Artikel

Maqashid Syariah dalam Pendekatan Epistemologi Ilmu Hukum

28 Apr 2021 11:24 WIB
1354
.
Maqashid Syariah dalam Pendekatan Epistemologi Ilmu Hukum

Kehidupan umat manusia tidak terlepas dari peradaban yang terus berkembang sedemikian rupa dengan menyesuaikan waktu dan tempat. Demkian juga dengan aspek  hukum yang terus berkembang, sebagai norma yang mengatur kehidupan manusia di dunia agar tercipta sebuah tatanan hidup yang baik. Epistemologi merupakan salah satu pendekatan dalam filsafat ilmu yang berguna untuk memahami ilmu dari sumbernya.

Epistemologi dalam Ilmu Hukum

Ketika belajar ilmu hukum di fakultas hukum maka terdapat mata kuliah seperti filsafat ilmu dan filsafat hukum. Keduanya merupakan dasar-dasar penting dalam memahami suatu ilmu, dalam konteks ini menyangkut ilmu hukum. Salah satu cabang filsafat ilmu yang memiliki peranan penting dalam memahami suatu kaidah keilmuan adalah menyangkut epistemologi.

Mengutip dari sebuah jurnal, “Epistemologi menunjukan proses mendapatkan materi pengetahuan (ilmah), strukturnya, metodenya dan validitasnya dan menyusunnya menjadi batang tubuh pengetahuan (body of knowledge)”.[1] Selain itu  mengutip pendapat dari Dr. Adian Husaini dalam buku Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam pada intinya menjelaskan bahwa epistemologi sebagai sumber dan bagaimana atau cara manusia dalam memperoleh ilmu.[2]

Dari uraian di atas penulis memiliki pendapat mengenai apa itu  epistemologi, yaitu merupakan suatu cara mendapatkan dan juga memahami ilmu pengetahuan dari sumber-sumber ilmu, dengan menggunakan panca indera dalam diri manusia dan diteruskan ke dalam akal sebagai pengolah untuk menghasilkan suatu pemahaman terhadap suatu objek. Sehingga dalam hal ini, fungsi akal menjadi penting untuk mendapatkan pengetahuan dari sumber-sumber ilmu tersebut.

Dalam konteks ilmu hukum juga tidak terlepas dari bagaimana kerangka epistemologi bekerja, untuk menemukan hukum melalui sumber-sumber hukum serta memahami apa yang menjadi urgensi dari hukum itu sendiri. Harapannya adalah hasil dari penemuan hukum tersebut dapat menghasilkan hukum yang baik karena dilakukan dengan metode yang benar, serta memperhatikan berbagai aspek-aspek  yang menyangkut pembentukan atau penemuan hukum seperti agama, ekonomi, sosial dan budaya. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu hukum tidak berangkat dari ruang hampa, melainkan sudah ada faktor-faktor pembentuk hukum yang harus diperhatikan dengan baik.

Maqashid Syariah dan Dinamika Hukum

Menyambung dari pembahasan diatas, maka dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan mengenai kerangka Maqashid Syariah dalam pendekatan epistemologi. Sebagaimana telah disinggung pada poin pertama, bahwa Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu dan  menempati posisi penting khususnya berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah ilmu hukum.

Perkembangan hukum kontemporer dapat juga dilihat dalam sudut pandang Hukum Islam,di antaranya terdapat konsep Maqashid Syariah atau tujuan syariah yang dapat menjadi rujukan ketika membahas mengenai aspek hukum.

Penulis berpendapat bahwa konsep tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, dan  komprehensif terutama dalam konteks muamalah atau hubungan antar manusia di dunia. Konsep Maqashid Syariah sebagai wujud dari perlindungan hak asasi manusia (HAM) yaitu : agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Berangkat dari konsep inilah kehidupan umat manusia dapat berjalan baik sesuai dengan koridor yang ditetapkan syariah.

Selain itu dalam penerapan Hukum Islam selalu memperhatikan aspek-aspek dimana hukum tersebut berlaku, seperti aspek geografis, sosiologis, dan budaya. Terdapat sebuah pengertian bahwa, antar wilayah, antar masyarakat, maupun antar budaya bukanlah persoalan yang homogen, melainkan persoalan yang bersifat multikutural atau beragam dan sudah barang tentu, memperlukan pendekatan yang berbeda pula untuk memahaminya.

Dari uraian ini penulis berpendapat bahwa hukum yang baik ialah hukum yang dapat mentoleransi perbedaan yang ada, makna toleransi di sini merujuk kepada salah satu sifat hukum, yaitu dinamis dalam menyikapi aspek-aspek kehidupan tanpa harus merubah arti substansif dari hukum itu sendiri.

Oleh karena itu, dalam konteks  Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah tidak semata-mata  merujuk kepada penekanan tekstual dari kaidah yang tercantum, namun juga tetap memperhatikan penekanan kontekstual dari persoalan yang dihadapi.

Dengan demikian, diharapkan dapat mengatasi kekosongan hukum dan menghasilkan apa yang disebut sebagai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum tanpa menyelisihi sumber hukum asalnya. Dalam hal ini penulis berpendapat mengenai pentingnya harmonisasi makna baik tekstual maupun kontekstual.

Dari  uraian di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa epsitemologi sangat berkaitan dengan bagaimana hukum itu ditemukan dan penerapannya, yaitu tetap memperhatikan  aspek ruang dan waktu supaya tidak terjadi benturan mengenai apa yang tertuang di dalam kaidah hukum dengan kenyataan yang ada.

Demikian pula dalam kaidah hukum Islam yang berangkat dari prinsip Maqashid Syariah bahwa penerapan suatu aturan bertujuan untuk melindungi hak setiap manusia, dan juga menciptakan kemaslahatan dalam kehidupan tanpa memberatkan.



[1] Habib Adjie, “Filsafat Ilmu Ilmu Hukum”. Jurnal Hukum Pro Justitia. Oktober 2006, Volume 24 No. 4. Hal. 368.

[2] Adian Husaini, et. al. Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam (Jakarta: Gema Insani, 2013), Hal. 27.

 


Enggar Wijayanto
Enggar Wijayanto / 5 Artikel

Asal Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Sekarang menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Program Studi Hukum Tata Negara. Hobi membaca buku, dan menulis puisi.

Amalia Rahmawati
15 February 2023
<a href="https://all.fh.unair.ac.id/index.php?p=show_detail&id=20807">Maqasid syari'ah</a> merupakan tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hukum, baik yang terkait perintah maupun larangan. Secara etimologi, maslahah sama dengan manfaat dari segi lafal maupun makna. Terima kasih.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: