Ibadah
Mendoakan lawan, Sunnah Nabi yang terlupakan
Dalam Islam, sunnah mendoakan lawan dengan hal-hal kebaikan merupakan ajaran mulia Nabi Muhammad saw yang telah dicontohkan beliau untuk umatnya. Teladan terindah dari Nabi saw ini mengajarkan kita untuk tidak membalas keburukan dengan perbuatan serupa. Melainkan dengan sikap pemaaf, perasaan kasih sayang, dan juga kebaikan.
Banyak riwayat yang menyatakan bahwa Nabi selalu mendoakan kebaikan lawan atau orang yang menzalimi beliau. Di berbagai momen sulit sepanjang hidupnya, beliau menunjukkan sikap yang penuh kasih dan pengertian, meskipun mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan menyakitkan. Salah satu riwayat masyhur adalah ketika insiden penganiayaan terhadap Nabi oleh masyarakat Thaif yang amat melukai fisik dan batinnya.
Dalam misi dakwahnya ke Thaif, Nabi sebelumnya telah berharap bahwa sebagian besar masyarakat yang mempunyai hubungan keluarga dengan Nabi dari ibunya (Ummu Hasyim Atikah binti Abdul Manaf) akan menyambutnya dengan baik. Namun, nyatanya beliau saw. malah disambut dengan penolakan, hinaan, bahkan serangan fisik yang membuat Nabi terluka. Sekalipun mengalami perlakuan buruk, beliau tidak membalas dengan kebencian ataupun perasaan dendam.
Padahal saat itu malaikat jabal menawarkan akan menimpakan bebatuan besar agar kaum pembangkang tersebut binasa, akan tetapi beliau menolaknya dan mengatakan, "Aku hanya berharap kepada Allah, seandainya saat ini mereka tidak menerima Islam, semoga kelak di antara keturunan mereka akan lahir orang-orang yang menyembah dan beribadah kepada Allah."
Nabi Muhammad mengangkat tangannya, berdoa, serta memohon agar mereka dan keturunnya diberikan petunjuk dan hidayah sehingga menerima cahaya Islam. Doa ini mencerminkan sikap mulia dan kepedulian Nabi terhadap keselamatan orang lain, meski mereka telah berbuat zalim.
Selain itu, pada peristiwa lainnya, ketika Nabi saw menghadapi penentangan dari kaum musyrikin Quraisy yang melakukan berbagai macam cara untuk menyakiti beliau dan para pengikutnya. Dalam situasi ini, sahabat meminta Nabi Muhammad untuk mengutuk kaum musyrik. Akan tetapi beliau bersabda, "Sesungguhnya aku diutus bukan untuk melaknat, melainkan aku diutus hanya sebagai rahmat." Nabi kemudian mengangkat tangannya menengadah ke atas langit seraya berdoa, "Wahai Tuhanku ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Muttafaqun 'alaih)
Beliau saw. selalu mendoakan kebaikan bagi mereka yang menentangnya, berharap agar mereka bisa berubah dan menerima hidayah. Hal tersebut menunjukkan betapa dalamnya rasa kasih sayang dan harapan Nabi untuk menyelamatkan orang lain, bahkan ketika mereka adalah musuhnya.
Dari hadist riwayat Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa suatu waktu para sahabat datang kepada Nabi Muhammad dan mengabarkan, "Ya Rasulallah, sesungguhnya suku Daus telah kafir dan membangkang. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah agar mereka mendapatkan kecelakaan". Salah seorang diantara mereka berkata, "Binasalah suku Daus!" Tetapi beliau saw berdoa, "Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kabilah Daus dan kembalikanlah mereka kepadaku!" (HR. Muslim)
Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan ketaatan Nabi terhadap nilai-nilai etika meskipun mengalami perlakuan buruk bahkan menyakitkan. Beliau saw bahkan tidak terpikir dan memiliki keinginan untuk membalas dendam, namun malah memaafkan mereka. Teladan agung lainnya adalah ketika seorang budak bernama Wahsyi didatangkan kepada Nabi. Ia merupakan pembunuh paman Nabi yang sangat dicintainya, Sayyidina Hamzah bin Abdul Muththalib. Ketika itu Wahsyi sudah 'dikuasai' oleh Nabi. Namun, apakah beliau melakukan pembalasan? Tidak, beliau memaafkannya.
Sikap pemaaf dan kelapangan hati yang dimiliki Nabi Muhammad menjadi teladan yang sangat relevan bagi kita saat ini. Ketika menghadapi konflik atau ketidakadilan, kita sering kali merasa tergerak untuk membalas dengan cara yang sama. Namun, bagaimana Nabi membalas perbuatan zalim dengan doa kebaikan ini mengajarkan kita agar membuka hati untuk pengampunan dan mengedepankan kebaikan.
Memang tidak dipungkiri, mendoakan orang yang telah menzalimi kita adalah obat yang sulit dan pahit untuk ditelan. Namun, langkah demikian itu sebenarnya demi kebaikan kita sendiri. Mendoakan lawan bukan hanya bermanfaat bagi mereka, tetapi juga memberikan ketenangan dan kebahagiaan bagi diri kita sendiri. Bagaimanapun, kebencian di hati kita lebih berbahaya bagi diri kita sendiri daripada doa-doa baik yang kita haturkan untuk mereka.
Pada akhirnya, kebaikan yang dipanjatkan melalui doa menjadi cermin karakter kita sebagai umat Islam. Dengan mengikuti teladan Nabi, kita dapat membuka jalan untuk rekonsiliasi dan membangun hubungan yang lebih baik, di mana kedamaian dan kasih sayang mengalahkan kebencian. Di sisi lain, mendoakan kebaikan bagi semua orang, termasuk mereka yang pernah berbuat zalim kepada kita, dapat mengurangi beban emosional yang sejatinya merugikan diri kita sendiri. Wallah a'lam.
Baca Juga
Cara Allah mengabulkan doa hamba-Nya
19 Nov 2024
Mendoakan lawan, Sunnah Nabi yang terlupakan
08 Nov 2024
Qoul Qodim Imam Syafi’i yang boleh diikuti
07 Nov 2024