Artikel

Mengenal Abdul Basith al-Fakhuriy, Gurunya Ulama Lebanon

28 Jul 2020 03:18 WIB
1779
.
Mengenal Abdul Basith al-Fakhuriy, Gurunya Ulama Lebanon

Syeikh Abdul Basith al-Fakhury lahir di kota Beirut pada tahun 1240 H/1824 M. Memulai pendidikan dasar dengan belajar di Kuttab. Kuttab di jazirah Arab adalah sarana pendidikan dasar menulis dan membaca. Namun, seiring zaman mengajarkan ragam keilmuan.

Abdul Basith muda juga talaqqi (belajar ilmu agama secara langsung kepada guru yang tsiqah dan bersanad) beragam bidang keilmuan kepada ayahnya sendiri yakni Syaikh Ali al-Fakhuriy.

Saat Muhaddits (Ulama' Ahli Hadits) Beirut, Syaikh Muhammad al-Hut pulang ke Beirut dari Damaskus, Syaikh Abdul Basith tidak menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut. Ia senantiasa menghadiri majelis-majelis nya di Masjid Jami' al-'Umari al-Kabir.

Menyelami keluasan ilmu sang guru. Mulai dari ilmu tauhid, fiqh, hadits, ushul, tafsir dan lainnya. Semua ilmu ia pahami dan kuasai, terutama fiqh dan hadits.

Syaikh Muhammad al-Hut merupakan guru master dan banyak mempengaruhi alam pemikirannya. Selain itu, beliau juga talaqqi kepada Syaikh 'Abdullah Khalid.

Sewaktu nyantri, Syaikh Abdul Basith termasuk santri yang paling cemerlang di antara kawan-kawannya. Menonjol di banyak bidang keilmuan. Tak heran, sang guru, Syaikh Muhammad al-Hut memberinya ijazah untuk mengisi majelis ilmu di beberapa masjid, di saat usianya yang belum genap dua puluh lima tahun.

Pada tahun 1876 M, beliau mendapat amanah untuk memimpin Darul Fatwa dan amanah itu beliau jalankan hingga akhir hayatnya. Kurang lebih 27 tahun, beliau didapuk sebagai Mufti Beirut.

Syaikh Abdul Basith al-Fakhuriy banyak melahirkan Ulama-Ulama penerus yang hebat. Di antara yang paling masyhur adalah Syaikh Musthafa Naja (penerus beliau sebagai Mufti Beirut), Syaikh Qosim al-Kastiy, Syaikh Muhammad al-Kastiy, Syaikh Musthofa al-Ghulayini pengarang kitab 'Idhatun-Nasyi'in. Murid-muridnya menjadi Ulama' pewaris para Nabi yang menerangi bumi Lebanon.

Pada bulan Sya'ban tahun 1312 H, Sulthan 'Abdul Hamid II menganugerahkan gelar Neisyan Al-Majidiy kepada Syaikh Abdul Basith al-Fakhuriy, sebuah gelar kehormatan tingkat menengah dari Kekhalifahan Turki Utsmani.

Tujuh tahun kemudian, pada tahun 1319 H, Sulthan Abdul Hamid II kembali memberikan gelar kehormatan yang lebih tinggi kepada beliau yakni Bayeh Adernah.

Mengenai Kekhalifahan Turki Utsmani, beliau berkata dalam kitabnya Mukhtashar Tarikh al-Islam halaman 149, "Setelah meneliti dan mendalami lebih jauh sejarah negeri-negeri Islam di masa lampau, saya tidak melihat dan tidak mendengar pemerintahan --setelah Khulafaur Rasyidin-- yang lebih baik dari Daulah Utsmaniyah dalam mengelola dan menjalankan pemerintahan.

Terutama ketundukannya kepada syariat yang mulia, penghormatannya kepada para ulama, para penghafal kitab suci al-Qur'an dan ahlul bait Rasulullah shallallahu alayhi wasallam. Daulah Utsmaniyah senantiasa membantu rakyat yang miskin serta memperhatikan penduduk dua kota suci (Mekkah dan Madinah). Semoga Allah SWT. menguatkan kekuasaan mereka."

Syaikh Abdul Basith al-Fakhuriy senantiasa menghabiskan masa hidupnya dalam berkhidmah kepada Islam dan kaum muslimin.

Waktunya banyak tersita untuk membimbing umat melalui Darul Fatwa dan juga melalui ceramah-ceramah agama yang beliau sampaikan di Masjid al-'Umri al-Kabir. Meskipun demikian, beliau masih sempat meluangkan waktunya untuk menulis beberapa karya berharga dalam beragam disiplin keilmuan.

Di antara kitabnya adalah al-Fatawa (kumpulan fatwa-fatwa), Mashabih at-Thalibin kitab yang berisi tentang biografi para Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam al-Qur'an, al-Kifayah li dzawil-inayah kitab yang berisi ilmu-ilmu agama yang pokok bagi orang mukallaf menurut Madzhab Imam Syafi'i.

Syaikh Abdul Basith al-Fakhuriy juga mengarang kitab Hidayat at-Thalibin wal Mustarsyidin, kitab ini membantah para sufi gadungan yang mengambil thariqah tanpa terlebih dahulu mempelajari pokok-pokok ilmu agama. Karena sufi yang benar adalah sufi yang berpegang teguh pada syariat agama.

Senantiasa menjalankan kewajiban agama dan menjauhi larangannya. Seberapa tinggi derajat seorang sufi, itu tidak akan mengurangi kewajiban yang dibebankan kepadanya seperti shalat lima waktu dan juga tidak menghalalkan perkara yang diharamkan atasnya seperti minum khamar dan zina.

Kitab Tuhfat al-Anam kitab yang menjelaskan sejarah ringkas Islam mulai dari Khulafaur Rasyidin, Daulah Umawiyyah, Daulah 'Abbasiyyah hingga Daulah 'Utsmaniyyah. Kitab al-Majalis as-Sunniyyah kitab yang berisi ceramah agama beliau selama di Masjid al-'Umri al-Kabir.

Dzakhirat al-Labib fi Siirat al-Habib kitab yang menerangkan perjalanan hidup Rasulullah, serta Kitab Nubdzah min Aqwalihi shallallahu 'alayhi wasallam tentang Nasihat-nasihat Rasulullah.

Syaikh Abdul Basith al-Fakhuriy menyadari bahwa dengan menulis, manfaat ilmu menjadi lebih luas. Karena, kitab yang beliau tulis, tidak hanya bermanfaat bagi generasi di masanya.

Namun, juga dinikmati oleh generasi-generasi sesudahnya. Tak hanya dibaca dan dikaji penduduk Beirut, namun kitab-kitab nya juga bisa dijangkau oleh orang di berbagai penjuru bumi.

Diantara nasihat yang beliau sampaikan adalah, manusia itu ada 4 macam: Pertama, Orang yang tahu dan dia mengetahui bahwasannya dirinya tahu, maka dialah orang alim, ikutilah dia.

Kedua, Orang yang tahu dan dia tidak mengetahui bahwasannya dirinya tahu, maka dia bagaikan orang tidur, bangunkanlah dia.

Ketiga, Orang yang tidak tahu dan dia mengetahui bahwasannya dirinya tidak tahu, maka dia harus di arahkan, bimbinglah dia.

Keempat, orang yang tidak tahu dan tidak mengetahui kalau dirinya tidak tahu, maka dia ini setan, jauhilah dia"

Sebagaimana Ulama' Ahlussunnah Wal Jama'ah lainnya, beliau tidak lepas untuk mengajarkan Aqidah Tanziih yakni mensucikan Allah SWT. dari keserupaan makhluk-Nya. Hal itu terlihat dalam beberapa kitab beliau seperti dalam kitab al-Majalis as-Sunniyyah halaman 2:

قال "تنزّه اى الله عن المكان والزمان"

"Allah maha suci dari tempat dan masa".

Dalam kitab yang sama, beliau menjelaskan tentang Aqidah Ummat Islam

قال : "لا ينبغي للإله الواحد الصمد أن يحتوى بمكان هو خالقه بل كان ربي ولا عرش ولا مَلَكٌ ولا سماء ورب العرش واجده وكـل من في مكان فهو مفتقر إلى المكان"

"Tidak layak bagi Allah al-Wahid ash-Shomad untuk bertempat di suatu tempat, karena Dialah Pencipta tempat. Tuhanku ada pada azal dan belum ada 'arsy, malaikat dan langit. Allah, Tuhan Penguasa 'arsy Yang Menciptakan 'arsy. Dan setiap yang bertempat berarti butuh kepada tempat". (al-Majalis as-Sunniyyah halaman 119)

Dalam kitabnya yang lain, al-Kifayah li-dzawil-inayah hal 13 beliau berkata

"ولا يوصف بالكبر ولا بالصغر، وكل ما قام ببالك فالله بخلاف ذٰلك"

"Allah tidak disifati dengan ukuran besar atau ukuran kecil. Apapun yang terlintas dalam benakmu, maka Allah tidak serupa dengannya"

Di dalam kitab tersebut, beliau juga menjelaskan tentang riddah yakni perkara yang menyebabkan seseorang keluar dari Agama Islam

قال : "الردة وهي قطع مكلف الإسلام ولو امرأة بنية (اى اعتقاد) كفر أو فعل مكفر أو قول مكفر سواء قاله استهزاء أو اعتقادا أو عنادا. فمن أنواعها : أن يعزم الإنسان على الكفر أو اعتقد قدم هذا العالم أو عاب نبيا أو ملكا من الملائكة بشيء أو قال اليهود خير من المسلمين، فيكفر ويرتدّ بواحدة من المذكورات. وتجب استتابته في الحال. فإن تاب وأسلم بأن نطق بالشهادتين وأقرّ بما أنكره وتبرأ مما اعتقده أو تلفظ به قبل منه".

"Riddah adalah Memutus Islam yang dilakukan oleh orang mukallaf laki-laki maupun perempuan dengan meyakini keyakinan kufur atau melakukan perbuatan kufur atau mengucapkan perkataan kufur, baik dia mengucapkannya dengan tujuan mengolok-olok, meyakini, atau menentang.

Diantara macam-macam riddah adalah seseorang berniat untuk kufur, atau meyakini bahwa alam semesta ada tanpa permulaan, atau mencela Nabi atau salah satu Malaikat, atau mengatakan "Yahudi lebih baik daripada kaum muslimin".

Orang yang terjerumus dalam salah satu perkara tersebut, maka kufurlah ia dan gugurlah keislamannya. Dia harus di minta bertaubat seketika itu juga. Jika dia bertaubat dan masuk Islam kembali dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, mengakui apa yang ia inkari dan berlepas diri dari apa yang ia yakini atau ia ucapkan, maka diterimalah keislamannya".

Syaikh Abdul Basith al-Fakhuriy wafat pada Jum'at sore tanggal 2 Shafar 1323 H bertepatan dengan 1905 M. Hari meninggalnya merupakan hari berkabung bagi kaum muslimin di Beirut.

Kesedihan mendalam atas meninggalnya Ulama pewaris Nabi. Surat kabar dipenuhi ungkapan belasungkawa. Sementara itu, langit Beirut bergema oleh para muadzin yang mengumumkan kepergian sang Mufti. Benarlah apa yang dikatakan bahwa "Dunia menjadi gelap-gulita sebab wafatnya Ulama".

Syaikh Abdul Bashit al-Fakhuriy di makamkan di pemakaman Bachoura. Tidak jauh dari Downtown, kota tua Beirut. Makam beliau berada di tengah ratusan makam kaum muslimin tanpa ada bangunan khusus di atasnya, sehingga tidak mudah untuk menemukannya.

Ketika ziarah, saya bertanya kepada salah seorang penjaga pemakaman

"Ain qabr syeikh Abdul Bashit al-Fakhuri?" (Dimana makam Syeikh Abdul Bashit al-Fakhuri?)

"Mufti Beirut? owh, hunaka qabr akhdlar fih imamah khadlra'. Enta thullab syari'ah? (Mufti Beirut? Oh, disebelah sana, makam yang berwarna hijau dan ada sorban hijau dimakamnya. Kalian mahasiswa syari'ah kan?)

"Na'am. Syukran ya sayyidi" (Benar. Terimakasih, tuan"

"Ala raasi. Allah yanfa' bikum al-Muslimiin" (sama-sama. Semoga Allah menjadikan kalian bermanfaat bagi kaum muslimin)

"Aamiin"

Dan benar, makam beliau berwarna hijau, dan di nisannya ada replika sorban hijau sebagai tanda kebesaran ilmu beliau.

Untuk menghargai peran dan jasa besar beliau terhadap kaum muslimin di Lebanon, salah satu jalan di Beirut diberi nama sesuai nama beliau yakni Jalan Syaikh 'Abdul Basith al-Fakhuriy. Jalan yang terletak di kompleks Darul Fatwa ini menghubungkan antara Jalan Imam Asy-Syafi'i dan Jalan Ar-Rasyidin.

Bachoura, 5 Syawwal 1440 H

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: