Peristiwa penting dalam proses penaklukan Islam atas Mesir adalah terebutnya Benteng Babilon dari kekuasaan Romawi Bizantium. Pada bulan April tahun 641 M, pasukan pimpinan Amr bin Al Ash berhasil merebut benteng ini. Peninggalannya, masih tersisa hingga hari ini di kota Kairo, Mesir.
Sesungguhnya pasukan Amr bin Al Ash telah masuk ke wilayah Mesir pada akhir tahun 639 M. Aleksandria atau Iskandariah sebagai ibu kota Mesir waktu itu pun baru ditaklukkan pada bulan Oktober 641 M.
Namun demikian, sumber-sumber sejarah menganggap peristiwa terebutnya Benteng Babilon ini sebagai titik penting bermulanya sejarah Islam di Mesir. Letak benteng Babilon sangat strategis, bisa dikatakan di tengah Negeri Mesir. Amr bin Al Ash pun lebih memilih menaklukkan Benteng Babilon terlebih dahulu dibanding menaklukkan ibu kota Aleksandria.
Meski tidak terletak di ibu kota, namun Benteng Babilon adalah pertahanan yang kuat waktu itu. Dibanding dengan masa pengepungan kota maupun benteng lain di Mesir, termasuk Iskandariah, masa pengepungan Benteng Babilon dapat dikatakan paling lama, tak kurang dari setengah tahun.
Di samping itu, ibu kota pertama Mesir Islam pun bukanlah Iskandariah melainkan Fustat, kota baru yang dibangun tak jauh dari Benteng Babilon. Letak kota Fustat maupun Benteng Babilon kini merupakan bagian dari wilayah ibu kota negara Mesir saat ini yaitu Kairo.
Khalifah Umar Sempat Ragu
Pasca suksesnya penaklukan Syam, Amr bin Al Ash mendapat ijin dari Khalifah Umar bin Al Khattab untuk melaksanakan kampanye militer di Mesir. Momen ini termuat dalam buku Muhadharah fi Hadharah Misr al Islamiyyah karya Ibrahim Abdul Mun’im Salamah. Saat perjalanan pasukan yang berjumlah 4000-an ini sampai di Rafah (kini perbatasan Mesir dan Gaza), sepucuk surat dari Khalifah Umar sampai ke tangan Amr.
Surat tadi baru dibuka oleh Amr setelah pasukan sampai di sekitar Al Arish, kota di pesisir Laut Tengah, pada Desember 639 M/Dzulhijjah 18 H. Perintah Khalifah Umar dalam surat itu adalah agar Amr menarik pulang pasukannya jika surat itu dibaca sebelum pasukan masuk wilayah Mesir. Rupanya Khalifah Umar memiliki kekhawatiran jika pasukan Amr tidak mampu menandingi kekuatan Romawi Bizantium yang menguasai Mesir.
Karena Al Arish adalah wilayah yang sudah termasuk bagian Mesir, maka Amr pun melanjutkan perjalanannya setelah sempat singgah dan merayakan Idul Adha di tempat ini. Menyusuri jalur pesisir ke arah Barat sampailah pasukan Amr di Pelusium atau Al Farama yang ada di timur kota Port Said kini. Karena Pelusium bisa dikatakan tanpa penjagaan, pasukan Amr bisa menaklukannya dengan mudah.
Pelusium berada di sudut delta Sungai Nil di arah timur, sementara Aleksandria berada di sudut delta Sungai Nil di sebelah barat. Selain di timur dan barat, delta Sungai Nil yang berbentuk segitiga ini memiliki satu sudut lagi yaitu di sebelah selatan di mana Benteng Babilon berada.
Dari Pelusium, pasukan Amr tidak bergerak ke barat menuju Aleksandria namun ke arah Benteng Babilon di sebelah barat daya. Di daerah Bilbeis, sekitar 65 kilometer dari Kairo kini, pasukan Amr terlibat pertempuran dengan pasukan Romawi Bizantium.
Baca juga: Pandemi di Balik Megahnya Masjid Sultan Hasan
Pertempuran juga terjadi di Tendunias atau Ummu Dunain di pinggir timur Singai Nil, yang kini diperkirakan terletak di daerah Azbakia atau Maidan Ramses di kota Kairo. Semua pertempuran yang dilalui pasukan Muslim itu dilewati dengan kemenangan, meski kadang membutuhkan pengepungan yang lama.
Sembari menunggu bantuan tambahan dari Khalifah Umar, pasukan Amr sempat menyeberang ke sisi barat sungai Nil dan menyusur ke selatan menuju Fayyum. Kampanye militer di Fayyum pun sukses dan pasukan kembali ke tempat semula saat bala bantuan yang dinanti telah datang. Pasukan yang jumlahnya telah mencapai 12.000 (atau 15.000 menurut sumber yang berbeda) ini dipusatkan di Heliopolis atau Ain As Syams di sebelah utara Tendunias.
Pasukan Muslim yang lebih terbiasa dengan perang gurun dibanding perang benteng berhasil memancing pasukan Romawi Bizantium untuk keluar dari Benteng Babilon menuju utara. Pertempuran hebat pun terjadi pada pertengahan tahun 640 M di Heliopolis dengan kemenangan gemilang di tangan pasukan Muslim.
Pergerakan pasukan Amr berlanjut ke selatan menuju benteng Babilon. Pengepungan benteng ini dimulai pada September atau Oktober 640 M menurut sumber lain. Terjadi beberapa usaha perundingan antara pihak Muslim dan Romawi Bizantium selama pengepungan.
Kekuatan pasukan di Benteng Babilon makin melemah karena banyak faktor, salah satunya karena Kaisar Heraklius, pemimpin tertinggi Romawi Bizantium di Konstantinopel, mangkat pada bulan Februari 641 M. Pada akhirnya benteng tersebut jatuh ke tangan pasukan Muslim pada bulan April 641 M dan Benteng Babilon dikosongkan dari pasukan Romawi Bizantium.
Setelah berhasil menguasai Benteng Babilon, pasukan Muslim melanjutkan kampanye militer ke utara. Dalam perjalanan ini, beberapa kota yang ada di sepanjang jalan jatuh ke tangan pasukan Muslim. Pengepungan Aleksandria pun berakhir dengan jatuhnya kota ini ke tangan pasukan Muslim pada Oktober 641 M.
Kristen Romawi dan Kristen Koptik
Selama kampanye militer Amr bin Al Ash di Mesir, hubungan keagamaan antara penguasa Romawi Bizantium dengan pribumi Koptik berada dalam keadaan renggang. Keduanya sama-sama beragama Kristen namun dengan ajaran yang berbeda, sebagaimana termuat dalam buku A History of Egypt in The Middle Ages karya Stanley Lane-Poole.
Perbedaan antara ajaran Kristen resmi Romawi Bizantium dengan Kristen Koptik Mesir bermula dari sidang pemuka Kristen yang dinamakan Konsili Kalsedon di tahun 451 M. Konsili yang diadakan di sebuah tempat yang kini bagian dari kota Istanbul ini menghasilkan kesepakatan yang tidak diterima oleh gereja Koptik Mesir.
Keputusan yang diambil oleh Konsili Kalsedon adalah konsep dualitas hakikat Kristus secara ilahiah dan manusiawi. Golongan Kristen yang menerima keputusan konsili ini disebut sebagai aliran melkit atau diofisit. Sementara itu gereja Koptik Mesir disebut sebagai beraliran miafisit yang meyakini bahwa unsur keilahian dan kemanusiaan Kristus adalah satu hakikat.
Perbedaan ini melahirkan persekusi dari penguasa Bizantium terhadap kaum Kristen Koptik Mesir. Inilah yang menyebabkan kaum Koptik pribumi relatif bersikap netral saat terjadi perebutan kekuasaan atas Mesir yang terjadi antara Romawi Bizantium dengan pasukan Muslim pimpinan Amr bin Al Ash.
Baca juga: Pertempuran 10 Ramadan dalam Mimpi Syaikh Abdul Halim Mahmud
Robert Morgan dalam History of the Coptic Orthodox People and The Church of Egypt menyebutkan bahwa saat pasukan Amr bin Al Ash masuk Mesir, kepemimpinan tertinggi gereja Kristen Koptik sedang dijabat oleh Paus Benyamin I. Tahta suci Paus Koptik saat itu ada di kota Aleksandria dan tidak berpindah sampai sekarang.
Namun saat pasukan Amr masuk Mesir, Paus Benyamin I tidak berada di Aleksandria melainkan sedang mengungsi dari satu biara ke biara yang lain, bahkan sampai ke daerah Thebais di Mesir Selatan. Pasalnya, pada tahun 631 M pemerintah Romawi Bizantium menunjuk Cyrus sebagai pemimpin pemerintahan Mesir sekaligus partriark pemimpin keagamaan Kristen yang mewakili Konstantinopel.
Cyrus yang dalam referensi Bahasa Arab disebut Muqauqis ini pun menjadi seteru Paus Benyamin I dalam bidang keagamaan. Paus Benyamin I mengasingkan diri dan malah adiknya yang bernama Mennas harus menerima persekusi yaitu hukuman mati. Saat Aleksandria jatuh ke tangan pasukan Muslim, keadaan pun menjadi aman untuk Paus benjamin I. Ia pun kembali ke Aleksandria dan bisa meneruskan jabatannya.
Ibu Kota Fustat
Selepas menaklukkan Alexandria, Amr bin Al Ash meminta izin kepada Khalifah Umar untuk menjadikan kota ini sebagai ibu kota Mesir Islam. Amr sudah merasakan kekaguman atas Aleksandria saat menjadi pedagang di masa lalu. Kota Aleksandria pun sudah siap dengan bangunan-bangunan jika diperlukan sebagai ibu kota.
Namun niat ini urung dilaksanakan karena Khalifah Umar tidak mau ibu kota daerah kekuasaan Islam terhalang sungai dari kota Madinah. Memang benar, Aleksandria dan Madinah terpisah oleh sungai Nil dan cabang-cabangnya.
Kemudian Amr kembali ke Benteng Babilon dan membangun kota tak jauh dari sebelah utara banteng ini dengan nama Fustat. Buku karya Fuad Azb yang berjudul Fusthath: An Nasy’ah, al Izdihar wa al Inhisar menyebutkan sebuah legenda tentang Amr dan kota Fustat.
Alkisah, Amr hendak mengemasi tendanya sebelum berangkat memulai kampanye militer ke arah Aleksandria setelah berhasil merebut Benteng Babilon. Ternyata ia menemukan burung dara yang telah bertelur di atas tendanya. Tidak mau membongkar tendanya, ia pun memerintahkan orang untuk menjaga tenda itu kemudian berangkat ke Aleksandria.
Saat proposal mendirikan ibu kota di Aleksandria ditolak Khalifah Umar, ia pun memilih tenda yang ia tinggal tadi sebagai titik pembangunan ibu kota baru. Ia memulai pembangunan di titik itu dengan mendirikan masjid yang kini masih berdiri dengan nama Majid Amr bin Al Ash. Ia pun membangun kota Fustat yang kini hanya tinggal tersisa reruntuhannya di sebelah arah kiblat dari Masjid Amr bin Al Ash.
Saat ini, peninggalan Benteng Babilon bisa ditemui di Jalan Mar Girgis di Kairo, berdampingan dengan komplek Kairo Koptik di mana terdapat museum dan gereja-gereja Kristen serta sinagog Yahudi. Dari tempat ini, masjid Amr bin Al Ash bisa dicapai dengan berjalan kaki sebentar ke arah utara.
Baca juga: Rumah Sakit Zaman Dinasti Islam
Sebagaimana dipaparkan di atas, baik Benteng Babilon maupun Fustat berada di sudut delta Sungai Nil sebelah selatan. Daerah ini sangat strategis karena menjadi pintu arus Sungai Nil dari selatan yang masuk ke delta untuk kemudian bermuara di Laut Tengah. Daerah ini berada di tengah negeri Mesir, memisahkan antara bagian selatan yang disebut sebagai Upper Egypt atau Sa’id Misr dengan bagian utara yang disebut Lower Egypt atau Misr as Sufla.
Di daerah ini pula, Mesir Kuno pernah mendirikan ibu kota bernama Memphis yang berada di sisi barat Sungai Nil. Setelah berdirinya Fustat, ibu kota Mesir Islam berpindah semakin ke utara di beberapa kota yang berbeda yaitu Al ‘Askar, Al Qatai’ lalu Al Qahirah, cikal bakal kota Kairo saat ini. Namun demikian semua kota itu tidak berjauhan dan semua berada di hulu delta Sungai Nil, tepatnya di sisi timur sungai.
Apabila dilihat di peta satelit, gambar menunjukkan bahwa di Mesir bagian selatan, Sungai Nil mengalir tanpa cabang dan memiliki tanah subur di kiri kanannya saja. Namun sesampainya di sekitar kota Kairo, sungai Nil kemudian mengalir bercabang2 membentuk sebuah segitiga besar yang subur dan menghijau warnanya.