Artikel
Mencium tangan dalam tradisi Tarekat Syadziliyah
Syaikh Yusri Jabr al-Hasani, seorang ulama al-Azhar yang berprofesi sebagai dokter bedah pernah ditanya tentang kebiasaan beliau membiarkan tangannya dicium oleh para murid dan jamaah. Jawaban beliau, yang terbilang panjang, dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini.
Syaikh Yusri menjelaskan bahwa salah satu ajaran dalam tarekat Syadziliyah adalah mencium tangan sesama Muslim. Tata cara ini unik: kedua pihak saling mencium tangan secara bersamaan. Praktik ini bukanlah hasil karangan semata, melainkan didasarkan pada tuntunan yang jelas dari Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW sendiri sangat demonstratif dalam mengajarkan kesunnahan mencium tangan sesama mukmin. Suatu ketika, beliau menghampiri seorang sahabat pekerja dengan sepasang tangan yang kasar. Rasulullah SAW kemudian mencium tangan pekerja itu seraya berkata, "Ini tangan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya."
Tujuan dari praktik ini adalah untuk mengajarkan umat bahwa mencium tangan mukmin adalah sunnah, dan yang dicium tidak harus lebih saleh atau alim daripada yang mencium.
Syaikh Yusri melanjutkan bahwa mencium tangan adalah laku sunnah yang sangat berkhasiat, terutama dalam memecahkan kesombongan di hati. Bahkan, kesombongan yang tidak bisa dihilangkan oleh seribu bulan ibadah dapat dihancurkan melalui praktik ini.
Namun, ada catatan penting dalam pelaksanaan praktik ini. Mencium tangan, khususnya ala Syadziliyah, memang efektif dalam menghancurkan kesombongan karena dilakukan secara timbal balik, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi. Akan tetapi, praktik ini hanya ideal jika dilakukan dengan 3 hingga 5 orang. Jika dilakukan dengan 70 orang, dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada tubuh.
Syaikh Yusri memiliki pengalaman pribadi terkait hal ini. Pada awalnya, beliau enggan membiarkan tangannya dicium dan selalu menarik tangannya setiap kali ada yang mencoba mencium. Namun, seiring waktu, jumlah santri yang ingin mencium tangan beliau semakin banyak. Setiap kali hendak dicium, beliau terus menarik tangannya, yang akhirnya menyebabkan masalah pada persendian tangannya.
Akibat gerakan menarik tangan yang terlalu sering, beliau harus absen bekerja di rumah sakit selama dua minggu. Dari situ, beliau akhirnya "menyerah" dan membolehkan murid-murid mencium tangannya. "Laa dororo walaa dirooro, daripada saya tidak bisa bekerja, lebih baik tangan saya dicium," ujar beliau.
Dengan penjelasan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna dan praktik mencium tangan dalam tradisi tarekat Syadziliyah serta pengalaman pribadi Syaikh Yusri terkait hal tersebut.
Baca Juga
Adakah dusta yang tidak berdosa?
23 Nov 2024