Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Pendapat Syekh Nawawi al-Bantani dalam Menentukan Awal Puasa dan Hari Raya

Avatar photo
56
×

Pendapat Syekh Nawawi al-Bantani dalam Menentukan Awal Puasa dan Hari Raya

Share this article

Apa bedanya penentuan awal bulan puasa dengan penentuan hari lebaran 1 Syawal ?

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, bedanya adalah pada jumlah kesaksian yang diambil. Penetapan awal bulan puasa boleh didasarkan pada kesaksian satu orang yang melihat hilal, sedangkan penetapan hari lebaran harus didasarkan pada kesaksian minimal dengan 2 orang. Para saksi ini haruslah orang yang adil, dalam arti bisa dipercaya karena akhlaknya baik, tidak dikenal sebagai tukang menyebar kabar bohong (hoaks), dan lain-lain.

Atas dasar itu, Syekh Nawawi dalam kitab tafsir Marah Labid-nya merumuskan kaidah:

يقبل قول الواحد في إثبات العبادة، ولا يقبل في الخروج منها

“Kesaksian satu orang dapat diterima dalam penentuan suatu ibadah, tapi tidak untuk menetapkan berakhirnya suatu ibadah”.

Kaidah ini sangat menarik, meski substansinya sebenarnya bukanlah hal baru, dalam arti telah dibahas oleh para ulama terdahulu. Syekh Nawawi hanya melakukan penyimplan-penyimpulan dengan bahasa sendiri saja.

Dalam hal penetapan awal Ramadhan yang boleh didasarkan pada kesaksian satu orang, Syekh Nawawi mengikuti pendapat Imam Syafi’i (w 204 H) dalam kitab al-Umm yang mengatakan, “Jika hilal bulan Ramadhan tidak dapat dilihat oleh masyarakat luas, kecuali hanya oleh satu orang saja, maka aku berpendapat untuk menerima kesaksian itu, demi kehati-hatian”.

Pendapat Imam Syafi’i ini berbeda dengan pendapat gurunya, Imam Malik bin Anas (w 179 H). Imam Malik lebih memilih kesaksian dua orang, sebagaimana kesaksian yang berlaku pada akad-akad lain pada umumnya (majra asy syahadah fi sair al huquq). Demikian disebutkan dalam kitab al-Mudawwanah al-Kubra, kitab fikih induk dan paling otoritatif di lingkungan Madzhab Maliki.

Sedangkan penetapan awal bulan Syawal alias lebaran yang harus didasarkan pada kesaksian 2 orang, ini memang pendapat mayoritas ulama.

أمّا في هلال شوال، فلا تُقبل شهادة عدل واحد عند عامّة الفقهاء، حيث اشترطوا أن يشهد على رؤيته اثنان ذوا عدل

“Adapun pada penetapan hilal awal bulan Syawal, menurut mayoritas ahli fikih, kesaksian satu orang yang adil tidak dapat diterima. Para ahli fikih mensyaratkan kesaksian dua orang yang adil”

Pernyataan ini bisa ditemukan – dengan ragam redaksi – dalam kitab-kitab induk seperti Ahkam al-Quran karya Ibn al-Arabi, Bidayatul Mujtahid karya Ibn Rusyd, serta Al-Jami’ li Ahkam al-Quran karya Imam Qurthubi.

Jadi kesimpulannya, untuk awal Ramadhan, kesaksian satu orang harus diterima. Sedangkan untuk lebaran, minimal harus dua orang. Mengapa? “Ihtiyatan li amri al shiyam”, kata Syekh Nawawi. Dalam rangka kehati-hatian, demi menjaga keagungan bulan Ramadhan.

Pada 29 Ramadhan, Menteri Agama dan segenap pemangku otoritas keagamaan Islam akan melakukan sidang isbat penetapan 1 Syawal 1441 H. Jika nanti hanya ada satu orang saja yang mengaku melihat hilal Syawal, maka seharusnya kesaksian itu diabaikan karena kaidah hukum fikih sebagaimana rumusan Imam Nawawi tersebut. Demi keagungan bulan suci Ramadhan, satu hari saja keberadaannya, sungguh ia begitu bernilai. Belum tentu tahun depan kita akan menjumpainya lagi. Lalu, sudahkah Anda memanfaatkannya dengan amal baik?

Pandeglang 29 Ramadhan 1441 H.

Kontributor

  • Dede Ahmad Permana

    Nama lengkapnya adalah Dr. KH. Dede Ahmad Permana, Lc., MA. seorang akademisi yang kini menjadi pimpinan Pondok Pesantren Darul Iman, Pandeglang. Setelah lulus dari Universitas Al-Azhar Mesir dan Universitas Zaitunah Tunisia, ia mengasuh pesantren, dan mengajar di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.