Artikel

Etika Seorang Muslim Menghadapi Musibah

06 Aug 2021 08:09 WIB
1239
.
Etika Seorang Muslim Menghadapi Musibah

Berita duka sering terdengar di masa pandemi, pun demikian berita tentang yang sakit. Himpitan ekonomi akibat pembatasan mobilitas masyarakat oleh pemerintah juga tak jarang terdengar sehingga melahirkan keluhan-keluhan yang tak jarang menjadi status Medsos seseorang yang kita kenal.

Kehidupan ini hanya sementara dan Allah swt. sudah menyatakan bahwa dalam kesulitan ada kemudahan (QS. al-Insyirah [94]:5-6). Pernyataan Yang Maha Benar Allah swt. tersebut bahkan terulang dalam dua ayat suci al-Qur’an, apa kita dustakan?!

Tidak bersabar akibat musibah sakit, sulitnya ekonomi atau tekanan hidup lainnya tak jarang menyulut keluhan dan keinginan untuk segera mati. Kita harus ingat bagaimana Quzman bin al-Harits yang syahid di medan Uhud justru masuk neraka sebab ia tidak sabar dengan luka yang diperolehnya di medan perang dan mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Akibat tindakannya ini, Baginda Nabi Muhammad saw. berkata:

إنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ

“Sesungguhnya ia termasuk penduduk neraka.”

Ingat juga bagaimana kesabaran sahabat Khabab bin Arat ra. menjalani penyakit akutnya akibat siksaan kaum Kafir Quraisy dan juga perang jihad di jalan Allah. Diceritakan dari jalur Qais bin Abi Hazim (seorang tabi’in) dalam Sunan Imam Nasa’i:

قَالَ دَخَلْتُ عَلَى خَبَّابٍ وَقَدْ اكْتَوَى فِي بَطْنِهِ سَبْعًا وَقَالَ لَوْلَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَانَا أَنْ نَدْعُوَ بِالْمَوْتِ دَعَوْتُ بِهِ

“(Qais) berkata, ‘Aku pernah menemui Khabbab, dan ia mengobati perutnya dengan besi panas sebanyak tujuh kali. Dia berkata, ‘Andai saja Rasulullah saw. tidak melarang kita berdoa untuk mati, niscaya aku berdoa untuk mati.’”

Larangan berdoa dan berharap untuk segera mati itu sangat jelas dinyatakan oleh Imam Nasai dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik ra.:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا لَا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا الْمَوْتَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي مَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

“Rasulullah saw. bersabda, Ketahuilah, janganlah salah seorang di antara kalian berharap mati karena suatu bahaya (musibah) yang telah menimpanya. Jika ia harus berharap mati, maka hendaknya ia berdoa, ‘Ya Allah, hidupkanlah aku selama hidupku itu lebih baik untukku, dan wafatkanlah aku selama kematian itu lebih baik untukku.’”

Dari jalur sahabat Abu Hurairah ra., Imam Nasai juga meriwayatkan:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَعِيشَ يَزْدَادُ خَيْرًا وَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ

Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian berharap mati. Adakalanya dia itu orang baik, maka barangkali ia tetap hidup akan bertambah baik, dan itu lebih baik baginya; dan adakalanya ia adalah orang yang (selalu berbuat) jelek, maka barangkali ia akan tidak mengulangi perbuatan jeleknya dan bertobat.

Sahabat Abu Hurairah ra. dalam riwayat Imam Muslim juga telah mengatakan sabda baginda Rasulillah saw.:

لا يَتَمَنَّى أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلا يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ وَإِنَّهُ لا يَزِيدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلا خَيْرًا

Janganlah salah seorang di antara kalian berharap mati. Jangan berdoa (untuk mati) sebelum waktunya. Sesungguhnya ketika salah seorang di antara kalian saat meninggal dunia, maka akan terputuslah amalannya. Sesungguhnya seorang yang mukmin tidak bertambah umurnya melainkan ada kebaikan.

Datangnya sebuah musibah pada seorang mukmin bukanlah azab atau siksa, ia adalah tanda bahwa Allah swt. sedang menguji ketaatan hamba-Nya. Sebagaimana hadits riwayat Imam Ibnu Majah, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad dan lainnya:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Dari Anas bin Malik, dari Rasulillah saw., bahwa beliau saw. bersabda, ‘Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah swt. mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha (atas cobaan tersebut) maka baginya keridhaan (Allah swt.), dan barang siapa murka maka baginya kemurkaan (Allah swt.).”

Namun jangan sampai kita berharap diuji atau berharap akan musibah! Sebab hal demikian berlawanan dengan arahan Baginda Rasulillah saw. sebagaimana yang dapat kita pahami dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَاسْأَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا

“Wahai kaum muslimin, janganlah kalian mengharap bertemu dengan musuh, dan mohonlah kesehatan kepada Allah swt., namun apabila kalian bertemu dengan mereka maka bersabarlah.”

Akhirnya, di zaman yang telah banyak fitnah (hoaks) sedemikian ini, maka jika harus wafat, semoga diwafatkan dalam keadaan yang terbebas dari fitnah.

وَإِذَا أَرَدْتَ بِعِبَادِكَ فِتْنَةً فَاقْبِضْنِيْ إِلَيْكَ غَيْرَ مَفْتُوْنٍ

“Kalau Engkau (Ya Allah) menginginkan sebuah fitnah atas hamba-Mu, maka cabutlah (nyawa) diriku tanpa terkena fitnah.” (HR. Tirmidzi)


Bakhrul Huda
Bakhrul Huda / 62 Artikel

Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: