Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Membakar Kemenyan dan Wewangian Bukhur, Sunnah yang Terlupakan

Avatar photo
28
×

Membakar Kemenyan dan Wewangian Bukhur, Sunnah yang Terlupakan

Share this article

Bagi sebagian warga, bau kemenyan diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan. Ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Bagaimana sebenarnya hukum membakar kemenyan? Berikut penjelasan Habib Quraisy Baharun, Pimpinan Pondok Pesantren As-Shidqu, Kuningan.

Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustika, kayu gaharu yang membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini termasuk mengikuti atau ittiba’ pada Rasulullah SAW. Beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa.

Hal ini turun-temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.

ﺍﺧﺮﺍﻕ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ ﻋﻨﺪ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻛﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻭﻣﺠﻠﺲ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻟﻪ ﺍﺻﻞ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﺮﻳﺢ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻭﻳﺤﺐ ﺍﻟﻄﻴﺐ ﻭﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻬﺎ ﻛﺜﻴﺮﺍ

Membakar dupa atau kemenyan ketika berzikir kepada Allah dan sebagainya seperti membaca Al-Qur’an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari hadis. Yaitu, dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya.  (Lihat Kitab Bulghah ath-Thullab, halaman 53-54)

Baca juga: Memakai Parfum Bagi Wanita Termasuk Perintah Agama

ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﺒﺨﺮ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺣﻴﻦ ﻳﻤﻮﺕ ﻻﻧﻪ ﺭﺑﻤﺎ ﻇﻬﺮ ﻣﻨﻪ ﺷﺊ ﻓﻴﻐﻠﺒﻪ ﺭﺍﺋﺤﺔ ﺍﻟﺒﺨﻮﺭ

Sahabat-sahabat kita (dari Imam Asy-Syafi’i) berkata, “Sesungguhnya disunnahkan membakar dupa di dekat mayat karena terkadang ada sesuatu yang muncul maka bau kemenyan tersebut bisa mengalahkan atau menghalanginya.”  (Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 5 halaman 160)

ان بن عمر إذا استجمر استجمر بالالوة غير مطراة أو بكأفور يطرحه مع الألوة ثم قال هكذا كان يستجمررسول الله صلى الله عليه وسلم

Apabila Ibnu Umar beristijmar (membakar dupa), maka beliau melakukannya dengan uluwah yang tidak ada campurannya, dan dengan kafur yang dicampur dengan uluwah, kemudian beliau berkata, “Seperti inilah Rasulullah SAW beristijmar.” (HR. An-Nasa’i No 5152)

Imam An-Nawawi mensyarahi hadits ini sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan istijmar di sini ialah memakai wewangian dan berbukhur (berdupa) dengannya. Lafadz istijmar itu di ambil dari kalimat Al-Majmar yang bermakna al bukhur “dupa”. Adapun uluwah itu menurut Al-Ashmu’i dan Abu Ubaid serat seluruh pakar bahasa Arab, bermakna kayu dupa yang dibuat dupa.  (Syarh Nawawi ‘ala Muslim: 15/10)

Imam An-Nawawi melanjutkan,”Dan sangat kuat kesunnahan memakai wewangian (termasuk istijmar) bagi laki-laki pada hari Jumat dan hari raya, dan saat menghadiri perkumpulan kaum muslimin dan majlis zikir serta majlis ilmu. (Syarah Nawawi ‘ala Muslim: 15/10)

Dan membakar dupa saat majlis zikir, atau majlis pengajian itu sudah dicontohkan oleh Imam Malik RA. Seperti dijelaskan dalam biografi Imam Malik yang ditulis di belakang Kitab Tanwirul Hawalik Syarah Muwattha’ Malik karya Imam As-Suyuti, juz 3 nomor 166.

Mutrif menceritakan bahwa apabila orang-orang mendatangi kediaman Imam Malik, maka mereka disambut oleh pelayan wanita beliau yang masih kecil lalu berkata kepada mereka, “Imam Malik bertanya apakah anda semua mau bertanya tentang hadits atau masalah keagamaan?”

Baca juga: Kerancuan Pembagian Tauhid Uluhiyah, Rububiyah, dan Asma wa Sifat

Jika mereka ingin bertanya tentang masalah keagamaan, maka Imam Malik akan keluar kamar dan berfatwa. Dan  jika mereka ingin bertanya tentang hadits, maka beliau mempersilakan mereka untuk duduk. Kemudian beliau masuk ke dalam kamar mandi, lalu membersihkan diri, kemudian memakai minyak wangi, lalu memakai pakaian yang bagus, dan memakai surban. Beliau juga memakai selendang panjang di atas kepalanya, kemudian di hadapan beliau diletakkan mimbar (dampar) dan setelah itu beliau keluar menemui mereka dengan khusuk lalu dibakarlah dupa hingga selesai menyampaikan hadits Rasulullah SAW.

Jadi, membakar kemenyan atau wewangian bukhur ketika berzikir, membaca Al-Qur’an atau berada dalam majlis ilmu, berdasar pada sunah yang memang dilakukan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Ibnu Zen@

    Pernah nyantri di Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang di bawah asuhan KH. Maemun Zubair, Allahu Yarhamuh. Sekarang mengajar di di Pondok Pesantren An-Nasihun Kedungwuni Pekalongan.