Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Bagaimana Hukum Menandai Makam dengan Batu Nisan?

Avatar photo
40
×

Bagaimana Hukum Menandai Makam dengan Batu Nisan?

Share this article

Termasuk dari adat atau kebiasaan keluarga terhadap kerabat yang meninggal dunia dari keluarga atau sanak familinya adalah menancapkan batu nisan di ujung kubur.

Fungsi dari batu nisan itu sendiri sebagai penanda atau petunjuk bagi peziarah untuk mengetahui posisi yang tepat dari makam keluarganya yang hendak diziarahi.

Hukum pemasangan batu nisan diperbolehkan oleh Syari’at bahkan disunnahkan, selama tak keluar dari maksud atau fungsi yang telah disebut.

Adapun dalil dibolehkannya hal tersebut adalah hadits yang menyebutkan bahwa seusai jenazah Sayyidina Usman bin Madz’un dikebumikan, Rasulullah saw. memerintahkan salah seorang sahabat untuk mengambilkan satu batu.

Akan tetapi, sahabat tersebut tak kuasa mengangkatnya.

Hingga Rasulullah saw. pun menyincing lengan baju, dan mengangkat sendiri batu tersebut untuk ditancapkan di ujung kubur (posisi kepala), lalu berkata:

أعلم بها قبر أخي وأدفن إليه من مات من أهلي

“(Dengan batu ini) aku mengerti posisi kubur saudaraku (sesusuan), dan (di tempat itu pula) nantinya akan aku kubur keluargaku.” (HR. Abu Dawud, Al-Hafidz Ibn Hajar berkata: Hadits Hasan)

Berdasar hadits di atas, ulama berpendapat bahwa pemasangan batu nisan di atas kubur diperbolehkan menurut syariat.

Al-Imam Syamsuddin ar-Ramli berpendapat bahwa jika dikira butuh akan penulisan nama dan nasab dari mayit, agar tanda kubur lebih presisi (tepat), maka hukumnya boleh bahkan disunnahkan.

نعم يؤخذ من قولهم إنه يستحب وضع ما يعرف به القبور أنه لو احتاج إلى كتابة اسم الميت لمعرفته للزيارة كان مستحبا بقدر الحاجة،

“(Dari perkataan ulama atas kesunnahan memberi tanda pada kubur, berupa batu nisan atau selainnya) jika dibutuhkan untuk menulis nama mayit (di atas batu tersebut), supaya lebih diketahui (makam tersebut secara presisi) oleh para peziarah, maka disunnahkan, sesuai dengan kebutuhan.” (Nihayat Al-Muhtaj, 3/35)

Senada dengan ucapan dari Al-Imam ar-Ramli, murid beliau Al-Imam Sulaiman Al-Bujairimi menambahkan:

ومحل كراهة الكتابة على القبر ما لم يحتج إليها، وإلا بأن احتيج إلى كتابة اسمه ونسبه ليعرف فيزار فلا يكره بشرط الاقتصار على قدر الحاجة

“(Dimakruhkan penulisan sesuatu di atas kubur, jika tak ada keperluan yang mendasarinya). Adapun jika diperlukan untuk menulis nama dan nasab dari mayit, dengan tujuan sebagai penanda makam untuk para peziarah, maka tidaklah dimakruhkan. Dengan menjaga agar tetap sesuai dengan kebutuhan.” (Hasyiyah Bujairami, 2/297)

Wallahu a‘lam bis Showab.

Kontributor

  • Muhammad Fahmi Salim

    Alumni S1 Univ. Imam Syafii, kota Mukalla, Hadramaut, Yaman. Sekarang aktif mengajar di Pesantren Nurul Ulum dan Pesantren Al-Quran As-Sa'idiyah di Malang, Jawa Timur. Penulis bisa dihubungi melalui IG: @muhammadfahmi_salim