Tanya Jawab
Wajibkah menghilangkan najis sebelum memandikan jenazah?
Wajibkah menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum memandikan jenazah?
Jawaban pertanyaan di atas, secara garis besar, bisa kita jawab dengan teks yang ada dalam kitab Sullamu at-Taufîq di bawah ini:
غسل الميت وتكفينه والصلاة عليه ودفنه …أن قال أقل الغسل إزالة النجاسة وتعميم جميع بشره…إلى الخ
“(Merawat jenazah hukumnya wajib), mulai dari memandikan, mengkafani, menyolati, dan kemudian menguburnya. ...(kewajiban memandikan jenazah tersebut) paling minim (dalam kewajibannya) adalah menghilangkan najis (terlebih dahulu) dan meratakan semua kulit (badan jenazah) dengan air.”
Imam Nawawi al-Bantani, dalam Mirqâtu Shu’ûdi at-Tashdîq, menjelaskan bahwa kewajiban menghilangkan najis dalam teks di atas berpijak pada 2 pendapat.
1. Pendapat yang disahihkan oleh Imam Râfi’i.
2. Pendapat sebagian ulama yang berkesimpulan bahwa dalam konteks mandi junub bagi orang hidup dan konteks memandikan jenazah merupakan konsep yang berbeda.
Alasan kenapa berbeda, adalah karena dalam konteks memandikan jenazah harus sehati-hati mungkin. Caranya, dengan mewajibkan sempurna dalam proses menyucikan jenazah. Berbeda dengan mandinya orang yang masih hidup.
Lalu, Imam Nawawi al-Bantani melanjutkan pemaparannya, versi Imam ar-Ramli, bahwa dalam proses memandikan jenazah tidak diwajibkan untuk menghilangkan najis terlebih dahulu. Artinya, pendapat Imam ar-Ramli memang terkesan berbeda dengan pendapat yang di atas. Khilâf ini, secara implisit tertuang dalam Mirqâtu Shu’ûdi at-Tashdîq di bab “jenazah”.
Jika kita merujuk ke kitab Is’âdur Rafîq, yang juga salah satu syarah (penjabaran) Sullamu at-Taufîq, karya Syekh Muhammad bin Salim bin Sa’id, memberi semacam penafsiran bahwa yang dimaksud kewajiban “menghilangkan najis” di teks matan tersebut adalah najis ‘ainiyyah (najis yang ada bentuk, bau, atau rasanya).
Sedangkan, apabila najis hukmiyyah (najis yang tidak terdapat tiga sifat yang telah disebutkan), atau ‘ainiyyah tapi dengan satu basuhan air sudah hilang sifat najisnya, maka dalam memandikan jenazah cukup dengan langsung dimandikan. Artinya, tidak ada kewajiban menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum memandikan jenazah jika najisnya hanya berupa najis hukmiyyah.
Melihat uraian konsep Syekh Muhammad bin Salim ini, kurang lebih sama dengan di bab “mandi junub”. Syekh Ibnu Qâsim dalam bab “mandi junub” menjelaskan bahwa terdapat khilâf (perbedaan pendapat) dalam konteks ini. Perbedaan pendapat tersebut ketika berupa najis hukmiyyah. Imam Râfi'i mewajibkan menghilangkan najis terlebih dahulu, dan Imam Nawawi tidak mewajibkan. Khilâf ini tidak terjadi ketika berupa najis ‘ainiyyah.
Jadi, ranah khilâf-nya itu hanya terjadi ketika najis hukmiyyah. Kalau ‘ainiyyah, antara Imam Râfi'i dan Nawawi, sepakat wajib dihilangkan terlebih dahulu. Lebih jelasnya bisa kita lihat di Fathul al-Qarîb. Kemudian dibahas secara detail oleh Syekh Ibrahim Bajuri di Hâsyiah al-Bâjûri. Syekh Ibnu Qâsim menguraikan:
وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه أي :المغتسل وهذا ما رجحه الرافعي وعليه فلا يكفي غسلة واحدة عن الحدث والنجاسة، ورجح النووي الإكتفاء بغسلة واحدة منهما، ومحله ما إذا كانت النجاسة حكمية أما إذا كانت عينية وجبت غسلتان عندهما
Artinya: “(kewajiban/fardhu yang kedua bagi orang yang mandi junub) adalah menghilangkan najis yang terdapat di badannya (sebelum memulai mandi junub). Kewajiban ini pendapat yang diunggulkan oleh Imam Râfi’i. Berpijak pada pendapat Imam Râfi’i ini, maka tidak cukup hanya membasuh satu kali mewakili dua tujuan, satu untuk menghilangkan hadats junub, dan dua untuk menghilangkan najis. Namun demikian, Imam Nawawi menyatakan cukup; satu basuhan untuk dua tujuan (tanpa menghilangkan najis terlebih dahulu).
Perbedaan pendapat ini, jika najisnya tersebut berupa najis hukmiyyah. Adapun najis ‘ainiyyah, keduanya (Imam Rafi’i dan Imam Nawawi) sepakat wajib dihilangkan terlebih dahulu sebelum melaksanakan mandi junub.
Kesimpulan
Setidaknya, jika melihat pemaparan di atas, ada tiga pendapat:
Pertama, pendapat Imam Râfi’I dan sebagian ulama yang membedakan antara bab jenazah dan mandi junub (dijelaskan di bab jenazah) yang berkesimpulan bahwa menghilangkan najis terlebih dahulu sebelum memandikan jenazah hukumnya wajib. Artinya, hilangkan dulu apabila ada najisnya, baru setelah itu proses memandikan jenazah. Alasannya, sebagaimana uraian paling atas.
Kedua, pendapat Imam Ramli yang menyatakan tidak wajib menghilangkan terlebih dahulu. Dijelaskan oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Mirqâtu Shu’ûdi at-Tashdîq fi Syarhi Sullamu at-Taufîq.
Ketiga, pendapat Imam Râfi’I dan Imam Nawawi. Mereka berdua sepakat wajib dihilangkan terlebih dahulu apabila najis ‘ainiyyah. Adapun apabila najisnya berupaya hukmiyyah, mereka berbeda pendapat juga. Seperti yang telah disebutkan oleh Imam Ibnu Qâsim.
Referensi:
- Mirqâtu Shu’ûdi at-Tashdîq fi Syarhi Sullamu at-Taufîq.
- Is’âdur Rafîq.
- Hâsyiah al-Bâjûri.
- Hâsyiah al-Bujairamî ala al-Khathîb.
- Al-Majmû’ Syarah al-Muhaddzab.
Santri aktif Pondok Pesantren Nurul Cholil, Demangan Barat, Bangkalan, Madura. Hobi membaca kitab dan buku yang bermuatan sastra