Ibadah
Najis-najis yang disepakati ulama mazhab
Sebelum melakukan ibadah shalat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mushalli (orang yang melakukan shalat). Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak melakukan shalat ialah suci dari hadas dan najis.
Dalam literatur fikih, najis ditinjau dari bentuknya terbagi menjadi dua: najis hakikat dan hukmiyah. Najis hakikat ialah setiap sesuatu yang dianggap jijik (kotor) yang dapat mencegah ke-sahan shalat sekiranya tidak ada rukhsah dari syariat. Sedangkan najis hukmiyah ialah hal yang tak kasat mata yang ada pada anggota badan yang dapat mencegah ke-sahan shalat sekiranya tidak ada rukhsah. Hal tersebut mencakup hadas kecil yang dapat hilang dengan berwudhu dan hadas besar yang dapat hilang dengan mandi jinabah.
Sedangkan ditinjau dari pendapat ulama, najis terbagi menjadi yang muttafaq ‘alaiha (disepakati oleh ulama mazhab) dan mukhtalaf fiha (yang diperdebatkan oleh ulama mazhab). Berikut penulis sebutkan najis-najis yang disepakati oleh ulama mazhab yang diambil dari kitab “al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu” Juz I hal 150 karya syekh Wahbah al-Zuhaili.
Syekh Wahbah al-Zuhaili menyebutkan ada 9 najis yang disepakati oleh ulama mazhab:
Pertama, daging babi. Babi dihukumi najis meski disembelih sesuai dengan syariat, karena ia dihukumi najis lewat nash al-Qur’an. Oleh karenanya, seluruh daging dan anggota bagiannya seperti rambut, tulang, kulit yang meski disamak dihukumi najis.
Kedua, darah. Darah manusia selain yang mati syahid dan darah hewan selain hewan air, yang terpisah dari hewan yang masih hidup ataupun telah mati, ketika keluar dalam keadaan mengalir dan banyak. Hal tersebut mengecualikan darah orang yang mati syahid selagi belum terpisah darinya, darah ikan, hati dan limpa, darah yang tersisa pada otot hewan setelah disembelih selagi tidak mengalir, darah kutu, nyamuk meski banyak menurut mazhab Hanafiyah.
Ketiga, kencing, mutahan dan tahi manusia. Kecuali air kencing anak laki-laki yang masih menyusu (berumur 2 tahun), maka cukup dengan memercikkan air padanya meski tergolong najis. Begitu juga dihukumi najis, air kencing, tahi serta mutahan hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya kecuali kencingnya burung, tikus serta kelelawar menurut mazhab Hanafi. Karena tidak memungkinkannya untuk menjaga dari hal-hal tersebut. Oleh karenanya, keduanya dimaafkan pada baju dan makanan tidak pada wadah air.
Keempat, khamar (arak). Khamar dihukumi najis menurut kebanyakan ahli fikih, berdasar firman Allah pada surat Al-Maidah ayat 90. Meski sebagian ahli hadits mengatakan bahwa khamar itu suci. Khamar di sini mencakup segala benda cair yang memabukkan menurut mayoritas ulama dan pendapat yang mu’tamad dari kalangan Hanafiyah.
Kelima, nanah. Nanah atau darah yang rusak, dihukumi najis karena merupakan darah yang berubah bentuk.
Keenam, madzi dan wadhi. Madzi sendiri ialah air yang berwarna putih, bening yang keluar (dari kelamin) ketika bergejolaknya syahwat. Sedangkan wadhi ialah air yang berwarna putih, keruh yang keluar setelah kencing atau ketika membawa beban berat. Keduanya sama-sama dihukumi najis.
Ketujuh, daging bangkai hewan selain hewan air yang darahnya mengalir, baik yang dapat dimakan dagingnya maupun tidak. Seperti bangkai anjing, kambing, kucing dan yang lainnya.
Kedelapan, daging hewan yang tidak boleh dimakan serta air susunya.
Kesembilan, bagian yang terpisah atau terpotong dari hewan yang masih hidup juga dihukumi najis, seperti kaki, telinga dan yang lainnya kecuali rambut dan yang senada dengannya.
Demikian, najis yang disepakati oleh ulama mazhab.
Wallahu a’lam
Alumni Khas Kempek, Cirebon. Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.