Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Duet Membaca Shalawat dan Menghafal Al-Qur’an

Avatar photo
46
×

Duet Membaca Shalawat dan Menghafal Al-Qur’an

Share this article

Syekh Ahmad Hassan bercerita bahwa ada seorang nenek-nenek tua yang baru mulai menghafal al-Qur’an. Sang nenek juga sering bershalawat ke kanjeng nabi Muhammad Saw.

Uniknya, nenek itu tidak hafal surat al-Ghasyiyah. Sekalinya dia menghafal surat itu, esoknya sudah lupa lagi. Dia menghafal lagi tetapi lupa lagi. Hafal dan lupa lagi. Begitu seterusnya.

Usai menyelesaikan wirid shalawat ke Kanjeng Nabi Muhammad Saw., sang nenek tua pun tidur.

Tetiba saja, Kanjeng Rasulullah Saw. mendatangi dia lewat mimpi.

Kanjeng Nabi mendikte sang nenek membaca surat al-Ghasyiyah, surat yang sulit dihafal oleh dia.

Kanjeng Rasulullah Saw. mendiktekan pelan-pelan dan sang nenek mengikuti apa yang didiktekan Nabi secara perlahan-lahan.

Dalam mimpi itu ayah dan ibu nenek tadi juga turut mengikuti apa yang didiktekan oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Baca juga:

Usai bangun dari tidurnya, sang nenek langsung hafal surat al-Ghasyiyah. Hafalan surat ini bersanad tersambung langsung ke Rasulullah Saw.

Meskipun surat-surat dalam al-Qur’an yang telah dihafalnya itu terkadang lupa, namun tidak dengan surat al-Ghasyiyah. Sang nenek selalu ingat dan hafal selama-lamanya.

Terkadang kita mengeluh betapa sukarnya menghafal al-Qur’an. Namun kita lupa bahwa pintu menuju hafal itu ada pada Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Dalam al-Qur’an, jelas disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman:

لقد جائكم من الله نور وكتاب مبين

“Sungguh, telah datang kepada kalian dari Allah cahaya dan kitab yang nyata.” (QS. al-Maidah [5]: 15)

Maulana Syekh Mustafa Ala Naema pernah menjelaskan tentang ayat ini.

Kata beliau, bahwa yang dimaksud dengan “cahaya” dalam ayat di atas adalah Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Mengapa cahaya lebih dahulu disebut sebelum al-Qur’an atau Kitab?

Baca juga: Shalawat Nariyah Pada Mulanya Bernama Shalawat Taziyah

Jawabannya mudah saja, dan itu sangat logis. Mustahil kita mampu membaca sebuah kitab di tempat gelap, maka langkah awal yang mesti kita lakukan adalah menyalakan lilin, menekan tombol hidup lampu, menyulut api lampu pijar, menghidupkan lentera. Dengan adanya cahaya, baru kita bisa membaca kitab, bisa menghafal kitab, bisa memahami kitab.

Begitu pun dengan orang yang ingin menghafal al-Qur’an. Terlebih dahulu harus menghidupkan cahaya di dalam kalbu dengan memperbanyak shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Jabal Mukattam, Kairo 30 Juni 2020

Kontributor

  • Ahmad Fauzan Azhima

    Achmad Fauzan Azhima, pemuda asal Banten. Mahasiswa Universitas al-Azhar Kairo Mesir, Fakultas Ushuluddin. Dept. Teologi-Filsafat. Peminat kajian Filsafat, Teologi dan Teosofi. Pernah jadi anak bawang di SASC (Said Aqil Siradj Center) Mesir dalam kajian Historis Islam Klasik.