Artikel

Syekh Syahawi jawab stereotip dan kesalahpahaman tasawuf

13 Aug 2024 08:48 WIB
990
.
Syekh Syahawi jawab stereotip dan kesalahpahaman tasawuf Syekh Abdul Aziz al-Syahawi, Mahaguru ulama mazhab Syafii Mesir.

Syekh Abdul Aziz Asy-Syahawi, seorang ulama mazhab Syafi’i di Mesir menegaskan bahwa lebih dari sekadar mengurus penampilan dan memutar tasbih, tasawuf justru lebih banyak mengajarkan tentang adab dan etika manusia terhadap Penciptanya, Allah.

Mursyid Tarekat Syahawiah-Burhamiyah Mesir itu menegaskan bahwa tasawuf adalah kewajiban pribadi setiap muslim dan memerlukan bimbingan seorang syekh.

“Tasawuf tidak keluar dari ajaran Al-Quran dan Sunah,” kata Syekh Syahawi dalam talkshow di salah satu stasiun televisi Mesir, Al-Hayat.

Tidak ada ajaran dari tasawuf melainkan diambil dari ajaran Rasulullah dan petunjuk beliau. Siapa pun yang ingin memahami tasawuf dapat merujuk buku-buku terkait, seperti Risalah Qusyairiyah, yang merupakan referensi bagi mereka yang ingin memahami ilmu tasawuf.

Syekh Syahawi melanjutkan bahwa tidak ada penyimpangan dari Al-Quran dan Sunah dalam majelis zikir dan pertemuan tasawuf. Mengingat Allah mutlak dilakukan setiap orang baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring.

Tasawuf pada dasarnya adalah tentang adab dan ilmu, seperti halnya ilmu-ilmu lainnya yang memiliki prinsip-prinsip masing-masing. Tasawuf adalah ilmu untuk mengenal keadaan jiwa manusia, memperindah akhlak baik, dan menjauhi akhlak buruk.

Jalan menuju Allah harus melibatkan syariat dan hakikat. Menurut Syekh Syahawi, buah dari tasawuf adalah tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, tasawuf berarti tobat, kerelaan (rida) dan zuhud dengan melepaskan hati dari keterikatan duniawi.

 “Dengan fikih dan tasawuf, hamba akan mencapai Allah, bukan hanya salah satunya,” ujar Mahaguru ulama mazhab Syafi’i Mesir itu.

Pada ayat Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’inu, (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan), terdapat perhatian pada syariat dan hakikat. Menyembah Allah adalah syariat, sedangkan mohon pertolongan dari Allah adalah hakikat.

Mengapa tasawuf sering disalahpahami dan dipandang negatif?

Syekh Abdul Aziz Asy-Syahawi tidak menampik adanya stereotip negatif yang kadang dilekatkan kepada tasawuf. Menurut beliau, hal itu lebih disebabkan oleh beberapa orang yang mengaku sebagai pengikut tasawuf hanya menjadikan tasawuf sebagai atribut atau identitas, sementara akhlak dan adab yang diajarkan para sufi tidak dimiliki atau dijalankan oleh mereka.

“(Akibatnya) mereka yang ingin menempuh jalan tasawuf sering merasa tidak nyaman dan mengalami kesulitan, padahal tasawuf adalah bagian dari ilmu agama,” ungkap beliau.

Syekh Abdul Aziz Asy-Syahawi juga menyinggung perihal kebiasaan-kebiasaan kaum sufi seperti menggunakan tasbih, memakai cincin, ziarah ke makam ahlul bait atau orang-orang saleh yang kerap dipahami keliru oleh mereka yang tidak mengerti.

Beliau mencontohkan, orang-orang Mesir sangat mencintai Ahlul Bait (keturunan Rasulullah). Di Mesir juga terdapat banyak makam dzurriyah Nabi. Makam-makam mereka tidak pernah sepi peziarah.

Syekh Syahawi mengatakan bahwa tabaruk (mengambil berkah) dari Ahlul Bait tidak lebih dari mengunjungi makam mereka. Ini bukan syirik atau pelanggaran syariat.

“Kita tidak menyembah mereka, tidak salat untuk mereka, tidak zakat untuk mereka, tidak sujud untuk mereka, dan tidak berpuasa untuk mereka. Yang kita lakukan hanyalah mencari berkah dari keturunan Rasulullah. Sangat menyedihkan jika seseorang menjauh dari Sayidina Husain. Barang siapa yang ingin masuk surga, Sayidina Husain adalah pemimpinnya, dan Ahlul Bait seperti kapal Nabi Nuh; siapa yang menaikinya akan selamat, dan siapa yang menolak akan binasa,” terang beliau.

Beliau mengutip pernyataan Sayidah Zainab, “Wahai penduduk Mesir, kalian telah melindungi kami, semoga Allah melindungi kalian. Kalian mencintai Ahlul Bait dan mendapatkan berkah dari mereka.”

Syekh Abdul Aziz Asy-Syahawi menambahkan bahwa Imam Asy-Syafi’i menganjurkan kepada siapa pun yang ingin menempuh jalan para wali (kekasih Allah) agar bertobat dengan memenuhi syarat-syaratnya dan selalu melakukan introspeksi diri (muhasabah).

Abdul Majid
Abdul Majid / 125 Artikel

Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: