Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Uwais Al-Qarni; Panutan Para Sufi

Avatar photo
44
×

Uwais Al-Qarni; Panutan Para Sufi

Share this article

Ketika Perang Shiffin berkecamuk, ada seseorang yang berseru, “Apakah di antara pasukan ini ada Uwais Al-Qarni?” Ternyata mereka mendapatinya ada di barisan pasukan Ali R.a yang telah terbunuh. Riwayat di atas masih menjadi ruang perbedaan pendapat, sebagaimana juga terjadi perbedaan pendapat mengenai pertemuannnya dengan Nabi Saw.

Uwais Al-Qarni termasuk salah satu tokoh ahli zuhud dan panutan utama dalam kezuhudan juga sebaik-baik tabi’in. Hal ini sesuai riwayat hadits Muslim dari Umar bin Khattab ra di mana dia mendengar Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِيْنَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسُ، وَكَانَ لَهُ وَالِدَةٌ، وَكَانَ بَارًّا بِهَا، وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ، فَمُرُوْهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ

“Sesungguhnya sebaik-baik tabiin adalah seorang lelaki yang bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu dan ia sangat berbakti kepadanya, ia juga memiliki tanda putih, suruhlah ia untuk memintakan ampun bagi kalian.”

Dalam Shahih Muslim disebutkan dari Umar bin Khattab ra., “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda:

يَأْتِيْ عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرِ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرْنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرِئ مِنهُ، إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ وَهُوَ بِهَا باَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلىَ اللهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ، فَافْعَلْ

“Kelak akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman dari kabilah Murad dari golongan Qarni, dulu ia pernah terkena penyakit belang lalu ia sembuh dari penyakit itu kecuali yang tersisa tempat sebesar ukuran satu dirham, ia memiliki ibu dan ia sangat berbakti kepadanya, seandainya ia memohon atas nama Allah pasti Ia akan mengabulkannya, bila kamu bisa mintalah ia untuk memohonkan ampun untukmu, maka lakukanlah.”

Baca juga: Ibnu Al-Jauzi, Pakar Fikih Mazhab Hanbali dan Penggede Ulama Abad 6 H

Dari Abu Hurairah ra., dia meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla mencintai dari kalangan makhluk-Nya orang-orang yang bersih, tersembunyi dan bebas dari dosa, rambut mereka berantakan, wajah mereka berdebu, perut mereka kelaparan, yang mana bila mereka meminta izin untuk menghadap pemimpin mereka tidak diberi izin, bila mereka meminang wanita yang kaya tidak akan diterima, bila mereka pergi tidak dicari, bila mereka muncul tidak ada yang gembira dengan kedatangan mereka, bila mereka sakit tidak dikunjungi, bila mereka mati tidak diantar jenazahnya.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tolong sebutkanlah kepada kami salah seorang dari mereka?”

Beliau Saw menjawab, “Itulah Uwais AlQarni.

Mereka bertanya, “Siapakah Uwais Al-Qarni?”

Beliau menjawab, “Seseorang yang bermata biru, berambut merah, berdada lebar, berukuran sedang, berkulit kemerahan, kepalanya selalu tertunduk, pandangannya terarah ke tempat sujud, bersedekap, selalu menangisi dirinya, berpenampilan compang-camping, selalu diabaikan, memakai sarung dari kulit domba dan selendang dari kulit domba, tidak dikenal oleh penduduk bumi, tetapi dikenal oleh penduduk langit, seandainya ia memohon kepada Allah pasti Ia akan mengabulkannya, ketahuilah bahwa di bawah ketiak sebelah kiri terdapat bagian kulit yang putih dan ketahuilah bahwa kelak di hari kiamat diserukan kepada para hamba, “Masuklah ke dalam surga lalu dikatakan Uwais, “Berhentilah, berilah syafaat, lalu Allah memberinya syafaat untuk orang-orang sebanyak kabilah Rabi’ah dan Mudhar. Wahai Umar dan Ali bila kalian bertemu dengannya, maka mintalah kepadanya agar ia memintakan ampun bagi kalian berdua niscaya Allah akan mengampuni kalian.”

Alqamah bin Yazib berkata, “Keteladanan zuhud berujung pada delapan orang tabiin di antaranya  Uwais Al Qarni. Keluarganya mengira ia gila, hingga mereka mendirikan sebuah bilik untuknya di depan rumah mereka selama bertahun-tahun mereka tidak pernah melihat wajahnya makanannya ia peroleh dari biji-biji kurma yang ia pungut kemudian di sore hari ia menjualnya untuk buka puasanya.”

Haram bin Hayyan menceritakan, “Hatiku terbelenggu oleh rasa cinta kepada Uwais dan kasihan kepadanya, ketika aku melihat keadaannya akupun menangis dan ia ikut menangis, ia mengenal namaku kemudian aku bertanya kepadanya, ‘Bagaimana kamu bisa mengetahui namaku sedangkan kamu belum pernah melihatku?’ Ia menjawab, ‘Aku diberitahu oleh Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Memberitahu, ruhku telah mengenal ruhmu, ketika diriku berbicara dirimu sesungguhnya orang-orang beriman saling mengenal satu sama lain dan saling mencintai karena rahmat Allah swt meski mereka tidak pernah bertemu.’”

Ada seorang lelaki bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?”

Beliau menjawab, “Pagi ini aku dalam keadaan mencintai Allah dan di sore ini aku bersyukur kepada Allah, lalu apa yang akan kamu tanyakan tentang keadaan seseorang bila di pagi hari ia mengira tidak akan hidup sampai sore dan bila di sore hari ia mengira tidak akan hidup sampai pagi hari. Sesungguhnya mengingat kematian tidak meninggalkan kegembiraan bagi seorang mukmin. Sesungguhnya hak Allah pada harta seorang muslim tidak mengisahkan baginya perak maupun emas, sesungguhnya amar ma’ruf dan nahi munkar tidak menyisakan teman bagi seorang mukmin. Kami menyuruh mereka berbuat baik tetapi mereka mengejek kehormatan kami bahkan mereka mendapat bantuan dari orang-orang fasik. Demi Allah sampai-sampai mereka menuduhku sebagai pelaku dosa besar, demi Allah aku tidak akan berhenti menegakkan hak Allah pada mereka.”

Bila tiba sore hari Uwais ra. mengatakan, “Malam ini adalah malam rukuk.” Beliau pun rukuk sampai Subuh.

Keesokan harinya ia mengatakan, “Malam ini dalam malam sujud.” Beliau bersujud sampai Subuh.”

Selain itu di sore hari beliau menyedekahkan apa yang ada di dalam rumahnya kemudian seraya berdoa, “Ya Allah, barang siapa mati kelaparan, maka janganlah Kamu menghukumku karenanya, dan barangsiapa yang mati dalam keadaan telanjang janganlah Kamu menghukumku karenanya.”

Baca juga: Jalan-Jalan dalam Tradisi Muhadditsin

Ada seorang lelaki berkata kepadanya, “Berilah aku wasiat!” Beliau menjawab, “Bergegaslah kepada Tuhanmu.”

Ia bertanya, “Lalu dari mana penghidupanku?”

Beliau menjawab, “Sungguh heran hati orang-orang yang masih dirasuki keraguan, apa kamu lari kepada Allah dengan membawa agamamu lalu kamu  masih ragu kepada-Nya tentang masalah rezkimu.”

Diriwayatkan dari Abdullah bin Salamah, “Di zaman Umar bin Khatab ra kami keluar berperang ke Azerbaijan dan Uwais Al-Qarni bersama kami, ketika kami kembali beliau meninggal dunia, lalu kamipun turun di suatu tempat tiba-tiba telah tersedia liang lahat yang sudah tergali, air yang telah tertuang, berikut kafan dan wewangiannya, kemudian kami mengurusnya lalu kami berjalan ketika kami ingin hendak kembali ternyata sudah tidak ada kuburan maupun bekasnya.”

Begitulah keistimewaan dan kemuliaan dari seorang tabi’in Uwais Al-Qarni, namanya harum di antara para penduduk langit dan bumi. Ketaatan dan kepatuhan ia kepada ibunya, mampu berhasil meraih keridhaan Allah dan Rasul kepadanya.

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.