Artikel

Puasa Asyura Bersanad ke Nabi Musa?

28 Aug 2020 07:00 WIB
1675
.
Puasa Asyura Bersanad ke Nabi Musa?

Pada tahun 1203 SM, masa itu, Fir'aun Merneptah; anak ketiga belas dari 162 anak Ramses II dalam masa jabatan. Fir'aun inilah yang menjadi titik fokus dakwah Nabi Musa. Meskipun saya pernah mendengar senior yang ahli dalam sejarah, bahwa sebetulnya nabi Musa mendakwahi dua Fir'aun. Dan menurut kabar yang beredar, Fir'aun yang menerima nabi Musa di istana berbeda dengan Fir'aun yang ditenggelamkan. Saya belum bisa memastikan.

Fir'aun Merneptah sudah berada dalam keangkuhan yang maksimal. Penduduk Mesir semakin fanatik dalam menentang Nabi Musa. Hasrat untuk menindas dan membunuh kaum nabi Musa semakin meningkat. Mereka sudah menyaksikan berbagai kejadian yang sulit dinalar oleh manusia, namun tidak sedikitpun hati mereka bergeming.

Tekanan yang diberikan oleh Fir'aun kepada rakyatnya untuk mencegah rakyatnya beriman sangatlah keras. Tekanan ini tergambar dalam firman Allah: "Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Firaun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Yunus 83).

Klimaksnya, Fir'aun mengaku sebagai Tuhan. Nabi Musa mengumpulkan pengikutnya. Memberikan mereka nasihat dan kekuatan untuk tetap tangguh, dan terus bertawakal kepada Allah.

Tidak berlangsung lama, untuk mempersiapkan azab yang akan turun, Allah menurunkan wahyu agar pengikut nabi Musa membangun rumah dengan gaya yang berbeda dengan yang lainnya. Ini bertujuan untuk mempermudah menyampaikan info pada waktu yang mendesak.

Hari demi hari, waktu ke waktu. Nabi Musa dan pengikutnya terus bertawakal, berusaha menghibur diri dan menunggu perintah selanjutnya. Akhirnya Nabi Musa berdoa agar Allah memperlihatkan azabnya kepada mereka. Dalam Tafsir Ibn Katsir: Ibn Juraij berkata bahwa antara doa dan turunnya azab sekitar 40 tahun.

Setelah menunggu waktu yang lama, akhirnya Allah memberikan izin kepada nabi Musa untuk pergi meninggalkan Mesir menuju Syam. Fir'aun yang mengetahui kepergian nabi Musa, amarahnya seketika memuncak. Pada saat itu Fir'aun langsung menyiapkan pasukan untuk mengejar Nabi Musa.

Fir'aun pun berhasil mengejar nabi Musa. Keadaan yang tidak mendukung, nabi Musa terjebak didepan lautan. Para pengikut nabi Musa mulai resah dan takut akan ditangkap. Nabi Musa pun berusaha untuk menenangkan dan mengingatkan bahwa Tuhan selalu bersama kita dan Dia akan memberikan petunjuknya.

Dalam keadaan yang sangat mencekam, Allah turunkan Wahyunya: "Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (QS. Asy-Syu’araa 63).

Setelah nabi Musa memukul tongkatnya, laut pun terbelah. Semua pengikut nabi Musa melewatinya dengan selamat. Setelah semua sampai ke tepian selanjutnya, pasukan Fir'aun Masi berada ditepi sebelumnya.

Ketika sudah dipastikan semua kaum nabi Musa selamat, nabi Musa ingin mengembalikan laut seperti semula, namun Allah berfirman: "Dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan.” (QS. Ad-Dukhaan 24).

Fir'aun dan pasukannya sudah berada ditengah lautan. Dengan rasa sombong yang tinggi, Fir'aun berkata: "lihatlah, lautan tunduk kepadaku, kita akan menangkap Musa dan Harun beserta kaumnya".

Dalam kesombongan itu, Allah perintahkan nabi Musa untuk memukul tongkatnya agar lautan kembali seperti semula. Dan akhirnya Fir'aun dan pasukannya tenggelam, tidak ada yang selamat.

1850 tahun kemudian, Ketika nabi Muhammad datang ke Madinah, Beliau mendapati para Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Rasulullah bertanya kepada mereka, "hari apa ini yang kalian jadikan waktu untuk berpuasa?"

Para Yahudi menjawab, "ini adalah hari yang agung, pada hari ini Allah selamatkan nabi Musa, dan Allah tenggelamkan Fir'aun. Kemudian nabi Musa berpuasa pada hari ini dalam bentuk syukurnya".

Kemudian Rasulullah bersabda: "Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian." Kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. (HR. Muslim no: 2658).

Riwayat Puasa Asyura

Dalam riwayat Imam Muslim, hadits yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah bahwa puasa hari Asyura dapat menghapus dosa satu tahun sebelumnya.

Jika kita melihat puasa Sunnah sebelumnya; yaitu puasa Arafah. Kita mendapati bahwa puasa Arafah Menghapus Dosa 2 tahun, sedangkan puasa Asyura hanya satu tahun, kenapa seperti itu?.

Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Turmusi dalam Hasyiahnya atas Minhaj al-Qawim berkata:

و الحكمة في كون يوم عرفة يكفر سنتين و عاشوراء يكفر سنة أن الاول من خصائصنا بخلاف الثاني

Artinya: hikmah dari puasa Arafah dapat menggugurkan dosa dua tahun dan Asyura hanya setahun adalah karena Arafah ada termasuk dari keistimewaan umat nabi Muhammad, berbeda dengan puasa Asyura.

Setelah menjelaskan ini, Syekh Mahfudz at-Turmusi menyinggung ucapan sekolompok ulama yang menyatakan hikmah dari besarnya pahala ini adalah bahwa puasa Arafah adalah puasanya Nabi Muhammad (muhammadi) sedangkan Asyura puasanya nabi Musa (musawi).

Syekh Mahfudz at-Turmusi menjawab: "Hikmah yang disebutkan sekolompok ulama itu terjadi kontradiksi terhadap apa yang disampaikan beberapa ulama yang lain; bahwasanya puasa Asyura pernah dilakukan oleh nabi Nuh. Aku (syekh Mahfudz) pernah melihat dalam kitab jami' ash-Shagir bahwa para nabi yang lain juga melakukan puasa Asyura. Tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah:

صوموا يوم عاشورا، يوم تصومه الانبياء

Artinya: berpuasalah pada hari Asyura, hari yang para nabi berpuasa didalamnya.

Imam al-Azizi berkata: "hadits ini sanadnya shahih."

Melihat keutamaan yang begitu luar biasa, rasanya sangat sayang jika event besar ini dilewatkan begitu saja. Sekadar berpuasa satu hari dengan ganjaran yang begitu agung, alangkah baiknya puasa Asyura ini kita laksanakan. Semoga Allah memberi pertolongan. Amiin.

Fahrizal Fadil
Fahrizal Fadil / 76 Artikel

Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: