Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Pertanyaan Berkualitas Tanda Kecerdasan

Avatar photo
18
×

Pertanyaan Berkualitas Tanda Kecerdasan

Share this article

Sebagian orang menganggap bahwa bertanya itu sesuatu yang mudah.
Siapa saja bisa melontarkan pertanyaan. Yang dibutuhkan hanyalah hasrat ingin
tahu.


Namun tidak demikian halnya dalam pandangan orang-orang yang mengerti
nilai sebuah pertanyaan. Bagi mereka pertanyaan menunjukkan kualitas seseorang.

Para ulama mengatakan:

لم يفهم الجواب من لم يطرح السؤال

 “Tidak akan paham jawaban orang yang tidak melontarkan
pertanyaan.” 

***

Suatu ketika Muhammad bin Hasan yang masih remaja datang ke majelis
Imam Abu Hanifah. Ia lalu melontarkan sebuah pertanyaan. Mendengar pertanyaan
itu, Abu Hanifah bertanya, “Pertanyaan ini dari orang lain atau dari dirimu
sendiri?” 

Ia menjawab, “Dariku sendiri.” 

Abu Hanifah berkata:

 

سألت سؤال الرجال

“Engkau telah melontarkan pertanyaan orang dewasa.”

Lalu Abu Hanifah berpesan, “Datanglah selalu ke halaqah kami.”

Sejak saat itu, Muhammad bin Hasan menjadi murid dekat Imam Abu
Hanifah. Ketertarikan sang Imam berawal dari pertanyaan sang murid yang
berbobot. Pertanyaan itu yang menjadi indikasi kecerdasan dan kesiapan sang
murid untuk menimba ilmu.

***

Imam Khatib Baghdadi meriwayatkan, suatu kali Muhammad bin Hasan
datang ke majelis Imam Malik di Madinah. Kemudian ia melontarkan pertanyaan
pada sang Imam, “Apa pendapatmu tentang seorang yang junub di mana ia tidak
mendapatkan air kecuali di masjid?”

Imam Malik menjawab, “Orang yang junub tidak boleh masuk ke
masjid.”

“Lalu apa yang mesti ia lakukan? Sementara waktu shalat sudah masuk
dan ia tahu ada air di masjid?”

Imam Malik mengulang jawaban yang sama bahwa orang yang junub
tidak boleh masuk masjid.
 

Muhammad bin Hasan pun kembali mengatakan, “Apa yang mesti ia
lakukan padahal waktu shalat sudah masuk dan ia tahu kalau di masjid ada air?”

Akhirnya Imam Malik dengan kerendahan hatinya bertanya, “Menurut
engkau sendiri bagaimana?”

Muhammad bin Hasan menjawab, “Ia bertayammum dulu, lalu masuk ke
masjid. Kemudian ia ambil air dari masjid, lalu keluar dan mandi menggunakan
air itu.”

***

Muhammad bin Hasan kemudian belajar kepada Imam Malik dan
menjadi salah seorang perawi terbaik kitab Al-Muwaththa`. Namun hal ini
tidak menghalanginya untuk mengkritisi beberapa hal dari mazhab Malik.
 

Inilah yang dituangkan oleh Imam Muhammad bin Hasan dalam
kitabnya Al-Hujjah ‘ala Ahli al-Madinah yang merupakan bantahan ilmiah
terhadap mazhab Imam Malik dalam bidang hadits dan fikih.
 

Perbedaan dalam beberapa hal tidak menjadi penghalang bagi para
ulama untuk saling mengambil dan menerima, belajar dan mengajar. Mereka percaya
bahwa ilmu ibarat rahim bagi para pecintanya. Karena itulah ketika mendengar
kabar Imam Malik wafat, Imam Muhammad bin Hasan begitu sedih.

Imam Asad bin al-Furat, salah seorang murid Imam Muhammad bin
Hasan menceritakan, “Suatu kali Muhammad bin Hasan berada di majelisnya bersama
murid-muridnya. Tiba-tiba datang seorang laki-laki. Orang itu mendekat pada
sang Imam dan membisikkan sesuatu. Setelah itu kami mendengar Imam Muhammad
berkata, ‘Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah terjadi musibah yang
sangat besar. Telah wafat Malik bin Anas; telah wafat Amirul Mukminin dalam 

رحم الله علماءنا ونفعنا بعلومهم فى الدارين ، آمين

Kontributor

  • Yendri Junaidi

    Bernama lengkap Yendri Junaidi, Lc., MA. Pernah mengenyam pendidikan di Perguruan Thawalib Padang Panjang, kemudian meraih sarjana dan magister di Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang.