Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Meneguhkan Nilai-nilai Persaudaraan Sesama Manusia

Avatar photo
27
×

Meneguhkan Nilai-nilai Persaudaraan Sesama Manusia

Share this article

Manusia pada hakikatnya adalah
umat yang satu. Kemudian Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira
dan pemberi peringatan. 
(QS. Al-Baqarah: 213)

Ayat di atas
merupakan penjelasan kepada umat manusia tentang tujuan diutusnya para nabi.
Yakni untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan kepada kita semua.
Kabar gembira bagi orang yang mau tunduk dan taat menjalankan perintah-perintah
Allah, mereka akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Peringatan
kepada orang yang tidak mau patuh kepada perintah Allah dan gemar berbuat
kejahatan dan kerusakan di muka bumi, mereka akan mendapatkan siksa kelak di
akhirat.

Para Nabi sejak
dari Adam hingga Muhammad SAW membawa misi untuk membimbing manusia kepada
ajaran ketauhidan dan menciptakan tata kehidupan yang baik. Karena itu, setiap
nabi menyerukan kepada umatnya supaya mencegah kerusakan dan menghindari
pertikaian antar sesama. Nabi Muhammad SAW. diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Seperti kita ketahui dalam sejarah, saat itu Nabi menghadapi sebuah
umat yang sering mengalami pertikaian antar suku dan golongan. Masyarakat yang
mengalami kemorosotan moral dan tidak adanya tatanan sosial yang dijadikan
pegangan. Itulah masyarakat jahiliyah yang
melatarbelakangi kerasulan Muhammad.

Al-Qurthubi dalam
kitabnya, al-Jami’
li al-Ahkam al-Qur’an
, mengatakan bahwa ayat al-Qur’an di atas
merupakan peringatan kepada kita untuk senantiasa mengingat kembali asal-usul
kita. Terutama jika menghadapi konflik atau pertikaian, hendaklah kita membuka
nurani dengan mengingat kembali pada asal mula kita. Manusia pada hakikatnya
adalah umat yang satu, yakni sama-sama sebagai keturunan Adam.

Sekilas pikiran
kita menganggap seruan ini terkesan biasa-biasa saja. Setiap orang tahu dan
mengakui bahwa nenek moyang kita sama. Sebagai manusia kita sama-sama
diciptakan Allah dari tanah, dan kelak jika meninggal kita akan dikubur ke
dalam tanah. Tapi jika direnungkan lebih mendalam, seruan tersebut mengandung
nilai ajaran yang sangat tinggi maknanya. Dengan mengaku umat yang satu,
berarti menganggap tidak ada perbedaan satu dengan yang lain. Laki-perempuan,
kaya-miskin, hitam-putih, semua sama dan setara.

Dengan pandangan
ini, perbedaan yang ada bukan menjadi masalah, tapi sebaliknya merupakan rahmat
yang dikaruniakan Allah.  Inilah ajaran universal yang ditawarkan oleh
Islam. Ajaran untuk berpegang teguh kepada persaudaraan antar sesama manusia,
atau yang dikenal dengan ukhuwah
basyariyah
.

Rasulullah SAW
ketika memulai dakwahnya di Madinah membuat piagam kesepakatan yang dikenal
dengan Piagam Madinah. Di dalam piagam tersebut, Rasulullah menegaskan kalimat
sebagaimana kalimat dalam ayat di atas, “Manusia
pada hakikatnya adalah umat yang satu
.”

Betapa agung dan
luhurnya nilai persaudaraan ini. Karena dengan menganggap setiap manusia
bersaudara, berarti kita mampu menembus sekat-sekat dan perbedaan yang ada.
Baik itu perbedaan berupa warna kulit, suku-bangsa, bahasa, status sosial,
maupun agama. Dengan pengakuan diri sebagai saudara bagi manusia lain, berarti
telah menganggap orang lain menjadi bagian dari diri kita. Karena semua
bersaudara, berarti didak ada istilah musuh di sini. Karena merasa sebagai umat
yang satu, semua kasih sayang yang kita curahkan juga untuk semua manusia.

Betapa indahnya
dunia jika setiap manusia mau berpegang prinsip ukhuwah basyariah ini.
Betapa damainya bumi yang kita huni ini jika setiap orang mau saling
menyayangi, saling menolong, saling membantu, saling meringankan beban
penderitaan, dan saling mengisi kekurangan satu sama lain. Tapi sayang, sebagai
manusia kita lebih suka mementingkan diri sendiri, mengedepankan ego
kepentingan pribadi dan kelompok. Hasrat duniawi sering mengarahkan kita untuk
mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok. Sudah sejak lama kita diwarisi
rasa kebencian terhadap umat lain. Bahkan, sampai tega menghilangkan nyawa yang
lain.

Manusia seperti
itu kah kita, yang sering melakukan permusuhan, dan pertumpahan darah? Seperti
yang dikatakan Malaikat Jibril ketika bertanya kepada Allah SWT, “Apakah Paduka akan menciptakan
manusia yang gemar berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah?
”.

Sebagai muslim,
kita telah diajarkan oleh Rasulullah untuk menjauhi akhlak yang tercela dan
menghias diri dengan akhlak yang mulia (akhlaqul
karimah
). Dengan berbegang teguh pada ukhuwah basyariyah berarti
telah tertanam akar akhlaqul
karimah
 di dalam diri kita dengan kokoh. Karena persaudaraan (ukhuwah) bukan
sesuatu yang bersifat pasif. Ukhuwah
basyariyah 
bukan hanya sebatas penghormatan kepada sesama
manusia. Juga bukan sebatas sikap tidak mau mengganggu orang lain. Namun
tindakan aktif yang merupakan panggilan jiwa untuk menjunjung harkat dan
martabat kemanusiaan.

Jiwa kita akan
terpanggil untuk memberi makan bagi mereka yang lapar dan menolong yang terkena
musibah. Bersedia meringankan beban penderitaan orang lain dengan atau tanpa
dimintai pertolongan. Dan yang lebih penting lagi adalah menciptakan kehidupan
yang damai. Sebab pertikaian atau peperangan seringkali mengorbankan kemanusiaan
itu sendiri.

Dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Buhkhari, Nabi pernah ditanya oleh sahabat, “Apa Islam itu, wahai Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah menjawab, “Memberi
makan bagi yang lapar dan menebarkan perdamaian kepada orang yang kau kenal
atau yang tidak kau kenal
”. Sabda Nabi tersebut jelas menegaskan
bahwa nilai kemanusiaan melekat dalam Islam itu sendiri. Oleh karena itu,
dengan memegang prinsip ukhuwah
basyariyah
, kita dituntut untuk selalu mengasah kepekaan sosial dan
memenuhi panggilan kemanusiaan.

Akhir-akhir ini
kita menyaksikan perang antar negara, permusuhan antar suku, aksi terorisme,
sampai perkelahian antar kampung masih sering terjadi. Dalam kehidupan sosial
kita sering disuguhi paham yang membedakan siapa kawan dan siapa lawan. Kita
biasa dengan pergaulan yang mengucilkan yang bodoh dan kurang mampu. Dalam
politik, kita juga sering dihasut oleh perilaku politik yang memeceh-belah.
Kepemimpinan yang ada lebih menindas yang lemah. Semua ini merupakan bukti
bahwa kita sedang mengalami krisis kemanusiaan. Sadar atau tidak, seseorang
yang mencederai martabat kemanusiaan orang lain berarti telah mengingkari
fitrahnya sendiri. Fitrah sebagai manusia yang membutuhkan kehadiran dan
bantuan orang lain.

Allah SWT
berfirman: “Wahai
manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa,
dan darinya Tuhan menciptakan pasangannya; dan dari keduanya Tuhan
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Tuhan yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan membangun
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Tuhan selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS.
Al-Nisa’: 1)

Ayat ini
merupakan landasan yang kuat bagi umat Islam untuk memegang prinsip ukhuwah basyariyah.
Di sini semakin jelas bahwa selain mengajarkan ketauhidan, Islam juga merupakan
ajaran tentang kemanusiaan.

Dengan landasan
teologis yang kokoh diharapkan mampu mempertebal keimanan kita sebagai modal
untuk menjalankan perintah Allah SWT. Sehingga sebagai umat Islam kita semakin
mantap dalam berinteraksi dengan semua golongan manusia. Tidak pandang bulu
dari lapisan masyarakat manapun, atau dengan penganut agama apapun,  tidak
ada keraguan bagi seorang muslim untuk selalu menghadirkan kebajikan dan
menebarkan kasih sayang. Wallahu
a’lam.

Kontributor

  • Suraji

    Alumni Pesantren Darul Ulum, Sidowayah, Rembang.