Artikel
Tradisi Memungut Kertas di Jalan Bertuliskan Asma Allah
Hampir mayoritas umat Muslim di Indonesia sangat hormat dan mengkultuskan tulisan Arab, karena identik dengan mushaf al-Qur’an. Baik tulisan itu merupakan sebuah buku agama atau sekedar kertas biasa dengan kalimat-kalimat Arab yang bahkan tidak ada ayat tertulis di dalamnya.
Keadaan demikian pertama sebab mereka diajarkan oleh para kiai untuk selalu hormat pada kitab, utamanya mushaf al-Qur’an. Kedua, sang Kiai dan santri menjadi teladan bagi masyarakat yang buta bahasa Arab sehingga apapun yang berbahasa Arab dikultuskan, sampai-sampai sangat dihindari untuk dibuat bungkus makanan sebagaimana umumnya kertas loak koran, Majalah atau Buku.
Hal ini menjadi kearifan lokal Muslim Nusantara yang kesehariannya tidak menggunakan bahasa Arab dalam mu‘āmalah insāniyyah (bersosialisasi) dan māliyyah (bertransaksi). Prasangka baik mayoritas Muslim Nusantara akan semua tulisan Arab adalah ayat al-Qur’an, Hadis atau ajaran Syariah membuat mereka mengkultuskan lembaran-lembaran bertulis kalimat Arab agar tidak sampai dihinakan, terinjak atau dibuat bungkus makanan.
Kearifan yang mentradisi ini terjaga sebab pendidikan pesantren dan pengajian-pengajian Kiai yang senantiasa mengingatkan untuk memuliakan tulisan Arab, baik itu ayat, Hadis atau sekedar kata pendek bertulis Asma Allah. Dahulu kala mondok, kebanyakan kita para santri mendengar cerita kiai atau ustadz tentang adanya seorang santri yang menemukan selembar kertas bertulis asma Allah swt. kemudian santri tersebut memuliakan dengan memungut tulisan tersebut untuk disimpan di saku bajunya. Atas tindakannya ini, si santri mendapat kemuliaan dengan menjadi kiai dengan pengaruh besar.
Cerita ini disinyalir bersumber dari kitab Sharḥ al-Qushayrī li Asmā’ Allāh al-Ḥusnā atau Risālat al-Qusyayriyyah. Ibnu Hawazin al-Qusyayri sang pengarang kitab menuliskan bahwa ada seseorang bernama Basyar bin al-Haris, yang dahulunya biasa berjalan dengan beralas kaki seperti pada umumnya orang, namun di kemudian hari dia gemar berjalan tanpa alas kaki sampai akhir hayatnya.
Peristiwa ini diawali saat dia menemukan selembar sobekan kertas bertuliskan nama Allah, maka dipungutlah olehnya kertas tersebut, dibersihkan dan dia mengeluarkan uang sedirham (uang tersisa dan terakhir yang dimilikinya saat itu) untuk membeli wewangian agar dapat diusapkan pada kertas tersebut supaya baunya menjadi harum. Di saat tidur, dia bermimpi mendengar suara:
يا بشر، طيبت اسمي لأطيبن اسمك فِي الدنيا والآخرة
“Wahai Basyar, kamu telah harumkan nama-Ku, maka demi keagungan dan kebesaran-Ku, akan AkU harumkan namamu di dunia dan akhirat.”
Sejak saat itu beliau dikenal dengan Basyar al-Ḥāfī (si telanjang kaki). Saat ditanya alas an berjalan tanpa alas kaki, beliau menjawab:
الأرض بساطه، وأنا أكره أن أباشر بساطه بواسطة بينه وبين قدامى
“Bumi ini merupakan hamparan-Nya, dan saya tidak suka menyentuh hamparan-Nya dengan ada perantara antara hamparan itu dan kedua kakiku.”
Dalam Risālat al-Qusyayriyyah selanjutnya disampaikan, bahwa suatu ketika Basyar al-Ḥāfī yang telah menjadi figur yang shaleh, alim nan warak bermimpi bertemu Rasulallah saw. Dalam mimpinya, beliau bersabda:
يا بشر، أتدري لَمْ رفعك اللَّه من بَيْنَ أقرانك
“Wahai Basyar, kamu tahu tidak kenapa Allah mengangkat (derajat)mu melebihi teman-temanmu?”
Beliau menjawab tidak tahu. Lalu Rasulullah saw. bersabda:
باتباعك لسنتي , وخدمتك للصالحين , ونصيحتك لإخوانك ومحبتك لأَصْحَابي , وأهل بَيْتِي، وَهُوَ الَّذِي بلغك منازل الأبرار
“Sebab kamu mengikuti sunnahku, sebab khidmahmu pada orang-orang shaleh, nasehatmu pada teman-temanmu, cintamu pada para sahabat dan keluargaku. Semua itulah yang mengantarmu hingga mencapai derajat al-Abrār (orang-orang terpilih yang gemar melakukan kebajikan karena Allah).”
Sebagai fadā’il al-a‘māl ada Hadis riwayat sayyiduna Ali bin Abi Thalib ra. bahwa Nabi saw. bersabda:
فمن رفع كتاباً من الأرض فيه اسم من أسماء الله رفع الله اسمه في عليين وحط عن والديه -يعني العذاب- وان كانا من المشركين
“Barangsiapa memungut tulisan di atas tanah di mana dalam kertas tersebut ada nama Allah, maka Allah akan mengangkat nama orang tersebut dalam golongan yang tinggi serta Allah akan meringankan siksa bagi kedua orangtuanya walaupun kedua orangtuanya orang musyrik.”
Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.
Baca Juga
Adakah dusta yang tidak berdosa?
23 Nov 2024