Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Adakah intervensi Yahudi dalam kemunculan Wahabi?

Avatar photo
25
×

Adakah intervensi Yahudi dalam kemunculan Wahabi?

Share this article

Muhammad bin Abdul Wahab mengadopsi pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah ketika merintis gerakan dakwah Wahabiyah pada akhir abad 20. 

Apa yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab ternyata menyelisihi kebiasan pada umumnya yang berlaku di lingkungan masyarakat muslim Arab Saudi. Orang tuanya sampai memperingatkan dan melarang putranya itu berbuat lebih jauh. Atas nasihat sang ayah, saudara Muhammad yang bernama Sulaiman bin Abdul Wahab menulis buku berjudul Ash-Shawa’iq al-Ilahiyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahabiyah (Define Thunderbolts in Refutation of Wahhabism). 

Sulaiman tanpa ragu menguliti pemikiran saudara kandungnya sendiri, dan menyebut kalau ayah dan guru-guru Muhammad bin Abdul Wahab telah berfirasat dan meramal bahwa dia kelak akan menjadi juru penyesat, melihat pandangan dan statemennya terkait pelbagai masalah keagamaan yang menabrak dan menyimpang dari ijmak kaum muslimin. Buku itu ditulis 8 tahun setelah kemunculan dakwah Wahabi dan dicetak pertama kali pada tahun 1306 H di India.

Jauh sebelum itu, Britania Raya (yang dipengaruhi organisasi freemasonry) dengan nafsu kolonialisme atas wilayah-wilayah Timur, mengirim seorang mata-mata ke Timur Tengah bernama Hempher ke Mesir, Irak, Teheran, Hijaz dan Astana (Nursultan sekarang) pada tahun 1710. Dia ditugaskan untuk mengumpulkan informasi yang dapat membantu dalam melenyapkan Kesultanan Ottoman, memecah persatuan umat Islam, dan menabur perselisihan dan perselisihan di antara mereka. 

Mata-mata Yahudi itu menyandang nama Muhammad dan belajar bahasa Persia dan Arab higga dapat berbicara dengan fasih. Dia sering mengunjungi toko milik tukang kayu yang tinggal di Basrah penduduk Basrah bernama Abdur Ridha. Dia penganut Syiah Persia dan berasal dari Khurasan. Di tempat itulah kebetulan Hempher bertemu dengan Muhammad bin Abdul Wahab yang dalam memoarnya dia gambarkan sebagai “pemuda dengan ambisi besar”. Menurut Hempher, yang menyatukan Muhammad bin Abdul Wahab dan Abdur Ridha adalah kebencian dan permusuhan keduanya terhadap Kesultanan Ottoman.

Muhammad bin Abdul Wahab berasal dari kabilah Bani Taimim, lahir pada 1115 H, wafat tahun 1206 H. Belajar agama di Makkah dan Madinah dan di antara gurunya adalah Syekh Muhammad Sulaiman al Kurdi, ayahnya sendiri Syekh Abdul Wahab dan kakaknya Syekh Sulaiman bin Abdul Wahab.

Pada sosok Muhammad bin Abdul Wahab muda, Hempher menemukan apa yang dia cari. Pemuda itu mendakwa memiliki kemampuan layaknya mujtahid dalam memahami al-Quran dan sunnah tanpa harus terikat dengan pendapat-pendapat otoritatif dari kalangan imam mazhab dan ulama-ulama fikih. Hempher berniat menyulap Muhammad bin Abdul Wahab muda yang arogan dan kepedean itu menjadi amunisi yang menyulut benih-benih pertikaian dan perpecahan  di tengah-tengah umat Islam dengan disertai pemahaman keagamaan yang dangkal dan primitif demi kepentingan kolonialisme Inggris. 

Sedikit-dikitnya dapat dikatakan bahwa inilah awal mula kisah drama perintis gerakan Salafiyah Wahabiyah yang bahayanya jauh lebih besar ketimbang bahayanya. Dalam Memoirs of Mr. Hempher, dia menuliskan bahwa satu-satu penghalang kolonialisme Britania raya di kawasan Arab seperti India ini adalah agama Islam. Dan jalan satu-satunya untuk menundukkan bangsanya adalah melakukan politik pecah-belah dari dalam dan  menyulut fitnah sektarian antar mazhab dengan memelencengkan prinsip-prinsip agama yang selama ini telah dijalankan.

Bermodal kedekatan hubungan, Hempher yang mengaku muslim dengan cerdik memprovokasi Muhammad bin Abdul Wahab yang mudah tersinggung dan temperamen, dan menyanjung kapasitas keilmuannya yang meletakkan dirinya di atas tingkatan mujtahid. Antara lain seandainya ia hidup pada masa Rasulullah, niscaya Nabi akan berwasiat mengangkatnya menjadi khalifah sepeninggal beliau dan bahwa dia saat ini adalah juru penyelamat Islam dan kaum muslimin dari kebinasaan. Gombalan politis Hempher berhasil meyakinkan Muhammad bin Abdul Wahab yang masih bujang tentang kehalalan nikah mut’ah. Dia nikah mut’ah selama seminggu dengan perempuan Kristen yang sengaja disiapkan dalam rangka merusak moral generasi muda muslim. Gadis itu dikenalkan Hempher kepadanya supaya Muhammad bin Abdul Wahab melakukan sesuatu yang melanggar ajaran Islam. Dan ternyata dia sukses.

Hempher menawari Muhammad bin Abdul Wahab bantuan keuangan dan perlindungan keamanan supaya dapat menyebarluaskan pandangan keagamaannya. Bahkan tawaran itu sampai berupa pendirian imarat (kerajaan) kecil untuk dirinya di wilayah Najed asalkan dia menerima empat syarat yang diajukan Hempher. Pertama, mengkafirkan umat Islam dan menghalalkan darah mereka jika tidak bertauhid sesuai ajarannya. Kedua, menyerukan penghancuran Ka’bah atas nama simbol paganisme. Ketiga, membelot dan memberontak pada khalifah serta memerangi para syarif di Hijaz. Keempat, menghancurkan kubah dan makam termasuk makam Nabi Muhammad saw. dan para sahabat. Muhammad bin Abdul Wahab membentangkan nyaris seluruh misi Britania Raya itu kecuali makam Nabi dan Ka’bah. Kekacauan, konflik dan perang menjalar di pelbagai wilayah Arab. Dia lalu berkoalisi dan dengan Muhammad bin Saud mendirikan sebuah negara otokrasi (kerajaan) berideologi Wahabi-Salafi.

Kolonialisme Barat menggunakan rencana menghilangkan Islam dari dalam untuk memudahkannya memperbudak para pengikut, dan mengeksploitasi tanah dan kekayaah alamnya. Kemunculan Wahabi menyertai keruntuhan Kekaisaran Ottoman (simbol kekuatan politik Islam saat itu) dan terbagi-baginya wilayah Islam oleh negara-negara kolonial. Seiring munculnya negara dan kerajaan baru, paham Wahabisme berkembang luas.

Ajaran Wahabisme sepanjang sejarah menghasilkan buah yang pahit bagi umat Islam. Yang paling menonjol adalah adanya relasi ideologis yang kuat antara Wahabi dan organisasi-organisasi teroris yang sebagian besar Sunni namun justru mengadopsi metode Wahabi. Osama bin Laden pendiri al-Qaeda adalah penganut Wahabi. Sebanyak 15 dari 19 orang yang melancarkan serangan 11 September di WTC Amerika adalah Wahabi. Prajurit bom bunuh diri di Irak usai agresi Amerika 2003 adalah Wahabi. Mereka bahkan membekali ISIS dengan sekitar 2500 milisi. Dan 7 dari 12 kitab pegangan ISIS adalah karangan Muhammad bin Abdul Wahab. Syekh Adil al-Kalbani mantan imam Masjidil Haram Makkah berbangga mengatakan bahwa ISIS melandaskan ideologinya pada buku-buku ulama Wahabi.

Freemasonry yang diwakili oleh dominasi kolonial Inggris mampu menembus dan mencengkeram masyarakat Arab. Inggris mendirikan entitas keagamaan yang bertujuan untuk menyerang Islam dari dalam, dalam bentuk Wahabisme, yang mengklaim melindungi agama Islam, menjaga akidah, dan mengoreksi penyimpangan dan kebatilan seperti yang mereka klaim.

Wahabisme menyerap ajaran, ide dan persepsi Yahudi yang menyimpang dan menjalankan ajaran agama secara literal sembari mengklaim bahwa ini adalah inti agama Islam lewat interpretasi tafsir yang sewenang-wenang, dan riwayat-riwayat yang lemah dan palsu. Barang kali apa yang disebut Hempher dan John Philby dalam memoar mereka, membuka jalan bagi peneliti yang adil, untuk menemukan bahwa sumber keilmuan, ajaran dan perilaku Wahabisme dan Yudaisme adalah sama.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.