan sifat terpujinya itu. Lahul Fatihah.
Achmad Fauzan Azhima, pemuda asal Banten. Mahasiswa Universitas al-Azhar Kairo Mesir, Fakultas Ushuluddin. Dept. Teologi-Filsafat. Peminat kajian Filsafat, Teologi dan Teosofi. Pernah jadi anak bawang di SASC (Said Aqil Siradj Center) Mesir dalam kajian Historis Islam Klasik.