Artikel
Ulama al-Azhar jelaskan urgensi penggunaan akal dalam ilmu akidah
Universitas Imam Syafi’i Yaman memulai acara Muktamar Internasional Pertama pada Sabtu 05 Agustus 2023 dengan menghadirkan ulama Al-Azhar As-Syarif, Syekh Dr. Jamal Faruq Ad-Daqqaq sebagai pemateri pertama.
Seminar kali ini dilangsungkan di panggung utama dengan disaksikan ratusan orang yang hadir. Tak henti-hentinya, para tamu undangan pun terus berdatangan demi menyaksikan dan menyerap ilmu dari sosok ulama Azhar yang berkarismatik tersebut.
Syekh Dr. Jamal Faruq Ad-Daqqaq adalah pakar dalam bidang ilmu akidah dan ilmu kalam dari al-Azhar Mesir. Beliau menguasai 10 riwayat Qira’at Al-Quran sekaligus dari jalur yang berbeda-beda. Beliau termasuk sosok yang menguasai berbagai macam ilmu sejak mulanya, telah meminum inti sari murni berbagai pemahaman dan menguasai benar lautan ilmu Aqli dan Naqli.
Dalam seminarnya, beliau memperkenalkan terlebih dahulu apa itu yang dimaksud dengan akal. Menurutnya, setidaknya ada lebih dari 100 definisi ulama mengenai pengertian dari akal itu sendiri. Sebab, akal itu laksana nahkoda yang menuntun jasad melakukan sesuai apa yang tersirat di dalamnya.
Kemudian beliau memaparkan kembali pengertian disiplin ilmu akidah dan ilmu kalam menurut kacamata Islam. Ilmu akidah menempati kedudukan yang amat tinggi dalam agama Islam, bahkan ilmu akidah atau ilmu kalam ini lebih didahulukan ketimbang ilmu syari’at.
Setidaknya ada 5 intisari yang bisa diambil dari seminar kali ini, di antaranya:
1. Adanya pencipta (Allah swt) alam semesta beserta isinya yang tidak mungkin diperoleh kecuali dengan dalil Aqli, karena dalil Aqli lebih dahulu daripada dalil Naqli, dan dalil Naqli tidak bisa digunakan ketika berbicara dengan non-Muslim.
Adapun jika kita lebih jeli dan teliti lagi dalam memahami konteks ayat Al-Quran yang ditunjukkan kepada orang-orang kafir, maka kita temukan bahwa itu adalah dalil Aqli, Allah berfirman: “Maka tidakkah kamu berfikir?,” “Maka apakah kamu tidak memikirkannya?”
2. Pencipta alam semesta beserta isinya hanya satu dan mustahil berjumlah banyak.
3. Mempercayai Rasul (utusan Allah), demikian itu bergantung pada pembetulan dalil Aqli dengan keabsahan risalah yang dibawa Rasulullah Saw, dan hal itu memerlukan mukjizat sebagai bukti yang kuat.
4. As-Sam’iyyat (Ilmu pendengaran), terdapat ilmu akidah yang tak dapat dicapai oleh Akal, akan tetapi diperoleh dari khabar (berita) seperti Surga dan Neraka. Akal tidak mampu mencapai hal tersebut karena sesungguhnya hal itu terbatas dari pemikiran manusia.
Dan perkara-perkara Sam’iyyat (Ilmu pendengaran) tidak boleh bertentangan dengan Akal karena hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Tidak pernah ditemukan nash syar’i membantah Akal, adapun jika terdapat hal yang samar pada keduanya maka sungguh orang tersebut masih diselimuti dengan kebodohan.
5. Keimanan seseorang akan ke-Esaan Allah swt, dan ke-Esaan adalah perkara Akal, Allah swt telah berfirman dalam Al-Quran,
لو كان فيهما آلهة إلا الله لفسدتا
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentunya keduanya itu telah rusak binasa.” (QS. Al-Anbiya’: 22)
Menurut ulama ahli kalam, ayat ini merupakan bukti kuat yang menentang akan adanya tuhan selain Allah swt.
Di akhir seminar, Syekh Dr. Jamal Faruq Ad-Daqqaq menutupnya dengan menukil perkataan tokoh pembaharu Islam, Imam Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali yaitu,
العقل لا يهتدي إلا بالشرع، والشرع لا يتبين إلا بالعقل
“Akal pikiran tidak bisa mendapat (cahaya petunjuk) kecuali dengan syari’at, dan syari’at tidak menjadi jelas kecuali dengan akal.”
Oleh sebab itu, keberadaan Allah swt tidak bisa diketahui dengan akal. Dan akal laksana lentera sedangkan syari’at laksana minyak yang menjadi bahan bakar dari lentera itu sendiri.
Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.
Baca Juga
Adakah dusta yang tidak berdosa?
23 Nov 2024