Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Doa Tawakal Pelancar Rezeki dari Baginda Nabi

Avatar photo
70
×

Doa Tawakal Pelancar Rezeki dari Baginda Nabi

Share this article

Beberapa tahun lalu kala al-Faqīr
(penulis) mendengar video
Habib Umar b. Hafidz (semoga Allah swt. senantiasa ridha pada
beliau dan kita semua mendapatkan keberkahan ilmu beliau dan juga para guru mulia
beliau, Allāhumma Āmīn) tentang pesan baginda Nabi saw. pada sayyiduna
Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra., di mana dalam cerita tersebut kita dapat beristifādah
menarik pelajaran tentang doa tawakkal agar rezeki kita dipermudah oleh Allah
swt.

Sejak itu al-Faqīr
berusaha istiqamah mengamalkan doa tersebut saat ingin meminta bantuan
seseorang atau saat dalam kondisi ekonomi yang sulit. Fal
amdulillāh, dengan keberkahan Habib Umar, Sayyiduna Hasan dan
baginda Nabi saw. doa itu mujarrab sehingga tidak perlu mendatangi seseorang
untuk hajat tertentu. Dan benarlah kalām salafunā bahwa setiap doa yang
diajarkan oleh baginda Nabi saw. pada para sahabat atau seorang sahabat
tertentu, pada dasarnya itu juga diperuntukkan (diajarkan) juga pada umat
beliau yang lain. Terlebih doa itu disampaikan atau diijazahkan oleh seorang
guru dengan
sanad yang menyambung pada baginda Nabi saw.

Doa tawakkal ini dapat
kita jumpai dalam
Tārikh al-Khulafā’ Imam Suyuthi, Tārikh Madīnah Dimashq Ibn ‘Asakir dan tersebut juga dalam Abwāb al-Faraj Abuya Sayyid Muhammad Maliki, di mana kala itu ada rekonsiliasi
politik yang dilakukan oleh sayyiduna Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra. pasca
menjabat Khalifah kelima menggantikan sang Ayah; Khalifah keempat (sayyiduna
Ali bin Abi Thalib ra.) dengan menyerahkan tampuk kekhalifahan pada sahabat
Muawiyah bin Abi Sufyan ra. Salah satu syarat kesepakatan dari rekonsiliasi ini
adalah bahwa Muawiyah harus menutup semua hutang sayyiduna Hasan ra. (Hal ini
dilakukan sebab sayyiduna Hasan ra. adalah figur dermawan yang selalu menutupi
kebutuhan orang sekitarnya walau beliau sendiri dalam kondisi kekurangan, oleh
sebab itu hutang beliau menumpuk banyak).

Rekonsiliasi politik ini
dilakukan oleh sayyiduna Hasan karena tidak ingin ada pertumpahan darah dan
peperangan internal di kalangan kaum Muslimin hanya karena masalah politik
kekuasaan. Rekonsiliasi terjadi saat beliau telah menjabat sebagai Khalifah
kelima hanya selama 6 bulan dan tepat di tahun 41 H. bulan Rabi’ul Awwal
(riwayat lain mengatakan Jumadil Ula) konflik internal kaum Muslimin memuncak
hingga ada dua kubu besar yang siap berperang. Dengan pandangan yang bijak,
sayyiduna Hasan membuat rekonsiliasi ini walau potensi pendukungnya menang di
medan perang sangat tinggi, hal ini merupakan pengejawantahan dari sabda
baginda Nabi saw.:

إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ وَلَعَلَّ اللَّهَ
أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Sesungguhnya anakku ini (Hasan
bin Ali bin Abi Thalib) adalah seorang sayyid (pemimpin) dan semoga Allah akan
mendamaikan dua kelompok besar kaum Muslimin lewat tangannya.”
(HR. Bukhari)

Sebab rekonsiliasi ini,
para pendukung sayyiduna Hasan di Kufah yang sakit hati dan sok merasa
benar balik mencibir beliau dengan memanggil;
يا عار المؤمنين (wahai orang yang memalukan kaum Mukmin). Atas ucapan ini
beliau menanggapi;
العار خير من النار (memalukan lebih baik dari pada masuk Neraka). Bahkan ada juga
yang berlaku tidak sopan dan menyapa beliau;
السلام عليك يا مذل المؤمنين (Semoga
keselamatan atasmu wahai orang yang merendahkan orang-orang Mukmin). Sapaan ini
beliau jawab;
لست بمذل المؤمنين و لكني كرهت أن أقتلكم على الملك (saya bukanlah
sosok yang merendahkan orang-orang Mukmin tapi saya benci jika saya memerangi
kalian sebab karena ingin kekuasaan).

Maka, untuk menjalani hidup dengan tenang dan menjauhi
suasana politik beliau pindah ke Madinah hingga wafat terbunuh oleh istri
beliau sendiri; Ja’dah binti al-Asy’ats, yang meracuni minuman beliau. Ja’dah
rela meracuni sayyiduna Hasan ra. demi tawaran kekayaan dan janji akan dinikahi
oleh Yazid bin Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat sayyiduna Hasan wafat sebab
racunnya, dia menagih janji itu ke Yazid, namun oleh Yazid dijawab;
إنا لم نرضك للحسن أفنرضاك لنفسنا (sungguh saya
tidak senang anda di sisi Hasan, apa (kamu kira) saya juga senang anda di sisi
saya?). Sayyiduna Hasan ra. mengetahui betul siapa yang meracuni beliau kala
itu, namun saat Sayyiduna Husein memaksa dan meminta memberitahunya, Sayyiduna
Hasan lebih memilih diam merahasiakan dan memaafkan orang yang telah meracuni
beliau.

Pasca pindah ke Madinah kala itu, kehidupan sayyiduna
Hasan cukup sulit dan hutang beliau menumpuk karena beliau figur dermawan yang
suka menolong. Janji Muawiyah saat rekonsiliasi untuk mengirimi sayyiduna Hasan
sebanyak 100.000 Dinar pertahun hanya dilakukan olehnya setahun saja. Maka uang
yang semestinya diharapkan datang dari Muawiyah tersebut tidak kunjung datang
hingga berjalan bertahun-tahun sehingga hutang beliau menggunung.

Kala itu beliau berinisiatif mengingatkan Muawiyah dengan
menulis sebuah surat, namun beliau urungkan. Selepas itu saat beliau tertidur,
sang Kakek (baginda Nabi saw.) datang dalam mimpinya;
كيف أنت يا حسن ؟ (bagaimana
keadaanmu wahai Hasan?), sayyiduna Hasan menjawab;
بخير يا أبت و شكوت إليه تأخر المال عني
(baik wahai Kakek, hanya saja saya sedang kuatir sebab rezekiku yang seret).
Baginda saw. lalu berucap pada sang cucu;
أدعوت بدواة لتكتب إلى مخلوق مثلك تذكره ذلك ؟
(apakah engkau akan menulis surat untuk meminta pertolongan pada makhluk yang
juga sama sepertimu dengan niat mengingatkan dia akan perkara [janji itu]?).
Sayyiduna Hasan menjawab;
نعم يا رسول الله فكيف أصنع ؟ (iya wahai Rasulallah, apa yang harus saya lakukan?). Baginda
Nabi saw. mengajarkan sang cucu untuk berdoa:

اَللَّهُمَّ اقْذِفْ فِى قَلْبِى رَجَاءَكَ وَاقْطَعْ
رَجَائِى عَمَّنْ سِوَاكَ، حَتَّىٰ لاَ أَرْجُوْ اَحَدًا غَيْرَكَ، اَللَّهُمَّ
وَمَا ضَعُفَتْ عَنْهُ قُوَّتِى، وَقَصُرَ عَنْهُ عَمَلِى، وَلَمْ تَنْتَهِ
إِلَيْهِ رَغْبَتِى
وَلَمْ تَبْلُغْهُ
مَسْأَلَتِى، وَلَمْ يَجْرِ عَلَىٰ لِسَانِى مِمَّا أَعْطَيْتَ اَحَدًا مِنَ
اْلاَوَّلِيْنَ وَٱلْأَخِرِيْنَ مِنَ ٱلْيَقِيْنِ، فَخُصَّنِى بِهِۦ يَارَبَّ
ٱلْعَالَمِيْنَ

“Ya Allah lemparkan pengharapan (kepada)Mu di hatiku dan putuskan (ketergantungan) harapanku dari orang
selain-Mu. Hingga aku tidak akan berharap kepada siapapun selain-Mu. Ya Allah
dan sekalipun kekuatanku lemah darinya, usahaku pendek/sedikit darinya, dan itu
tidak bisa menyelesaikan keinginanku juga tidak bisa mengatasi masalahku. Dan
keyakinan belum berjalan pada lisanku dari apa yang telah Engkau berikan kepada
siapapun, baik dari orang-orang terdahulu dan orang-orang yang terakhir, maka keyakinan
tersebut tolong khususkan padaku wahai Tuhan semesta alam.”

Dan tidak sampai seminggu
doa itu dipanjatkan oleh sayyiduna Hasan ra., Allah swt. telah menggerakkan
Muawiyah bin Abi Sufyan untuk mengirimkan uang kesepakatan itu sejumlah lebih
dari 500.000 Dinar, sehingga sayyiduna Hasan dapat membayar hutang-hutangnya
dan membagikannya kepada mereka yang membutuhkan di Madinah.

Atas kejadian ini
sayyiduna Hasan bersyukur dengan berucap;
الحمد لله الذي لا ينسى من ذكره و لا يخيب من دعاه
(segala puji bagi Allah swt., dzat yang tidak melupakan orang yang mengingatNya
dan tidak mengecewakan orang yang meminta padaNya). Sejurus kemudian beliau
bermimpi baginda Nabi saw. yang menyapa beliau;
يا حسن كيف أنت ؟ (bagaimana
keadaanmu wahai Hasan?). Sayyiduna Hasan ra. menjawab;
بخير يا رسول الله  (baik wahai Rasulallah), lalu sayyiduna Hasan
menceritakan apa yang telah beliau alami. Baginda Nabi saw. lalu bersabda;
يا بني هكذا من رجا الخالق و لم يرج المخلوق
(Anakku, inilah yang terjadi pada seseorang yang meletakkan harapannya [secara
sungguh-sungguh] kepada Sang Pencipta [Allah swt.], bukan meletakkan harapannya
kepada makhluk).

Berkenaan dengan arahan Nabi saw. lewat mimpi, seluruh ulama
secara ijmak membenarkan dan kita dapat melakukannya bahkan sangat disarankan
untuk dilakukan sebagaimana
Ibnu Mulqin menukil
penjelasan Imam an-Nawawi dalam Shar
Muslim pada bab ann
al-Isnād min al-D
īn, sebab termasuk
bagian dari kelebihan dan kekhususan baginda Nabi saw. adalah beliau senantiasa
dapat menyapa, memperhatikan dan mengarahkan umatnya lewat mimpi, dan siapapun
yang memimpikan beliau, maka mimpi itu benar sebagaimana Hadis Sahih:

تَسَمَّوْا بِاسْمِي وَلَا تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي
وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ
فِي صُورَتِي وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ
النَّارِ

Berikanlah nama (anak-anakmu)
dengan namaku dan jangan dengan julukanku. Dan barangsiapa melihatku dalam
mimpinya sungguh dia benar-benar telah melihatku, karena setan tidak sanggup
menyerupai bentukku. Barangsiapa yang berdusta tentangku secara sengaja maka
hendaknya dia mengambil tempat duduk dalam neraka.”
(HR. Bukhari)

اللّهُمَّ ارْزُقْنَا رُؤْيَةَ حَبِيْبِكَ
الْمُصْطَفى فِي الْمَنَامِ وَبَلِّغْنَا مِنْهُ السَّلَام

Kontributor

  • Bakhrul Huda

    Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.