Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Memaknai Kemerdekaan Lewat Hijrah Nabi Muhammad

Avatar photo
50
×

Memaknai Kemerdekaan Lewat Hijrah Nabi Muhammad

Share this article

Peralihan tahun baru Hijriyah yang jatuh pada Kamis 20 Agustus 2020 hanya berselang 3 hari dengan peringatan hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlangsung pada hari Senin. Keduanya menjadi momentum yang senantiasa diingat dan diperingati umat Islam dan rakyat Indonesia.

Bagi umat Islam, selain sebagai pembawa risalah kenabian, nabi Muhammad merupakan sosok penyeru ‘hijrah’ dalam kehidupan. Hijrah yang dimaksud adalah perubahan dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik.

Maka hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah menjadi momentum perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagaimana juga tidak bisa dikesampingkan momentum itu juga menjadi cikal-bakal penanggalan Hijriyah bagi umat Islam hingga saat ini yang sudah masuk ke tahun 1442. 

Ajakan Nabi kepada umat Islam untuk hijrah sebenarnya bukan sebatas pindah tempat dakwah karena masyarakat Mekkah banyak yang membangkang. Tetapi lebih dari itu, Nabi memikirkan kemerdekaan umatnya yang tidak memperoleh kebebasan dalam berkeyakinan dan menjalankan perintah Allah.

Sudah cukup kiranya Nabi dihina, dicaci bahkan disakiti menjadi bukti untuk terlepas dari belenggu orang-orang kafir saat itu. 

Maka dalam dakwahnya, Nabi senantiasa menyeru umatnya untuk menjunjung tinggi hak asasi yang dimiliki setiap manusia serta kesetaraan di antara mereka, terutama kaum wanita.

Pertimbangan makna dari nilai-nilai kemanusiaan ini yang menjadi tujuan agama Islam dalam memerdekakan manusia. Dengan demikian, kebebasan manusia dapat diperoleh dalam batasan syariat Islam. 

Melalui hijrah, penindasan yang terjadi di Mekkah terhadap umat Islam berpindah ke lingkungan masyarakat yang dapat diorganisasi dengan baik. Hal tersebut tercermin dari semangat persatuan antar masyarakat Yatsrib dengan bahu-membahu dalam membangun kotanya supaya damai, tentram dan kondusif.

Ada simbiosis mutualisme antara muhajirin (umat Islam Mekkah) dan Anshor (umat Islam Madinah). Para muhajirin memperoleh kemerdekaan dalam beragama dan Anshor mendapatkan bantuan dan dorongan dalam membangun Madinatunnabi.

Hijrah di Hari Kemerdekaan

Hingga tahun baru Hijriyah datang, bendera merah putih masih terbentang di sepanjang jalan. Bukti bahwa negara Indonesia masih menikmati kemerdekaan yang di raih 75 tahun silam. Merdeka dari perbudakan, penindasan dan kekejaman para penjajah.

Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa penjajahan di atas dunia tidak dapat dibenarkan dalam konteks kemanusiaan sebab sangat merugikan negeri yang dijajah. Disinilah makna kemerdekaan yang bertentangan dengan penjajahan, kemerdekaan vs penjajahan.

Proses kemerdekaan Indonesia telah mengorbankan banyak nyawa dan harta dari rakyat. Perjuangan mereka untuk berhijrah dari manusia yang tertindas, teraniaya dan terinjak-injak martabatnya ke masyarakat yang mulia, dihargai dan diakui telah melahirkan rasa nyaman, aman, tentram dan bahagia.

Tanpa diminta pun generasi penerus seperti kita, harusnya mampu mengisi kemerdekaan yang telah didapatkan secara susah payah dengan hijrah yang lebih baik lagi dari satu masa ke masa berikutnya.

Nabi telah menggagas masa depan umat Islam sejak dulu dalam segala aspek. Dalam hadisnya, Nabi bersabda; “Barangsiapa hari ini lebih baik dari kemarin, dia orang yang beruntung. Yang hari ini sama dengan kemarin, dia orang yang merugi.

Dan yang hari ini lebih buruk dari kemarin, maka ia orang yang terlaknat.” Hadis ini merupakan sebuah penegasan dalam perubahan pola hidup manusia. Harus ada proses hijrah dari setiap manusia, walaupun kecil kemungkinan akan lebih baik dirinya hari ini dengan kemarin secara kontinyu.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Nabi mengajarkan umat Islam untuk senantiasa melakukan hijrah dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Tolong-menolong dengan sesama, mengasihi anak yatim, memberi makan orang fakir-miskin, tidak membunuh, tidak merampok merupakan perilaku yang selama ini telah mendarah daging dalam doktrin agama. Namun akan kurang terasa faedahnya jika implementasi nilai-nilai ini tidak masuk dalam ranah sosial dan politik.

Ajaran Nabi akan langgeng jika masyarakat Indonesia mampu berhijrah ke kondisi yang lebih baik, terutama dalam aspek ekonomi, sosial dan politik. Hal tersebut yang mampu memicu kesejahteraan masyarakat secara maksimal sehingga rakyat merasakan kemerdekaan yang didapat sekarang ini merupakan anugerah terindah dalam hidup. Karena merdeka bukan berarti setiap rakyat Indonesia harus kaya harta. Namun merdeka dalam memperoleh kekayaan harta, pendidikan, budi pekerti yang baik dan tentunya beragama secara bebas.

Dengan demikian, hijrah merupakan hal yang tak bisa dielakkan dalam kehidupan. Yang terbaik secara individu adalah menambah ketaatan dan ibadah kepada Allah. Begitupula dalam berbangsa, yang dimulai dari introspeksi diri sehingga mampu mengubah masyarakat ke tatanan bangsa yang beradab dan disegani bangsa lain.

Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum, sehingga mereka merubah diri mereka terlebih dahulu…” Kita tinggal memilih. Wallahu A’lamu bishawab…

Kontributor

  • Andi Luqmanul Qosim

    Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.