Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Syekh Syihabuddin Alfadangi, jejak konsolidasi persebaran Islam di Bojonegoro, Tuban dan Gresik

Avatar photo
46
×

Syekh Syihabuddin Alfadangi, jejak konsolidasi persebaran Islam di Bojonegoro, Tuban dan Gresik

Share this article

Syekh Syihabuddin Alfadangi atau Mbah Syihabuddin Padangan merupakan ulama yang menurunkan banyak aulia penyebar islam di wilayah Bojonegoro, Tuban, hingga Gresik pada abad 19.

Syekh Syihabuddin Padangan adalah salah satu episentrum transmisi intelektual islam Fiidarinnur pada paruh akhir abad 18 (1750-1800). Ia punya peran dalam terciptanya ekuilibrium (keseimbangan) persebaran islam pada abad 19 dan 20 di Bojonegoro, Tuban, hingga Gresik.

Fiidarinnur merupakan nama kuno dari Padangan Bojonegoro (dulu disebut Jipang Padangan). Istilah Fiidarinnur atau Darinnur, muncul di sejumlah manuskrip karya Syekh Abdurrohman Alfadangi (Mbah Abdurrohman Klothok) yang bertitimangsa 1806 hingga 1870, sebagai nisbat lokasi penulisan kitab. Pada awal abad 19, Padangan Bojonegoro juga dikenal dengan nama Fiidarinnur.

Pada abad 18 dan 19, wilayah Fiidarinnur memiliki cukup banyak ulama penyebar islam. Mereka membentuk Jejaring Fiidarinnur dengan pusat konsolidasi persebaran islam di Jipang Padangan. Selain Syekh Abdurrohman Alfadangi, Syekh Syihabuddin Alfadangi adalah salah satu pilar utama ulama Fiidarinnur.

Nama Syekh Alhajj Syihabuddin Alfadangi atau Mbah Syihabuddin Padangan cukup populer pada abad 18 hingga 19. Hal ini terbukti. Mayoritas ulama penyebar islam yang berdakwah di sebagian wilayah Bojonegoro, Tuban, dan Gresik pada abad 19 dan 20, berafiliasi secara genealogis pada Syekh Syihabuddin.

Syekh Sulaiman Kurdi Makkah (1904-1952), ulama Bojonegoro yang jadi pengajar di Makkah pada abad 20, menulis bahwa masa kecilnya terdidik dalam keluarga Syihabuddin yang terkenal akan kesalehannya. Hal ini tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Hisan fi Tarajum al-Fudhala karya Syekh Zakariya Billah.

Keluarga Syihabuddin yang dimaksud Syekh Sulaiman Kurdi, tak lain adalah keluarga Syihabuddin Alfadangi. Secara genealogi keluarga, Syekh Sulaiman Kurdi adalah cicit langsung dari Syekh Syihabuddin. Ini alasan beliau menyebut dengan bangga Keluarga Syihabuddin sebagai bagian dari masa kecilnya.

Manuskrip Padangan dan Manuskrip Jojogan menunjukan secara jelas, nama Syekh Syihabuddin selalu muncul sebagai bagian dari rantai transmisi genealogis para aulia Bojonegoro, Tuban, dan Gresik pada abad 19 dan 20. Banyak ulama penyebar islam pada periode tersebut, terafiliasi pada Syekh Syihabuddin.

Untuk diketahui, ada sejumlah nama Syihabuddin yang berdakwah di Padangan Bojonegoro pada paruh akhir abad ke-18 (1750-1800). Diantaranya Syekh Syihabuddin Alfadangi dan Mbah Syihabuddin Totokromo (putra Hamengku Buwono III, adik Pangeran Diponegoro dari ibu berbeda). Keduanya hidup di Padangan dalam periode yang hampir bersamaan.

Untuk biografi Mbah Syihabuddin Totokromo, semoga bisa kami bahas di lain kesempatan. Tulisan ini hanya  membahas biografi Syekh Syihabuddin Alfadangi. Sosok yang menurunkan banyak penyebar islam di Bojonegoro, Tuban, hingga Gresik pada abad 19.

Nasab dan Sanad Syekh Syihabuddin

Makam Mbah Syihabuddin Padangan

Syekh Syihabuddin bernama asli Syihabuddin (c. 1770-1860). Nasabnya: Syihabuddin bin Istad bin Juraij bin Anom bin Syekh Abdul Jabbar (dari istri Nyai Moyokerti Padangan/putri Syekh Sabil Padangan). Syekh Syihabuddin adalah keturunan ke-4 dari Syekh Abdul Jabbar Nglirip Tuban, sekaligus keturunan ke-5 dari Syekh Sabil Kuncen Padangan.

Syekh Syihabuddin lahir di Kecamatan Bancar, Tuban. Tumbuh dalam didikan sang ayah, Syekh Istad Bancar. Setelah remaja, ia hijrah dan bertabaruk ke Tlatah Padangan, untuk menemui Syekh Abdurrohman Alfadangi (Mbah Abdurrohman Klothok), yang tak lain masih saudaranya sendiri.

Syekh Syihabuddin adalah keponakan Syekh Abdurrohman Klothok. Ayah Syekh Abdurrohman Klothok (bernama Syekh Syahiddin), adalah adik dari kakek Syekh Syihabuddin (bernama Syekh Juraij). Nasab Syekh Abdurrohman dan Syekh Syihabuddin beririsan: Abdurrohman bin Syahiddin bin Anom bin Abdul Jabbar/ Syihabuddin bin Istad bin Juraij bin Anom bin Abdul Jabbar Nglirip Tuban.

Syekh Syihabuddin adalah ulama Hamilul Quran. Sejak kecil dididik oleh ayahnya, Syekh Istad Bancar. Beliau juga pernah belajar di Makkah pada ulama-ulama Hijaz pada zamannya. Bahkan, setelah itu, Syekh Syihabuddin masih bertabaruk di Pondok Pesantren Klothok yang didirikan dan diasuh Syekh Abdurrohman.

Oleh Syekh Abdurrohman Klothok, Syekh Syihabuddin dinikahkan dengan adik kandungnya yang dikenal dengan nama Nyai Betet. Hubungan genealogis kembali disimpul. Syekh Syihabuddin menjadi adik ipar dari Syekh Abdurrohman Klothok. Syekh Abdurrohman juga meminta adik ipar beserta istrinya itu, untuk berdakwah di Desa Betet Kecamatan Kasiman.

Syekh Syihabuddin beserta istrinya mendirikan Pondok Pesantren di Desa Betet Kasiman (sisi utara sungai Bengawan Solo Padangan). Posisinya berada di sebelah utara Ponpes Klothok (sisi selatan Bengawan Solo Kuncen Padangan). Syekh Syihabuddin dikenal sebagai Sohibul Wilayah utara bengawan Padangan, sementara Syekh Abdurrohman Klothok dikenal Sohibul Wilayah sisi selatan bengawan Padangan.

Genealogi Bani Syihabuddin

Syekh Syihabuddin beserta istrinya mendirikan musala dan mengelola pondok pesantren di Desa Betet Kasiman. Berkat pondok pesantren tersebut, beliau juga dikenal dengan nama Kiai Syihabuddin Betet. Beliau dikaruniai 7 keturunan. 5 orang putra dan 2 orang putri.

Manuskrip Padangan dan Manuskrip Jojogan mencatat nama putra-putri Syekh Syihabuddin sebagai berikut: Kiai Abdul Latif, Nyai Muhammad Jono, Kiai Abdullah Padangan, Kiai Tohir Betet, Kiai Murtadho Kuncen, Nyai Wajirah Syamsuddin, dan Kiai Syahid Kembangan.

Ketujuh putra-putri Syekh Syihabuddin masyhur sebagai para ulama Penggembol Al Quran (Hamilul Quran). Selain dididik Syekh Syihabuddin sendiri, semua keturunan beliau juga dididik secara langsung Syekh Abdurrohman Klothok,  yang tak lain adalah Pakde mereka. 

Ketujuh putra-putri Syekh Syihabuddin inilah, yang disebut Syekh Sulaiman Kurdi Makkah sebagai Keluarga Syihabuddin nan masyhur akan kesalehannya. Terbukti, mayoritas keturunannya jadi ulama penyebar islam (aulia) di Bojonegoro, Tuban, dan Gresik pada abad 19 dan 20.

Dzuriyah Syekh Syihabuddin menyebar ke berbagai daerah untuk menyebarkan islam. Anak, mantu, cucu, hingga cicit beliau masyhur sebagai para aulia sohibul wilayah di tempat tinggal mereka. Berikut peta persebaran dzuriyah Syekh Syihabuddin Alfadangi.

Aulia Rengel Tuban

Putri Syekh Syihabuddin yang bernama Nyai Jono, menikah dengan Kiai Muhammad Jono Mayang, Kerek Tuban. Dari pernikahan itu, kelak melahirkan seorang anak lelaki bernama Kiai Madyani Ishaq Rengel Tuban.

Kiai Ishaq Rengel kelak dikenal sebagai ulama waliyyun minauliyaillah yang menyebarkan islam di wilayah Rengel Tuban. Kiai Madyani Ishaq Rengel adalah cucu dari Syekh Syihabuddin.

Aulia Bungah Gresik

Kiai Ishaq Rengel memiliki putra bernama KH Sholeh Tsani. Mbah Sholeh Tsani (1836-1902) adalah pengasuh ke-5 pondok pesantren Qomaruddin Sampurnan Bungah Gresik. Beliau dikenal sebagai ulama sohibul wilayah di kawasan Gresik pada pertengahan abad 19 dan awal abad 20. KH Sholeh Tsani adalah cicit Syekh Syihabuddin melalui jalur Kiai Madyani Ishaq Rengel Tuban.

Aulia Singgahan Tuban

Putra Syekh Syihabuddin yang bernama KH Murtadho Kuncen, memiliki putri bernama Nyai Mu’isyah, yang kemudian dinikahkan dengan KH Abdul Karim Singgahan. Dari pernikahan itu, kelak melahirkan KH Muslich Shoim (1921-1985), muasis Ponpes Tanggir Singgahan Tuban. KH Muslich merupakan ulama yang berdakwah di Singgahan Tuban. KH Muslich Shoim adalah cucu Kiai Murtadho Kuncen, sekaligus cicit dari Syekh Syihabuddin Alfadangi.

Aulia Gayam Bojonegoro

Putra Syekh Syihabuddin yang bernama KH Syahid Kembangan, kelak mendirikan pesantren dan membangun peradaban islam di wilayah Kembangan, Gayam, Bojonegoro. Pengaruhnya mencapai Ngasem dan Malo Bojonegoro. KH Syahid menurunkan banyak keturunan yang tersebar di Kalitidu dan Padangan. Di antaranya: Kiai Nur Khazin Kembangan dan Kiai Sanusi Mbarangan.

Aulia Pethak Bojonegoro

Putri Syekh Syihabuddin yang bernama Nyai Wajirah, menikah dengan Syekh Syamsuddin (dikenal dengan Nyai Syamsuddin). Dari pernikahannya, kelak menurunkan 9 anak: Abdul Muid, Nyai Abdul Qodir, Hasan Munawar, Nyai Suhada, Kiai Yasin Mruwut, Kiai Dakri, Kiai Sahid Betet, Kiai Zakaria Rengel, dan Kiai Muntaha (Mbah Ho).

Anak kedua Nyai Syamsuddin yang bernama Nyai Abdul Qodir, menikah dengan KH Abdul Qodir, dan memiliki 11 anak. Diantara yang terkenal, adalah; KH Ahmad Basyir (muasis Ponpes Al Basyiriah Pethak), dan Syekh Sulaiman Kurdi Makkah. KH Ahmad Basyir Pethak dan Syekh Sulaiman Kurdi adalah cicit dari Syekh Syihabuddin.

Aulia Kanor Bojonegoro

Cucu Syekh Syihabuddin yang bernama Kiai Yasin Mruwut, berdakwah dan mendirikan Ponpes di wilayah Mruwut Kanor. Beliau berdakwah dan membangun peradaban islam di Kanor bersama putranya yang bernama KH Zaini Mruwut. Keduanya dikenal sebagai aulia Mruwut Kanor. Kiai Yasin Mruwut adalah cucu Syekh Syihabuddin. Sementara KH Zaini Mruwut adalah cicit Syekh Syihabuddin.

Aulia Ngerong Tuban

Cucu Syekh Syihabuddin yang bernama Kiai Zakaria Rengel, memiliki putra bernama KH Sholeh Ngerong. Mbah Sholeh Ngerong berdakwah di Ngerong Rengel Tuban dan dijuluki sebagai ulama sohibul wilayah Ngerong Tuban. KH Sholeh Rengel adalah cicit Syekh Syihabuddin.

Aulia Nganjuk

Putra Syekh Syihabuddin yang bernama KH Abdullah Padangan (Abdullah bin Syihabuddin), memiliki 4 putri. Di antaranya Nyai Romlah, Nyai Satimah, Nyai Salamah, dan Nyai Supatni. 

Nyai Romlah binti Abdullah Syihabuddin, dinikah Kiai Mukmin. Dari pernikahan itu, lahir beberapa anak. Satu diantaranya adalah KH Zainuddin Mojosari (Waliyullah Nganjuk). Kiai Mukmin adalah mantu Kiai Abdullah bin Syihabuddin. Artinya, Kiai Mukmin adalah cucu mantu Syekh Syihabuddin. Sehingga, KH Zainuddin Mojosari adalah cucu Kiai Abdullah bin Syihabuddin. Dengan kata lain, KH Zainuddin Mojosari adalah cicit dari Syekh Syihabuddin. 

Nyai Satimah binti Abdullah, diperistri Kiai Zarkasyi Kuncen. Kelak dari pernikahan itu, lahirlah KH Mustajab Gedongsari (Waliyulllah Nganjuk). Kiai Zarkasyi Kuncen adalah mantu dari Kiai Abdullah bin Syihabuddin. Artinya, Kiai Zarkasyi adalah cucu mantu dari Syekh Syihabuddin. Sehingga, KH Mustajab Gedongsari adalah cucu dari Kiai Abdullah bin Syihabuddin. Dengan kata lain, KH Mustajab Gedongsari adalah cicit dari Syekh Syihabuddin.

Ekuilibrium Persebaran Islam

Keberadaan genealogi Bani Syihabuddin menunjukan betapa beliau memiliki peran dalam ekuilibrium (keseimbangan) persebaran islam pada abad 19 dan 20 di sebagian wilayah Bojonegoro, Tuban, dan Gresik. Sebab, dzuriyah (keturunan) beliau tersebar sebagai ulama dan aulia Sohibul Wilayah di masing-masing kawasan.

Kontributor