Tokoh
Menuntut sanad sebelum menuntun umat, inspirasi Tuan Guru Husnuddu’at
Sekitar tahun 1956, di sebuah kampung bernama Batu Bangka, tepatnya di Desa Jenggik Kecamatan Terara, lahirlah seorang ulama Nusantara asal Lombok Timur Nusa Tenggara Barat (NTB), ialah Tuan Guru Husnuddu'at.
Nama kecil beliau kala itu adalah Sukarni lalu diubah menjadi Sukarnawadi, di mana Nawadi dimaksudkan sebagai akronim dari Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah, sebuah madrasah induk yang digagas mahaguru beliau di Nusa Tenggara.
Nama Husnuddu'at pun diluncurkan seusai melaksanakan rukun Islam kelima. Dan karena Husnuddu’at mengandung arti sebaik-baik da’i, tentu saja diniatkan sebagai doa agar kelak menjadi da’i yang sukses menebar kebaikan bagi umat dan bangsa.
Sejak tahun 1969, Tuan Guru Husunuddu’at mulai nyantri di Pancor, terkhusus di Ma’had Darul Qur’an wal Hadits (MDQH) yang diasuh langsung oleh pendiri Nahdlatul Wathan (NW), TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Atas prestasi yang membanggakan bagi sang guru, beliau diutus ke Makkah pada akhir 1976 dan mulai intens mengaji kepada Musnid Dunia, Syekh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadani hingga lebih dari 15 tahun lamanya.
Berbagai ijazah sanad keilmuan pun berhasil diraihnya, ditambah dengan ijazah ‘ammah dari TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang memang bersahabat karib dengan Syekh Yasin al-Fadani. Bahkan di tahun 1979, Tuan Guru Husnuddu’at sempat memperoleh ijazah sanad keilmuan dari Syekh Hasan bin Muhammad al-Massyath, mahaguru dari TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Oleh karena ketekunan serta ketulusan dalam menimba ilmu-ilmu keislaman dari para ulama bersanad, juga kerendahan hati yang mengiringi kecerdasan tinggi, Tuan Guru Husnuddu'at mendapat kepercayaan istimewa dari Syekh Yasin al-Fadani untuk mengajar di Madrasah Darul Ulum Makkah selama lebih dari 10 tahun (1979-1990).
Walau demikian, kegigihan menggali ilmu dan memburu sanad tidak kunjung surut dari jiwa dan raga, sehingga majelis-majelis ta'lim di kota Makkah, tak terkecuali di Masjid al-Haram, senantiasa beliau ikuti bahkan tekuni. Maka banyaklah sudah ulama terkemuka dunia yang telah menurunkan ijazah-ijazah ‘ammah maupun khasshah kepada beliau di pelbagai bidang keislaman. Antara lain, Syekh Zakaria Bila, Syekh Ismail Zain, Sayid Abdullah al-Ghimari, Sayid Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Ahmad Zabarah, Sayid Hamid al-Kaf dan ulama-ulama besar lainnya. Atas dasar itulah Tuan Guru Husnuddu’at mendapat sanjungan khusus serta perhatian spesial dari TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, sehingga seringkali dikedepankan untuk berceramah rutin di Musholla al-Abror Pancor setiap pagi Jum’at maupun dalam momen-momen besar semisal ulang tahun Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI).
Tidak hanya mengajar di Darul Ulum Makkah, suami dari santriwati terbaik MDQH Pancor pada masanya itu juga memiliki pengalaman berkarir yang panjang di Bidang Urusan Haji Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Arab Saudi.
Hampir 30 tahun lamanya (1978-2007) berkhidmat penuh melayani para tamu Allah dari bumi Nusantara. Wakil Kepala Daerah Kerja (Wakadaker) Makkah adalah jabatan terakhir beliau di bidang tersebut sebelum memutuskan pulang ke Indonesia. Dan meski sangat lama merantau di negeri King Saud, hal itu tidak sekali-kali membuat beliau lupa kepada orangtua, saudara dan kerabat di kampung halaman sana. Kedua orangtua beserta kedua mertua beliau diberangkatkan haji, disusul saudara-saudara dan ipar-ipar juga dibiayai seutuhnya untuk terbang ke tanah suci memenuhi rukun Islam kelima.
Sebagai salah satu media dakwah dan sarana berbagi ilmu pengetahuan, sejumlah karya tulis pun mulai berluncuran. Buku Meluruskan Bid'ah adalah karya terpenting dari Tuan Guru Husnuddu'at yang sekaligus menjadi skripsi beliau di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor hingga di tahun 2000 meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag.).
Mula-mula, Meluruskan Bid’ah disusun sebagai tanggapan atas Drs. H. Abdul Qadir Ma’arif yang mengklaim secara tertulis bahwa apa yang telah membudaya di tubuh NW dipenuhi praktik-praktik bid’ah yang sesat. Tuan Guru Husnuddu’at tentu tidak diam begitu saja, melainkan langsung menyanggahnya dengan sebuah karya ilmiah yang padat dalil naqli serta fatwa-fatwa ulama.
Karya-karya bermanfaat Tuan Guru Husnuddu’at lainnya, baik berbahasa Arab maupun Indonesia, antara lain berjudul Kesaktian Shalawat, Mukjizat Air Zamzam, Ridlol Walidain, 40 Kekasih Allah, Puncak Munajat, Penyakit Zaman, Tempat-Tempat Mustajab, Kisah Mu’az bin Jabal, Berkat ZIS Rezeki Tak Kunjung Habis, Shalah al-Umur, Li Kulli Hadats Hadits, Dawa' al-Qulub, Tahqiq al-Amani, Naf' al-'Ibad, Nail al-Barakat dan lain-lain.
Tiga karya spesial di antaranya telah dikhususkan semata-mata untuk mengarsipkan sanad-sanad keilmuan yang dahulu diterima dari Musnid Dunia, Syekh Muhammad Yasin al-Fadani maupun ulama-ulama bersanad lainnya. Tentu tersirat di baliknya sebuah pesan berharga bahwa tradisi mengaji ilmu-ilmu keislaman dengan memperhatikan sanad keilmuan yang jelas adalah sangat urgen untuk dilestarikan, terlebih di akhir zaman di mana banyak bermunculan ustadz-ustadz gadungan!.
Selepas pulang ke Tanah Air dan menetap di Lombok, Tuan Guru Husnuddu’at mulai fokus mengajar di MDQH Pancor, sembari merintis dan mendirikan Pondok Pesantren Ridlol Walidain di kampung kelahiran beliau yang meliputi jenjang TK, MI, MTs serta MA. Nama Ridlol Walidain sendiri memberi isyarat bahwa kunci rahasia keberhasilan Tuan Guru Husnuddu’at maupun ulama-ulama lain pada umumnya tiada lain kesungguhan dalam berbakti serta memburu ridho kedua orangtua.
Selain berkiprah di ranah pendidikan, kesempatan berdakwah lewat politik pun tidak terlewatkan. Atas saran serta dukungan serius dari Tuan Guru Bajang (TGB), Dr. KH. M. Zainul Majdi, M.A. selaku Gubernur NTB ketika itu, maka Tuan Guru Husnuddu'at terpilih sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB periode 2009-2014.
Sampai di sini, tampak jelas bahwa ketokohan Tuan Guru Husnuddu'at di berbagai bidang sudah tidak dapat diragukan. Beliau adalah seorang ulama, musnid, da'i, penceramah, guru, pegawai, penulis, konsultan ormas Islam, pimpinan pondok pesantren dan juga politisi kompeten yang patut dijadikan teladan. Tegas dan humoris sama-sama menonjol dari pribadi beliau yang penuh kebersahajaan. Tak kenal takut dan tak pandang bulu bila untuk sebuah kebenaran.
Bahkan, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Wathan itu juga diakui sebagai Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah serta pengamal Thariqah Dusuqiyah sekaligus pakar ilmu hikmah serta ahli wirid yang tak pernah terlihat berhenti memutar tasbih siang dan malam.
Di tengah-tengah kesibukan beliau yang teramat padat, tak terhalang sedikitpun untuk menghabiskan setidaknya sepuluh ribu kali bacaan shalawat dalam 24 jam. Dan sejumlah amalan sehari-hari beliau lainnya telah dituangkan dalam buku Puncak Munajat yang tentunya diperoleh dari ulama-ulama terkemuka serta wali-wali terdepan.
Akhirnya, menjelang subuh Senin, bertepatan dengan pagi Idul Adha 1437 H., dan di tengah-tengah kejayaan luar biasa dalam menahkodai Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi NTB, Tuan Guru Husnuddu'at menerima jemputan rahmat untuk melepas rindu dengan Sang Penciptanya Subhanahu wa Ta'ala.
Bagi banyak orang, terlalu cepat rasanya beliau meninggalkan dunia, namun telah banyak pula amal kebaikan yang diperbuat sepanjang hidupnya, baik untuk keluarga, umat maupun bangsa. Tidak sedikit juga yang menuturkan bahwa beliau sungguh beruntung, karena dua putra beliau telah matang dan siap meneruskan perjuangan mulia. Kedua putra dimaksud ialah Dr. TGH. Sholah Sukarnawadi, Lc., M.A. dan Dr. TGH. Abdul Aziz Sukarnawadi, Lc., M.A., dua dari enam bersaudara yang seluruhnya lahir di kota suci Makkah dan kini proaktif berdakwah dengan sanad keilmuan mengikuti jejak sang ayah tercinta.
Demikian biografi singkat sang Tuan Guru Husnuddu’at. Teriring doa semoga menjadi inspirasi sarat makna, terkhusus bagi para penuntut ilmu dari generasi Y, Z dan Alpha!
Ketua Pengurus Wilayah Dewan Ulama Thariqah Indonesia (DUTI) Prov. NTB periode 2019-2022 dan Pembina Pondok Pesantren Ridlol Walidain Jenggik Lombok Timur.