Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Kisah Sultan Murad II dan Wali yang Dikaguminya

Avatar photo
23
×

Kisah Sultan Murad II dan Wali yang Dikaguminya

Share this article

Sultan Murad II sangat mencintai, mengagumi dan menghormati waliyullah bernama Haji Bayram. Seluruh penduduk mengakui beliau sebagai seorang ulama, sufi dan ahli zuhud terbesar pada masanya. Lantaran hormat yang luar biasa, Sultan mengeluarkan kebijakan khusus untuk tidak menarik pajak dari murid-murid beliau di Ankara—yang waktu itu hanya sebuah kota kecil.

Masalah muncul setelah kabar gembira bebas pajak dari Sultan Murad II ini diumumkan ke penduduk Ankara. Mereka mulai mengaku sebagai murid Haji Bayram sehingga membuat para pegawai penarik pajak kelimpungan.

Memang memungkinan jikalau semua penduduk Ankara menjadi murid wali agung itu. Namun bagaimana para pegawai menyeleksi orang yang benar-benar menjadi murid beliau? Hanya satu hal yang mereka bisa lakukan: melaporkan kejadian ini kepada Sultan Murad II dan menunggu perintah selanjutnya.

Para pengawai melapor, “Paduka Sultan, kami tidak mampu menarik pajak dari kota Ankara.”

“Mengapa?” Tanya Sultan, “Apakah mereka menolak membayar pajak?”

“Bukan, Paduka Sultan. Akan tetapi titah Sultan yang membebaskan pajak dari murid Haji Bayram membuat murid-murid beliau tidak membayar pajak.”

“Lantas apa hubungannya dengan persoalanmu?”

“Semua penduduk Ankara mengaku sebagai murid beliau.”

 “Seluruhnya?”

“Betul, Paduka Sultan.”

“Apakah kalian lalu mempercayainya begitu saja?”

“Tentu kami tidak percaya, Sultan. Tetapi bagaimana kami bisa membedakan murid yang asli dari mereka yang berbohong?”

“Baik. Susah memang melakukan hal itu. Tapi saya akan menulis surat untuk Haji Bayram dan menanyakan jumlah murid beliau.”

Baca juga: Pandemi di Balik Megahnya Masjid Sultan Hasan

Sultan Murad II mengutus utusan yang membawa suratnya kepada Haji Bayram di Ankara.

Haji Bayram membaca surat Sultan Murad II lalu menoleh ke salah seorang muridnya dalam sebuah majlis  pengajian. Beliau berkata, “Saya minta semua murid berkumpul minggu depan di alun-alun dan jangan sampai ada seorang pun terlambat.”

Hari dan waktu ditentukan. Murid itu menyampaikan perintah gurunya ke semua orang.

Pada hari dan tempat yang sudah ditentukan, semua penduduk telah berkumpul. Tidak ada apa-apa di alun-alun selain sebuah tenda besar. Haji Bayram keluar dan menghampiri orang-orang yang penasaran ingin tahu alasan mereka disuruh berkumpul.

Haji bayram berkata pada mereka, “Barangsiapa di antara kalian yang mengaku muridku dan menganggapku gurunya, maka masuklah ke tenda ini untuk aku sembelih dan persembahkan kepada Allah lalu darahnya akan aku tunjukkan di hadapan kalian.”

“Saya, Syeikh.” Seseorang menjawab.

Hadji Bayram memegang pemuda itu dan membawanya masuk ke tenda. Di dalam, beliau menyuruhnya menyembelih seekor domba. Sang guru keluar dan menumpahkan darah segar di depan orang-orang. Tindakan beliau membuat mereka bingung. Tidak sepatah kata keluar. Mereka tidak percaya apa yang baru saja mereka lihat: darah segar dari seseorang yang bersedia jadi persembahan.

Haji Bayram mengulangi permintaannya, “Ada lagi yang mau maju? Siapa muridku lagi?”

“Saya, Syeikh.”

Baca juga: Mengenang al-Urmawi, Pakar Fikih yang Lihai Bermusik

Pemuda satu ini ternyata murid beliau yang paling ikhlas. Dia melakukan apa yang dilakukan oleh murid pertama. Orang-orang mulai mundur dan meninggalkan tempat satu persatu.

“Ada yang lain lagi?”

“Saya, Syeikh.” Pengucapnya adalah seorang perempuan.

Pada kali keempat, tidak ada lagi yang menjawab. Tidak ada yang berani melewati darah berceceran di dekat tenda.  Sayembara selesai.

Pada hari itu juga, Haji Bayram mengirim surat kepada Sultan Murad II dan memberitahukan jumlah muridnya tidak lebih dari tiga: dua laki-laki dan seorang perempuan.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.