Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Mata Uang Dinar dan Dirham Bukan Produk Syariat Islam

Avatar photo
47
×

Mata Uang Dinar dan Dirham Bukan Produk Syariat Islam

Share this article

Peneliti dari Universitas Bahrain, Muhammad al-Kuhiji
mengungkapkan bahwa pada era Baginda Nabi Muhammad saw. terdapat empat mata
uang yang sering digunakan oleh kalangan orang Arab. Yaitu mata uang kerajaan
Byzantium-Romawi, Sasaniyah-Persia, Himyar-Yaman,  dan Habasyah.

Empat kerajaan ini mengeluarkan mata uang berupa koin
emas dan perak. Adapun koin emas Byzantium dengan gambar Raja Heraclius adalah
yang banyak dipegang dan digunakan kala itu. Sedangkan koin perak Sasaniyah
yang bergambar Raja Khosrawi menduduki posisi kedua dalam penggunaannya di era jahiliyah
dan masa Baginda Nabi saw. Hal ini sebab kedua kerajaan itu adalah yang
terbesar dan saling adu pengaruh pada wilayah-wilayah sekitarnya.

Orang Arab baik yang di Mekkah maupun di Madinah adalah
dua peradaban yang terdiri dari suku-suku. Bukan sebuah kerajaan, di mana
orang-orangnya gemar melakukan dagang ke negeri Syam dan Yaman. Dari situlah
kaum Arab mengais rejeki, mendapatkan koin-koin berharga emas-perak yang
kemudian dikenal dengan dinar dan dirham.

Kata “dinar” sendiri disinyalir bukan asli
kata Arab,  sebab kebanyakan lafal (kata)
Arab terdiri dari tiga huruf saja sedangkan dinar maupun dirham terdiri dari
empat huruf. Dinar dari kata Yunani “Dinarius” sedangkan Dirham pun
demikian dari kata “Dirkhomah”.

Lebih lanjut Muhammad al-Kuhiji menyampaikan bahwa di
era Khalifah Umar bin Khattab ra. kaum Muslim diperintahkan menempah emas
menjadi koin-koin dinar emas dengan tulisan Arab “Allah Akbar”,
“Alhamdulillah”, dan “Subhanallah”.

Hal ini lalu dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik bin
Marwan dari Dinasti Umayyah. Lalu penggantinya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz
juga memproduksi koin perak dirham.

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa mata uang yang
digunakan sebagai sarana bermuamalah maliyah adalah produk budaya dan
peradaban. Tidak ada satu pun Hadis Qawli Baginda Nabi saw. yang memerintahkan
penggunaan koin emas-perak sebagai alat transaksi dengan menafikan yang lain.

Sungguh tidak benar jika dikatakan bahwa sunnah Nabi
saw. adalah bermuamalah dengan menggunakan koin emas-perak sebagai alat
transaksinya. Jika hal itu sunnah, tentu tidak akan timbul dari diri Khalifah
Umar bin Khattab ra. sebuah opini untuk membuat alat tukar (uang) dari tembaga
atau kulit unta. Apa beliau sebagai murid dan sahabat Nabi saw. tidak tahu?
Tidak memahami ajaran Baginda Nabi?

Memang emas-perak nilainya sangat stabil dan baik
sebagai alat ukur untuk tukar menukar barang. Namun hal ini bukan produk
syariah Islam sebab sebelum baginda Nabi saw. diutus pun koin emas-perak itu
sudah digunakan oleh kerajaan-kerajaan sekitar Arab Jahiliyah.

Sudah menjadi sunnatullah bahwa yang baik akan terganti
dengan yang lebih baik. Koin emas-perak di era dulu adalah baik namun sudah ada
yang lebih baik saat ini yaitu uang giral dan e-money. Betapa mudaratnya kita
kalau harus kekeh menggunakan koin emas-perak sebagai alat tukar dalam
bermuamalah  dengan dalih sunnah Nabi
saw. Bisa-bisa saat pergi haji, bagasi kita sudah sangat berat hanya sebab
membawa uang koin tersebut.

Tidak ada ajaran mudarat dalam syariah Islam. Oleh
karena itu kita tidak mendapati Hadis baginda Nabi saw. yang secara Qawli (perkataan)
memerintahkan kita menggunakan koin emas-perak untuk transaksi. Adapun Hadis
Fi’li (perbuatan) atau Taqriri (ketetapan) tentang baginda Nabi saw. yang
bertransaksi menggunakan koin emas-perak, hal itu sebab peradaban saat itu yang
mengkondisikan beliau melakukan itu.

Dan hal demikian tidak dapat dikatakan sebagai sunnah.
Sebagaimana bepergian dagang ke luar kota menggunakan unta, apa kita mau
melakukan perjalanan bisnis di era sekarang dengan naik unta dengan alasan
sunnah Nabi? Membuat rumah dengan atap bergenteng pelepah kurma sebab sunnah
Nabi? Mari memahami teks Hadis dan Ayat dengan konteksnya agar kita tidak salah
pemahaman. Walllahu A’lam.

Kontributor

  • Bakhrul Huda

    Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.