Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Wabah dan Bencana dalam Catatan Ulama Klasik (Part 4) “Perang yang Menghancurkan”

Avatar photo
27
×

Wabah dan Bencana dalam Catatan Ulama Klasik (Part 4) “Perang yang Menghancurkan”

Share this article

Penghentian salat dan
ibadah lain di rumah Allah yang disebabkan oleh perang juga tidak luput dari
tempat-tempat yang disucikan oleh umat Islam, mungkin peristiwa yang paling
lama terjadi adalah ketika penduduk Madinah demo pada tahun 63 Hijriah, Qodhi
Iyadh berkata  dalam ikmal al-mu’lim
bi fawaidil muslim
, menggambarkan apa yang dilakukan oleh tentara Yazid di Madinah
dan para penduduknya.

Mereka memerangi dan
membunuh penduduk dan Madinah serta menghalalkan segalanya selama tiga hari,
banyak sahabat yang masih tersisa terbunuh baik dari  golongan muhajirin dan ansor, hal tersebut
mengakibatkan salat di masjid Nabawi dihentikan selama tiga hari berturut-turut
dan tidak dikumandangkan azan.

Peristiwa penting yang lain
terjadi di masjidil Haram di Mekah adalah yang disebabkan oleh Abu thohir al-jannnabi
al-qurmuthi (332 H) ketika ia dan tentaranya menyerang rombongan haji pada hari
tarwiyah pada tahun 317 H. Ia merusak ibadah haji orang-orang di tahun tersebut,
membunuh ribuan orang di tengah Masjidil Haram.

Ia mengambil hajar aswad
dan meletakannnya d ibu kota negaranya yang kecil bernama Hajar (di sebelah
timur Saudi sekarang). Imam Dzahabi dalam Tarikh al-Islam mengatakan, pada
tahun itu jamaah haji tidak melakukan wukuf di arafah, ibadah haji orang-orang
Islam terhenti di tahun itu padahal ia lebih penting bagi mereka dari pada
salat jamaah.

Ada kejadian serupa yang
lebih dulu dari perbuatan keji al-Qurmuthi ini, sejarawan Abdul malik al-makki (1111
H) menyebutkan  dalam kitab Samtu
an-Nujum al-‘Awali
bahwa pada tahun 250 H Ismail bin Yusuf al-Ukhoidhir
yang dijuluki dengan as-Safak masuk ke Mekah tahun 252 H.

Lalu para pemimpin lari
dari dan menuju ke kota Baghdad, Lalu Ismai’l merampas harta orang-orang, menuju
ke ka’bah lalu mengambil kiswahnya dan harta yang disimpan di dalam gudang, ia
merampok Mekah dan membakar sebagian isinya, ia keluar dari Mekah setelah
tinggal di sana selama lima puluh hari.

Ismail bin Safak juga menyerang
kota Madinah sehingga para penjaganya bersembunyi, ia berbuat lalim kepada para
penduduknya dan menghancurkan rumah mereka. hal tersebut  mengakibatkan salat Jumat ditiadakan di
masjid Nabawi hingga lebih dari setengah bulan, ia lalu kembali ke Mekah dan
mengepung penduduknya sehingga banyak dari mereka mati kelaparan dan kehausan.

Dia juga pergi ke tempat
wukuf dan ketika itu orang-orang  sedang
berada di Arafah, ia membunuh orang-orang yang sedang wukuf dengan jumlah
sekitar seribu seratus orang, semua orang melarikan diri sehingga tidak ada
orang yang wukuf di Arafah sehari semalam selain Ismail dan bala tentaranya.

Bila Madinah memperoleh
bagian perlakuan buruk Ismail, begitu juga yang terjadi pada masjid Nabawi.
Kegiatan salatnya pernah terhenti untuk kedua kali karena orang-orang  yang ingin balas dendam dari kelompok Alawi Muhammad
dan Ali keduanya adalah putra Ja’far as-shādiq.

Keduanya datang dengan
bala tentaranya menyerang Madinah pada tahun 271 H, keduanya membuat onar di
dalamnya. Ibnu katsir berkata dalam al-Bidāyah wan nihāyah bahwa keduanya membunuh
penduduk kota Madinah dan merampas harta sangat banyak, sehingga salat Jumat di
masjid Nabawi terhenti selama empat kali salat Jumat.

Tidak ada  orang yang datang untuk melaksanakan salat Jumat
dan jamaah, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Ibnu  Atsir menukil kasidah dari Fadhl bin abbad al-alawi
mengungkapkan kesediahannya terkait peristiwa ini: “Apakah  kau ingin menghancurkan tempat hijrah Nabi SAW
yang teramat baik, dan sebab kerusakannya membuat semua umat Islam menangis.”

Sekitar beberapa
abad  yang lalu, salat Jumat di masjid Nabawi
juga ditiadakan yaitu pada permulaan perang dunia pertama, disebutkan dalam
kitab Mu’allimu Masjid an-Nabawi ketika menerjemahkan biografi syaikh Alfa
Hasyim (1349 H.), ketika ia menjadi imam masjid Nabawi.

Ketika kekuatan syarif Husain bin Ali 1931 M. mengepung kota Madinah lalu walinya Fakhri Basya  (gubernur utsmani) menjadikan masjid Nabawi sebagai tempat untuk tentara dan senjata.

Ia menjadikan menara-menara masjid Nabawi sebagai menara pengawas  untuk mengawasi musuh, oleh sebab itu salat-salat dihentikan dan azan tidak dikumandangkan dari menara untuk sementara waktu.

Perang dan Para Pemberontak

Selain Mekah dan madinah
fitnah juga terjadi juga di kota-kota Islam yang lain, mengakibatkan salat Jumat
dan jamaah dihentikan karena perang yang terus terjadi, barangkali masjid Aqso
adalah masjid  yang paling mengalami
tantangan dan peniadaan salat.

Salat di masjid ini
ditiadakan pada masa pemerintahan kaum Salib selama sekitar sembilan puluh
tahun yang dimulai pada tahun 492 H, mereka memulai penjajahannya dengan pertumpahan
darah yang sangat hebat.

Ibnul atsir menggambarkan
penyembelihan yang terjadi dalam kitab al-Kamil ; Orang-orang Eropa di
masjid Aqso membunuh lebih dari tujuh puluh ribu jiwa, banyak diantara mereka
adalah pemimpin umat islam, ulama, ahli ibadah dan zuhud, mereka padahal adalah
orang meninggalkan tanah airnya dan berbataan dengan al-quds.

Kejadian yang sama juga terjadi
di masjid Andalusia ketika orang Nasrani Spanyol menyerang kota-kota besar di
Andalusia yang dimulai dari awal ketujuh, sejarawa Andalus Abdullah bin Anan
(1986 M) menceritakan peristiwa tersebut dalam kitabnya Daulatul Islām fil
Andalus
menukil dari kitab Akhbārul ‘ashr fin qidhāi daulati bani nashr yang
ditulis oleh orang tidak dikenal.

Ia menceritakan peristiwa
pada masanya, bahwa Spanyol mengingkari perjanjian untuk menyerahkan kota Granada
dan menyerahkan kebebasan beragama bagi umat Islam. Namun  ternyata masjid-masjid ditutup, melarang umat
Islam menghidupkan syiar-syiar agama, sebagaimana akidah dan syariat mereka
juga di nodai.

Peristiwa terpenting
dalam bahasan ini ada dua peristiwa yaitu penjajahan Mongol di Baghdad dengan
kepemimpinan raja Holako di tahun 656 H, lalu penyerangan suku Tatar di
Damaskus tahun 803 H yang dipimpin oleh Timur lenk.

Kejahatan yang dilakukan
Mongol ketika memasuki Baghdad sudah sangat masyhur untuk dibahas, hanya saja
tema perang yang disebutkan disini adalah seperti yang disebutkan oleh Ibnu
Katsir: Para khotib, imam dan penghafal qur’an dibunuh sehingga masjid, jamaah
dan Jumat dihentikan selama berbulan-bulan di baghdad.

Penulis pada masanya imam Subki 771 H dalam kitab Thabaqāt as-syafi’iyyah menggambarkan tragedi ini dengan amat memilukan: Baghad di kuasai Hulagu Khan hingga amirul mukminin dan merata ke orang-orang muslim yang lain, salib ditinggikan.

Lalu terdengar suara trompet dari masjid, tempat yang hanya boleh diperdengarkan nama Allah di dalamnya, masjid-masjid dibiarkan dan dirusak, kota Baghdad hancur lebur beserta para penduduknya, sekaan kota tersebut dan para penduduknya hanya ada dalam mimpi saja.

Ibnu Khaldun (808 H) dalam Tarikh juga menceritakan, ketika panglima Tatar Mahmud Qozan (703 H) memerangi Syam dengan bala tentaranya pada tahun 699 H., mereka masuk melalui Damaskus dan melakukan perampokan, perampasan dan menghancurkan masjid bani Ummayah

Mereka merusak kehormatan masjid dengan segala bentuk keharaman tanpa pengecualian. Para hakim, khotib dibunuh dan salat jamaah dan Jumat dihentikan. Hal tersebut dilakukan padahal Qozan adalah keturunan dari generasi Tatar yang masuk Islam!

Begitu juga penyerangan
Timur Lenk tidak kalah kejam, kalaupun ia mengaku masuk Islam dan melakukan
perdamaian dengan penduduknya,  perdamaian
dengan kesepakatan bayar agar orang Islam selamat dari pembunuhan dan penyaliban,
hanya saja perjanjian tersebut berbalik dan mereka melakukan rampasan,
menghancurkan dan membakar sebagiannya.

Kesibukan orang-orang berpaling
dari agama dan dunia karena apa yang mereka hadapi, semua masjid berhenti
mmengumandangkan adzan dan mendirikan salat, begitu yang Maqrizi gambarkan
dalam kitab as-sulȗk li ma’rifati duwalil mulȗk.

Catatan

Ibnu Khaldun hidup pada masa
peristiwa tersebut karena ketika itu ia sedang 
mengunjungi Damaskus, dalam kunjungannya ia mengalami masa penjajahan Timur
Lenk, dia menyebutkan banyak keburukan yang ia dan pasukannya lakukan, di antaranya
adalah membakar masjid Umawi dan menyebabkan dihentikannya salat di dalamnya.

Dia menyebutkan  dalam kitabnya, mereka menyalakan api dan
membakar barang-barang, api tersebut terus menyala hingga menyambar masjid
Umawi,  apinya meninggi sampai ke atas
sehingga timahnya menetes dan atap dan dindingnya hancur. Kejadiannya tersebut  sungguh terlampau sadis dan buruk.

Dalam
menyikapi peristiwa tersebut, Mujir ad-Din al-Alimi al-Maqdisi (928 H)
mengatakan dalam kitabnya at-Tārikhul mu’tabar fi akhbāri man ghobar salat
Jumat pernah  ditiadakan di masjid Umawi hanya
sekali saja, yaitu pada hari Jumat pertama penjajahan Tatar di negeri tersebut.

Kekacauan dan Keributan

Sebagaimana peperangan
dapat menyebabkan terhentinya salat Jumat dan Jamaah, begitu pula kekacauan
politik dan tidak adanya rasa aman juga dapat menyebabkan hal yang sama. Ibnu
Syahin al-malthi (920 H) menyebutkan dalam Nailul Amal fi Dzaili ad-Duwal bahwa
di sebuah hari Jumat tahun 802 H terjadi fitnah hebat antara penguasa daulah Mamalik
sehingga kota  Kairo dibuat kacau.

Pintu masjid ditutup sehingga
para khotib mempersingkat khutbah dan salatnya, bahkan di sebagian masjid tidak
dilaksanakan salat, ketika itu orang-orang keluar dengan perasaan cemas dan
pasar-pasar ditutup.

Keributan yang  sama juga terjadi di wilayah Mesir, kacaunya
keamanan sehingga orang-orang meninggalkan salat Jumat dan masjid-masjid
ditutup, sejarawan Jabarti (1237 H) menceritakan dalam buku ‘Ajā’ibul Atsar
bahwa pada tahun 1230 H terjadi percobaan kudeta yang gagal atas wali Mesir Utsmani
Muhammad Ali Basya (1265 H), hal itu menyebabkan merosotnya keamanan yang
tajam.

Jabarti berkata: Kejadian
seperti belum pernah saya temukan sebelumnya di negara manapun, dalam waktu
lima jam saja yang dimulai dari  sebelum
salat Jumat sampai sebelum waktu asar, pada waktu yang sangat singkat ini
orang-orang mengalami ketakutan yang luar biasa.

Harta dan segala milik
mereka dirampas dan gambaran lain yang tidak dapat digambarkan. Salat Jumat pada
hari itu ditiadakan dan masjid-masjid ditutup, orang-orang saling mawas diri
dan siap dengan senjata mereka.

Begitu juga yang terjadi disebelah barat wilayah Islam, sejarawan Maroko Abul Abbas Nashiri (1315 H) dalam kitabnya al-Istiqsho li Akhbari Dualil Maghrib al aqsho, bahwa ketika raja Abdul Malik zaidan disumpah oleh saudaranya Walid bin Zaidan.

Terjadi fitnah yang hebat di kota Fas sehingga salat Jumat dan tarawih ditiadakan di masjid Qoiruwan  untuk sementara waktu, salat lailatul qodar juga tidak dilakukan kecuali hanya oleh satu orang saja, keadaan waktu itu sangat mencekam dan dalam kondisi perang.

Ibnu Adzari al-Marokisyi
menceritakan dalam kitab al-Bayan al-Maghrib; Ketika bani Ubaid (Syiah
Fatimiyyah) datang ke Mesir dari Tunis, mereka selalu menyebutkan
raja-raja  mereka di Tunis, mereka
menyebutkan namanya di atas mimbar.

Oleh sebab itu penduduk
Qoiruwan menghentikan salat mereka agar bisa menjauh dari ajakan mereka, mereka
menolak bani Ubaid selalu menyebut nama-nama rajanya, diantara mereka juga ketika
sudah sampai masjid berkata: “Ya Allah saksikanlah, ya allah saksikanlah,
lalu mereka pergi dan salat zuhur empat rakaa’at.”

Ketika keadaannya
semakin parah dan tidak ada satupun penduduk Qoiruwan yang hadir salat Jumat,
maka salat Jumat ditiadakan dalam jangka waktu yang lama. Disebutkan bahwa
khutbah para syi’ah Fatimiyyah terus berlangsung hingga tahun 440 H., yang pada
akhirnya bendera mereka dirobek dan dibakar.

Ini merupakan sikap yang
mengagumkan dan unik yang ditunjukan oleh penduduk Qoiruwan. Kalaupun mereka
memiliki permusuhan yang sengit kepada Syiah Fatimiyyah, namun mereka dapat mengalah
untuk meninggalkan salat Jumat sebagai perlindungan dan penjagaan atas agama mereka.

Mereka berlindung dari
pujian syiah kepada pemimpinnya yang mereka anggap lalim dan sesat. Ketika
mereka lewat depan masjid mengucapkan “Ya Allah saksikanlah,” kalimat tersebut
diucapkan karena mereka masih mengagungkan salat Jumat dan masih ingin
menyaksikannya, namun tidak ada yang menghalanginya selain do’a Syiah untuk  para pemimpin yang tidak mereka ridhai agamanya.

Dalam penutup pemaparan
sejarah yang ringkas ini, terkait kejadian-kejadian yang menghentikan salat jamaah
di masjid-masjid umat Islam, kita ketahui bahwa apa yang kita alami pada hari
ini berupa penghentian salat Jumat dan jamaah–karena takut ikut andil dalam penyebaran
virus corona/Covid-19––bukan merupakan barang 
baru yang tidak ada dalam sejarah, kejadian serupa sudah sering terjadi
dalam sejarah umat Islam lantaran banyak sebab.

Beberapa kejadian sama
presis dengan apa yang kita alami sekarang yaitu berupa faktor kesehatan, kejadian
lain sedikit lebih penting dan memaksa dan kejadian yang lainnya sangat lebih
berbahaya.

Lalu musibah ini kalaupun lama, pasti insyaallah akan selesai sebagaimana kejadian dan musibah di masa lampau yang juga akhirnya selesai. Para ahli ibadah dan orang yang mencintai masjid akan kembali meramaikannya, orang yang dirindu  dan merindukan tempat sujud akan kembali mengecupnya.


Catatan: Serial sejarah “Waban dan Bencana dalam Catatan Ulama Klasik” merupakan ulasan yang mendalam mengenai keringanan untuk meninggalkan segala ritual keagamaan demi menjamin keselamatan jiwa.

Serial ini disadur dari kanal berita Aljazeera.net yang diunggah pada 24 Maret 2020. Redaksi Sanad Media merasa penting untuk mengangkat tema ini dengan tujuan dapat memetik pelajaran yang berharga dari catatan para ulama klasik Islam.

Tulisan berseri ini dibagi menjadi 4 bagian, dengan judul yang berbeda-beda. Redaksi menganjurkan membaca seluruhnya untuk mendapat pemahaman yang utuh.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.