Fatwa
Suami melarang istri mengunjungi orang tuanya, bolehkah?
Sementara istri terkadang masih dibayangi larangan pergi dari rumah tanpa seizin suaminya. Jika misalnya dia ingin mengunjungi kedua orang tuanya, bolehkah si suami melarangnya?
Pertanyaan seputar hukum suami melarang istri mengunjungi kedua orang tuanya dijawab secara panjang lebar oleh Darul Ifta (Lembaga Fatwa) Mesir.
Dalam laman resminya, Mufti Agung Mesir Profesor Dr. Syauqi Allam mengatakan bahwa tujuan mutlak dalam Islam pada pernikahan adalah menciptakan rasa tenteram, belas kasih dan sayang bagi kedua belah pihak. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
Hubungan suami istri dibangun berdasar dari keseluruhan hak-hak dan kewajiban yang saling berkelindan di antara kedua belah pihak. Hal itu menjadi parameter keberlangsungan sebuah rumah tangga, keeratan hubungan, dan landasan keharmonisan.
Pernikahan pada mulanya bertujuan membangun kemuliaan dan nilai-nilai kebaikan. Hubungan mereka tidak hanya dipintal dari hak-hak dan kewajiban saja, di samping itu masih banyak hubungan-hubungan lain yang telah ditetapkan oleh syariat. Satu contoh, seorang perempuan memiliki hak memperoleh pertemanan dan perlakuan yang baik dari suaminya sebagaimana istri memiliki kewajiban menaati suaminya.
Salah satu hak yang begitu krusial dilakukan demi kokohnya kebaikan dan terjalinnya kasih sayang adalah seorang istri mengunjungi kedua orang tuanya, saudara, dan sanak kerabatnya. Pada tahap ini, adalah hak suami memberikan izin kepada istrinya untuk ihwal tersebut.
Baca juga: Suami Larang Istri dengan Dalih Perintah Nabi
Sebagaimana dalam sunah nabi yang menganjurkan seorang perempuan mendapatkan izin dari suaminya untuk keluar bersosialisasi, beribadah, dan pergi ke masjid untuk salat.
عن ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ» متفقٌ عليه
Dari Ibnu Umar ra berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Jika istri kalian meminta izin pada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka." (Mutafaq Alaih)
Kebolehan mendapatkan izin yang berkaitan dengan keperluan syar’i menjadi hak paten bagi seorang istri, sementara hal-hal lain yang menyangkut tujuan menyebarkan kebaikan bagi seorang istri menjadi lebih utama.
Konteks seperti ini sudah pernah terjadi pada zaman dulu, seperti yang dialami pada beberapa istri Nabi yang mendapatkan izin ketika hendak berkunjung ke rumah orang tua atau sanak saudaranya.
Ibnu Bathal dalam kitab Syarah Shahih Bukhari menjelaskan sebagai berikut:
قال العلامة ابن بطال: [فى هذا الحديث: دليل على جواز خروج النساء لكلِّ ما أبيح لهنَّ الخروج فيه من زيارة الآباء والأمهات وذوي المحارم والقرابات، وغير ذلك مما بهنَّ الحاجة إليه، وذلك في حكم خروجهنَّ إلى المساجد] اهـ. في "شرح صحيح البخاري" (7/ 364، ط. مكتبة الرشد)
“Berkata Al-Allamah Ibn Bathal: Dalam hadits tersebut terdapat yang menunjukkan kebolehan seorang istri mengunjungi suatu tempat yang boleh dikunjungi olehnya, seperti mengunjungi rumah orang tuanya, sanak saudaranya, dll selama hal itu masih dalam kepentingannya. Status hukumnya sama seperti seorang istri mengunjungi masjid. (Syarh Shohih Bukhori, 7/364, Cetakan Maktabah Ar-Rusyd)
Dalam kutipan tersebut Ibnu Bathal mengulas dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah tentang apa yang terjadi kepada Sayyidah Saudah binti Zam’ah. Atas kejadian tersebut Allah swt. langsung menurunkan kabar kepada Rasulullah dalam kitab Shahih Bukhari bab nikah:
قَدْ أَذِنَ اللَّهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ ] ص:249 [
“Sungguh Allah telah benar-benar mengizinkan kepada kalian (istri-istri) untuk keluar karena keperluan-keperluan kalian (istri-istri).” (Shahih Bukhari [Hal. 249])
Berdasarkan uraian tersebut, istri memiliki hak mengunjungi orang tuanya atau sanak saudaranya selama masih dalam batasan-batasan tertentu selama tidak meninggalkan kewajiban dan hak-haknya sebagai pasangan suami-istri.
Yang paling utama dari kewajiban suami adalah memberikan hak istri tanpa menghalanginya. Begitu juga hak suami agar istri tetap menjaga marwah suami. Disyariatkannya hak-hak suami-istri dalam agama Islam bertujuan untuk mengatur kehidupan pernikahan yang berprinsip atas dasar kasih sayang, pertalian cinta dan belas kasih. Bukan sebaliknya, intimidasi, perselisihan, dan saling mengekang.
Asas-asas itulah yang dijadikan fondasi dalam kerekatan rumah tangga, karena mampu menegakkan nilai-nilai kebaikan dalam membangun kehidupan pernikahan yang kokoh.
Wallahu ‘Alam.
Pernah belajar di Universitas al Azhar, Cairo, Mesir. Sekarang aktif mengajar ngaji anak-anak.
Baca Juga
Apakah ahli waris wajib membayar hutang pewaris?
23 May 2024