Esai
Sejauh apa urgensi ijazahan sanad di zaman sekarang?
Pemandangan yang tidak asing saat melihat majelis yang diimingi ijazah sanad akan sangat ramai dihadiri, bahkan tempat yang tersedia pun tidak akan muat untuk menampung jamaah.
Tapi di sudut yang lain, majelis ilmu yang membaca kitab dengan cara yang detail pada tiap kalimatnya, mengupas setiap sisi pembahasannya, akan diikuti oleh sedikit peminat. Ya karena mungkin akan lama selesainya, tidak sekali duduk selesai baca.
Fenomena ini tidak terjadi di satu tempat saja. Di Indonesia, maupun Kairo, saya melihat hal yang sama. Ini bukan berarti memberikan penilaian miring untuk orang yang hadir di majlis pemberian ijazah, ya. Toh saya salah satu peminatnya.
Tapi begini, ada beberapa hal yang menurut saya perlu disampaikan. Karena beberapa orang salah menafsirkannya. Seperti stigma yang muncul bahwa orang yang telah mendapatkan ijazah sanad itu sudah dianggap alim, hebat, bersanad, dll.
Lalu ungkapan Abdullah Ibnu Mubarak dijadikan sebagai landasan utamanya. “Sanad adalah bagian dari agama. Seandainya bukan karena sanad, maka sembarang orang akan bicara tentang agama dengan materi yang sesukannya."
Pertanyaannya, apakah sanad yang dimaksud oleh Abdullah Ibnu Mubarak itu sanad Ijazahan seperti masa sekarang? Yang bahkan sanad itu bisa kita dapatkan dengan hadir di majlis terakhir lalu mengucapkan qabilna? Saya rasa, kandungan ucapan Abdullah Ibnu Mubarak itu sangat penting dalam persoalan agama, tidak mungkin didapatkan dengan mudah.
Namun sebelum mulai dibahas, penting untuk membedakan beberapa artian sanad. Karena makna sanad ini sekarang sudah bercampur aduk, antara sanad ijazah dengan sanad belajar, atau dengan bahasa lain, sanad riwayah dan sanad dirayah. Syekh Usamah Al-Azhari di kitab Asanid Al-Mishriyyin memberikan garis bawah terhadap perbedaan ini agar tidak tercampur aduk.
Sanad belajar itu tidak masuk ke pembahasan ini. Ini pasti sangat penting. Belajar dengan guru yang pernah belajar dengan guru yang terus bersambung hingga kepada sahabat yang pernah belajar kepada Rasulullah. Sanad ini terus terjaga dan menjadi kekhususan umat Nabi Muhammad.
Adapun sanad riwayat yang menjadi topik dari ucapannya Abdullah Ibnu Mubarak itu sangat penting pada masanya. Pada masa-masa hadits belum sepenuhnya dibukukan, dan masih mengandalkan hafalan setiap periwayatannya.
Dulu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di Muqaddimah kitab Shahihnya, para salaf jika mendengar hadits Rasulullah, mereka akan fokus menyimak, bahkan banyak di antara mereka yang menangis. Tapi semenjak banyak orang yang melenceng dari ajaran islam yang sesungguhnya, mereka akan bertanya tentang darimana informasi hadits itu didapat? Bahasa haditsnya: Sammi Lana Rijalakum (sebut nama orang yang memberikan kamu informasi). Jika orangnya terpercaya maka haditsnya akan diterima, jika tidak, maka haditsnya mereka tolak.
Masa riwayat ini terus berlanjut hingga para Imam dalam ilmu hadits mulai membukukan riwayat hadits setelah menyeleksi sanad-sanadnya sesuai dengan buku apa yang ingin disusun.
Setelah hadits-hadits itu beserta sanadnya selesai dibukukan, maka kini masa meriwayatkan hadits sudah selesai, dan masuk ke masa meriwayatkan kitab-kitab hadits. Di masa ini, tugas sanad riwayat menjaga agar kitab-kitab yang dibaca tidak berubah dan sesuai dengan apa yang ditulis oleh penulisnya dahulu. Atas dasar ini, kita akan melihat di kertas manuskrip kitab-kitab turats ada lembaran khusus yang berisi masmu'at, yaitu lembaran yang berisi sanad pemilik naskah yang berisikan info sanad milik gurunya, orang yang hadir di majlis tesebut dan biasanya ada tanggal kapan majlis diadakan.
Di sela-sela masa ini, banyak ulama yang mengumpulkan sanad-sanadnya dalam buku yang biasa kita kenal dengan nama Atsbat atau Fihris yang berisikan sanad kitab-kitab hadits, ilmu alat, kitab fiqih, dan kitab-kitab lainnya. Orang yang memiliki sanad yang tinggi serta keilmuan yang mumpuni, biasanya akan menjadi Poros sanad di Negaranya. Misal di Mesir yang menjadi pusat sanadnya adalah Syekh Muhammad Al-Amir Al-Kabir dalam kitab tsabatnya yang berjudul Sadd Al-Arab min Ulum Isnad wa Al-Adab. Maka kebanyakan sanad ulama Mesir saat ini, akan melalui sanad beliau.
Nah di masa kita saat ini, hadits sudah terkumpul rapi dalam kitab yang disusun ulama terpercaya dengan sanad yang sudah diteliti dan diberikan keterangan hukum haditsnya. Ada Shahih Bukhari hingga Musnad Imam Ahmad bin Hambal. Kemudian kitab hadits juga sudah dicetak dengan cetakan terbaik setelah melakukan perbandingan ketat dengan banyak manuskrip.
Maka kini tugas sanad riwayat di zaman kita, menyambungkan sanad ke penulis tsabat, atau ulama yang mengumpulkan sanad dalam buku tersebut. Dan terus menjaga agar sanad tersebut terus ada.
•••
Sampai sini kita akan faham, bahwa tujuan sanad riwayat berbeda dari masa ke masa, dan makin ke sini, urgensi sanad riwayah makin sedikit. Sebab tujuannya kini hanya sebatas penyambung berkah, dan menjaga agar silsilah itu tetap ada. Fungsinya tidak lagi mengecek keabsahan suatu riwayat melalui setiap periwayatnya seperti masa tabi'in atau masa sebelum hadits dibukukan, tidak juga menjaga manuskrip dari penyelewengan seperti masa hadits setelah dibukukan namun masih berbentuk tulisan tangan. Kini riwayat sanad hanya sebatas penyambung keberkahan.
Oleh karena itu, sanad riwayah di zaman ini, bukanlah topik pembicaraan Abdullah Ibnu Mubarak. Yang ia maksud adalah sanad di masanya, saat hadits belum dibukukan. Sanad merupakan bagian agama, karena jika tanpa sanad orang akan berbicara tentang Rasulullah seenaknya tanpa ada bukti.
Syekh Sa'id Mamduh mengatakan:
ليس معنى أن الإسناد من الدين، هو رفعُ الأسانيدِ للفهارسِ والأثباتِ، بل المقصودُ في المقامِ الأوَّل والأخير رفعُ الإسنادِ منْ أصحابِ المصنَّفاتِ الحديثيَّةِ المسندةِ منْ صِحاحٍ وسننٍ ومسانيدَ وكتبِ التاريخِ المسنَدةِ، والفوائدِ والأجزاءِ المجرَّدةِ وغيرِها إلى النبيِّ صلى الله عليه وآله وسلم وغيره.
“Makna Sanad adalah bagian dari agama, bukan meriwayatkan sanad kepada kitab Tsabat dan Fihris, tapi maksud dari ucapan itu adalah riwayat sanad oleh para penulis kitab hadits di masa lalu seperti kitab-kitab Shahih, Sunan, Musnad, Kitab Sejarah, dan Ajza, hingga Rasulullah”
•••
Perlu diketahui juga, tidak ada keterikatan antara pemilik sanad riwayah dengan keilmuan. Seringkali kita akan menemukan orang yang berbangga memiliki sanad kitab ini dan itu, atau ijazah ini dan itu, tapi sama sekali tidak menguasai fiqih atau bahkan tidak menguasai hadits.
Karena fungsi dari ijazah sanad, adalah izin untuk meriwayatkan, bukan legalisasi pemiliknya menjadi seorang yang berilmu. Guru-guru saya dalam ilmu riwayat hadits bahkan ada yang seorang apoteker dan insinyur, namun ia memiliki sanad hadits yang tinggi karena pernah mendapatkan ijazah dari ulama besar di masanya. Jangan heran dengan ini, karena sekali lagi, ijazah riwayat maknanya hanya sebatas izin untuk meriwayatkan.
Tidak jarang pula, kita akan menemukan tokoh yang mengumpulkan antara sanad yang tinggi, dengan pengetahuan yang mendalam.
Contoh yang sangat masyhur, adalah Musnid Dunya Syekh Yasin Al-Fadani. Sanad beliau sangat tinggi dan banyak. Berbarengan dengan, penguasaan beliau terhadap keilmuan sangat dalam. Ini dibuktikan dengan karya-karya beliau pada setiap cabang keilmuan, mulai dari Syarah Hadits, Mantiq, Ilmu Wadh, Ilmu Isytiqaq, dan ilmu lainnya.
Atau zaman dulu, ada Syekh Islam Zakaria Al-Anshari. Wa Ma Adraka Syekh Islam Zakaria Al-Anshari. Sanad beliau sangat lah bagus, dibukukan dalam tsabat beliau yang ditulis oleh Imam Al-Sakhawi.
Berbeda dengan sanad dirayah, yang mana murid telah lama mulazamah dengan sang guru, lalu Gurunya memberikan izin kepada si murid untuk mengajar. Sanad ini baru yang memiliki legalitas keilmuan untuk mengajar.
Adapun hanya sebatas memiliki sanad riwayat, maka tutuplah mata kalian jika ia membahas keilmuan.
•••
Saran saya, jika masih muda, baiknya jangan menghabiskan waktu hanya untuk mengumpulkan ijazah dan sanad. Coba gunakan waktunya untuk belajar ilmu alat, fiqih, hadits, dll.
Jangan sampai kesibukan mencari sanad yang mana sebagian ulama mua'shir menyebutnya sebagai penyedap ilmu, bukan inti dari ilmu, melalaikan untuk mencari inti ilmu yang sesungguhnya. Untuk mentahqiq masalah dan menjawab syubhat.
Selintas teringat kisah Imam Ahmad bin Hambal yang pernah melewatkan majlis riwayat Hadits yang dihadiri oleh Sufyan bin Uyaynah dan lebih memilih duduk bersama Imam Syafi'i. Saat ditanya mengapa beliau meninggalkan majlis riwayat dan lebih memilih duduk bersama Imam Syafi'i, beliau menjawab:
اسكت فإن فاتك حديث بعلو تجده بنزول فلا يضرك في دينك ولا في عقلك أو فقهك، وإن فاتك عقل هذا الفتى أخاف ألا تجده إلى يوم القيامة، ما رأيت أحداً أفقه في كتاب الله تعالى من هذا الفتى القرشي.
“Sudah, diam saja. Jika kamu kelewatan riwayat Hadits dengan sanad yang tinggi, kamu akan mendapatkannya dengan sanad yang rendah, dan itu tidak akan membahayakanmu, tidak pada agamamu, atau pemahamanmu. Tapi jika kamu melewatkan pemahaman pemuda ini (maksud beliau Imam Syafi'i), aku takut kamu tidak menemukanya hingga hari kiamat. Aku tidak pernah melihat seseorang lebih faham tentang Al-Quran melebihi pemudah ini yang berasal dari Quraish.”
Uniknya, di masa itu sanad Hadits sedang berada di posisi yang penting. Namun belajar dan pemahaman yang baik lebih penting. Lalu bagaimana di masa sekarang saat ijazah riwayat tidak sepenting dulu? Maka belajar berada di posisi yang tak tergantikan pentingnya.
Namun jika sekiranya ada majlis riwayat, dan Kyai atau Syekh yang hadir pemiliki sanad yang tinggi, jangan sampai terlewat dan tidak hadir. Tapi usahakan hadir demi menjaga silsilah sanad tetap berlangsung hingga hari kiamat.
Saya tidak sama sekali menilai miring terhadap majlis riwayat. Karena sekali lagi, saya termasuk peminat majlis tersebut. Tapi menjadi sangat disayangkan jika ambisi santri-santri muda hanya sanad riwayat dan membanggakannya di hadapan teman-teman seolah ia telah menjadi orang alim.
Dulu waktu saya ke rumah ahli Hadits Mesir, Syekh Rif'at Fauzi Abdul Muthalib untuk meminta ijazah riwayat Hadits, beliau mengatakan yang maknanya kurang lebih begini:
“Ijazah yang kalian dapatkan ini adalah biji, jika kalian tidak siram dengan ilmu pengetahuan maka ia bukanlah apa-apa. Belajarlah dan jangan hanya sibuk mengumpulkan ijazah."
Minggu, 15 Januari 2023.
Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.
Baca Juga
Kerangka talfiq dalam tatanan bermazhab
31 Oct 2024