Buku
Leadership Secrets of K.H. Zubair Muntashor: Istikamah dalam segala urusan
Saya mulai dengan seuntai nasihat yang disampaikan K.H. Zubair kepada Marsiden, santri nonaktif/alumni Pondok Pesantren Nurul Cholil. Nasihat ini terselip di sebuah kisah yang ditulis di dalam buku ini.
"Menjadi manusia itu harus paham akan waktu. Jadi, kalau waktunya makan ya makan, kalau waktunya bekerja ya bekerja, dan kalau waktunya shalat ya shalat. Jangan terlalu ngoyo bekerja sehingga lupa waktu-waktu yang lain."
Awalnya, Marsiden menceritakan latar belakang pesan ini ia dapat. Ia mendapatkannya ketika K.H. Zubair memanggilnya untuk menghadap setelah sekian lama ia tidak sowan karena sibuk bekerja. Sesampainya di pondok pesantren, ia langsung sowan. Saat sowan, K.H. Zubair langsung dauh: "Wajahmu kayak besi, Din!" Setelah itu, barulah Marsiden mendapatkan nasihat yang sangat berharga di atas.
K.H. Zubair Muntashor merupakan anak semata wayang dari pasangan K.H. Muntashor dan Nyai Nadhifah. Beliau lahir pada tahun 1951 di kediaman K.H. Imron bin Syaikhona Kholil. Jadi, beliau adalah cicit dari Syaikhona Kholil Bangkalan, guru K.H. Hasyim Asy'ari dan guru para kiai besar lainnya. Beliau wafat pada 28 April 2024 di Pondok Pesantren Nurul Cholil Bangkalan.
Buku ini ditulis oleh dua orang, Abdus Sakur dan Jakfar Shodiq. Mereka berdua alumni Pondok Pesantren Nurul Cholil. Saya pribadi, sangat berterima kasih kepada mereka berdua karena telah mengobati rasa rindu kepada sang guru dengan terbitnya buku mungil ini. Ya, bisa dikatakan buku ini mungil untuk ukuran buku biografi. Hanya 83 halaman, tidak sampai 100. Sederhananya, buku ini adalah biografi ringkas; biografi K.H. Zubair Muntashor, salah satu cicit Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
Jakfar Shodiq dan Abdus Sakur sebagai penulis nampaknya sangat serius memotret kehidupan K.H. Zubair Muntashor. Hal ini terlihat dari sumber data. Mereka menggali dari palaku sejarah langsung, saksi hidup K.H. Zubair Muntashor. Mulai dari putra-purtri K.H. Zubair, abdi dhalem yang membersamai beliau, alumni sepuh, dan bahkan kisah pribadi penulis ketika nyantri pun dituangkan ke dalam buku mungil ini.
Jadi, walaupun mungil, pembaca akan belajar banyak ilmu dari buku ini. Mulai dari bagaimana putra dari pasangan K.H. Muntashor dan Nyai Nadhifah ini, yakni K.H. Zubair, sangat istikamah dalam segala urusan, kesederhanaan, sosok ayah yang berhasil mendidik 12 putra-putrinya, semangat dakwah, kedekatan kepada santri-santrinya, sampai cuplikan kasih sayang, bukan hanya kepada sesama, tapi juga pada hewan pun sama.
Penulis berhasil mengelola data yang didapat dengan ciamik. Mereka berdua, terkadang membuat semacam penafsiran hikmah yang bisa kita ambil dari kisah kehidupan atau pesan yang disampaikan oleh K.H. Zubair. Artinya, penulis memaparkan kisah yang mereka peroleh dari sumber-sumber yang telah disinggung di muka, lalu penulis gali hikmah-hikmah apa saja yang bisa kita petik dari kisah tersebut.
Metode ini sangat membantu pembaca. di samping hikmah yang pembaca temukan sendiri dari kisah atau pesan tersebut, hikmah-hikmah yang digali penulis terkadang merupakan hikmah yang tidak terpikirkan oleh pembaca. Jadi, pembaca bisa menemukan perspektif lain. Mari kita kembali ke nasihat di atas untuk melihat contohnya.
"Menjadi manusia itu harus paham akan waktu. Jadi, kalau waktunya makan ya makan, kalau waktunya bekerja ya bekerja, dan kalau waktunya shalat ya shalat. Jangan terlalu ngoyo bekerja sehingga lupa waktu-waktu yang lain."
Sengaja saya tulis lagi supaya tidak usah melihat ke atas. Hikmah atau pelajaran apa yang bisa kita petik dari nasihat ini? Tentu banyak sekali. Salah satu hikmah yang penulis petik dari nasihat ini ialah kedekatan sosok kiai kepada santri-santrinya. Sosok kiai yang sangat perhatian kepada santri-santrinya, bahkan kepada santri yang sudah boyong, alumni.
Dilihat dari sisi isi, nampak sekali buku ini jenis biografi perjalanan hidup. Ya, lebih dominan ke situ. Walaupun aspek lainnya juga ada, seperti perjalanan intelektual dan perjalanan karier. Tidak hanya itu, di akhir bab, penulis juga mengungkapkan beberapa karamah-karamah K.H. Zubair, tapi tidak banyak.
Sebab, walaupun masyhur di kalangan masyarakat Madura khususnya Bangkalan bahwa karamah-karamah beliau banyak, tapi tujuan dibuatnya buku ini bukan mengarah ke situ, ingin menguraikannya, tidak. Namun, buku ini dibuat supaya masyarakat mengambil teladan dari kisah perjalanan kehidupan sehari-hari, keteladanan akhlak, keistikamahan, kemurahan hati, dan pelajaran lainnya.
K.H. Zubair dikenal sebagai kiai yang sangat istikamah dalam urusan apa pun. Bahkan, urusan makan pun beliau istikamah. Selama nyantri di PPNC (Pondok Pesantren Nurul Cholil) 14 tahun, saya tidak pernah melihat beliau absen shalat berjemaah awal waktu. Kecuali ketika beliau bepergian ke luar kota atau sedang sakit berat. Ooiya, seperti kedua penulis buku ini, saya sebagai peresensi buku juga nyantri di PPNC. Baru saja saya boyong, baru dapat setahun lebih.
Kembali ke keistikamahan berjemaah, bahkan saat sudah tidak sehat, beliau masih istikamah berjamaah bersama santri-santrinya, walaupun tidak menjadi imam. Iya, pada saat beliau tidak sehat, imam shalat berjamaah adalah putra-putranya; secara bergantian. Sampai akhir hayatnya pun, saat beliau sudah tidak bisa berjemaah dengan para santri, semua santri tahu cerita ini, beliau shalat berjemaah di kamarnya. Imamnya adalah salah satu putra beliau.
Saya pernah dapat cerit dari guru senior. Cerita ini saya dapat ketika kelas Aliyah. Ada satu alumni, yang tidak disebutkan namanya oleh guru saya, saking kagumnya kepada K.H. Zubair dalam konteks keistikamahan, ia ingin mencoba meniru sang guru yang dikagumi. Singkat cerita, ia tidak muluk-muluk, hanya ingin mencoba istikamah minum kopi sambil nyantai pada waktu tertentu. Bukan urusan ibadah, seperti shalat sunah atau ibadah lainnya. Hanya nyantai minum kopi, tapi istikamah.
Akhirnya, ia memulai dengan niat meniru keistikamahan K.H. Zubair. Siapa tahu, ketika keistikamahan ini berjalan baik, akan menular ke amal baik lainnya. Satu, dua, tiga hari masih berjalan dengan baik. Ia istikamah minum kopi sambil nyantai menikmati suasana di depan rumahnya. Akhir kisah, alumni tersebut gagal. Gagal total, tidak bertahan lama.
Ia pun berpikir bahwa istikamah itu sangat sulit dijaga. Dalam urusan minum kopi saja ia masih gagal, yang menurut akal, aktivitas tersebut memang disukai oleh bapak-bapak. Akan tetapi, kalau sudah berurusan dengan istikamah lain cerita. Jadi, tidak heran kalau sosok K.H. Zubair Muntashor dikenal dengan kiai tinggi derajatnya. Selain memang dari keturunan ulama besar, keistikamahan beliau sangat luar biasa. Rasanya, sulit sekali ditiru oleh orang biasa. Hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang yang tinggi derajatnya. Akan tetapi, kita sebagai orang biasa, bisa memulai dengan hal baik kecil yang bisa kita lakukan.
Sebenernya, kalau melihat ke belakang, K.H. Zubair Muntashor menjadi sosok kiai yang kita tahu sekarang, karakter keistikamahan, kealiman, kesederhanaan, kedermawanan, kewaraan, dan akhlak mulai lainnya tidak dapat lepas dari sosok kedua orangtuanya, K.H. Muntashor dan Nyai Nadhifah. Silahkan kalian baca kisah lengkapnya di bab awal dari buku ini. Seperti apa didikan dan amalan yang orang tua K.H. Zubair terapkan. Terlalu panjang kalau saya ceritakan di sini.
Pun kisah-kisah lainnya, perjalanan sukses menjadi sosok ayah yang berhasil mendidik 12 putra-putrinya, rihlah ilmiah ke Pondok Pesantren Sidogiri, keberhasilan menjadikan Pondok Pesantren Nurul Cholil sebagai pondok yang pesat perkembangannya, sosok kiai yang sangat dekat dengan santri-santrinya, kiai yang selalu menjaga kebersihan lingkungan, dan lain-lain. Semuanya dengan jelas terpotret dalam buku ini.
Walhasil, buku mungil tapi keren ini merupakan bacaan yang sangat bergizi dan lezat. Bergizi bagi kehidupan, banyak ilmu yang bisa dipetik dan kemudian kita amalkan, dan lezat sebagai makanan ruh yang bisa membuat semangat kita mengamalkan akhlak-akhlak mulia yang tercermin dari kehidupan K.H. Zubair Muntashor.
Dari lubuk hati yang paling dalam, semoga kita, khususnya santrimu yang sedang meresensi buku ini diakui sebagai salah satu santri-santrinya. Semoga. Amīn yā rabbal 'ālamīn ....
Keterangan Buku:
Judul: Leadership Secrets of K.H. Zubair Muntashor (Pendidik Profesional, Pemimpin Ideal, dan Arsitek Pendidikan)
Penulis: Jakfar Shodiq dan Abdus Sakur
Penerbit: Inteligensia Media, Malang, Jawa Timur
Cetakan I: Juli 2024
Santri aktif Pondok Pesantren Nurul Cholil, Demangan Barat, Bangkalan, Madura. Hobi membaca kitab dan buku yang bermuatan sastra