Artikel

Islam dan rasionalisme Ibnu Rusyd

05 Jul 2022 07:49 WIB
1183
.
Islam dan rasionalisme Ibnu Rusyd Menurut Ibnu Rusyd, semua persoalan agama harus diselesaikan dengan akal.

Ibnu Rusyd menegaskan bahwa perhatian filsafat ditujukan kepada pengenalan apa yang dibawa agama. Kalau memang akal itu tidak mengungkap apa yang ada dalam agama, tentunya akal harus mengakui kelemahan terhadap apa yang ada di agama.

Rasionalisme Ibnu Rusyd tidak mengutamakan akal daripada wahyu melainkan mewariskan pemikiran yang rasional dan sesuai dengan ajaran al-Quran. Dengan demikian agama mesti berdasarkan wahyu dan akal.

Ibnu Rusyd mengatakan bahwa wahyu mempunyai sisi yang jelas dan juga mempunyai sisi yang masih membutuhkan penafsiran yang diperuntukkan pada setiap orang sementara kemampuan orang berbeda-beda dalam mencerna wahyu berdasarkan intelektualnya.

Rasionalisme Ibnu Rusyd digambarkan mempunyai dua pokok filsafatnya, di antaranya: Hubungan akal dengan wahyu dan Dalil mengenai wujud Tuhan. Sangat krusial kedua hal pokok tersebut dalam filsafat Islam.

Hubungan akal dan wahyu

Menurut Ibnu Rusyd, semua persoalan agama harus diselesaikan dengan akal. Logika harus dipakai sebagai dasar segala penilaian tentang kebenaran. Dalam mempelajari agama semua orang harus menggunakan logika (takwil).

Ibnu Rusyd menyakini bahwa akal dan wahyu itu berkaitan erat dan saling mendukung, bahkan tidak dapat dipisahkan. Menurutnya, jika syariat itu benar adanya serta mengajak kepada penalaran ke arah pengetahuan kebenaran, maka dapat dipastikan bahwa penalaran Burhani tidak bertentangan dengan syariat. Kebenaran satu tidak akan berlawanan kebenaran lainya, bahkan akan saling mendukung,disamping masing-masing berada diposisi yang kokoh.

Dalil tentang wujud Tuhan

Ketika mengamati golongan-golongan mutaklimin dalam Islam, Ibnu Rusyd mengelompokan mereka menjadi empat golongan: Asy’ariyah, Mu’tazilah, Bhatiniyah, dan Hasywiyah.

Golongan tersebut memiliki banyak kelemahan yang mendasar terutama dalam penggunaan akal untuk menemukan kebenaran. Syariat Islam menurut Ibnu Rusyd dibagi menjadi dua yaitu arti lahir yang diperuntukkan orang awam dan arti yang ditakwilkan untuk kalangan pemikir disalahartikan oleh oleh mereka.

Anggapan Asy’ariyah tentang baru atau haditsnya alam ini dinilai tidak tepat oleh Ibnu Rusyd. Sedangkan Mu’tazilah tidak banyak dikritiknya karena Ibnu Rusyd mengaku tidak mengetahui metode-metodenya.

Sementara Bathiniyah dinilai Ibnu Rusyd tidak menggunakan dasar-dasar pikiran karena mereka mengira bahwa pengetahuan tentang Tuhan dan wujud-wujud lain diterima oleh jiwa ketika sudah terlepas dari hambatan-hambatan kebendaan (materi).

Adapun Hasywiyah yang berpendirian bahwa jalan mengetahui Tuhan melalui sama’ (pendengaran/ riwayat), bukan akal (pikiran), dinilainya tidak memenuhi maksud syara’ yang menganjurkan penggunaan dalil-dalil pikiran sebagaimana dimaksudkan syara’.

Atas dasar pembacaannya terhadap peta pemikiran Islam pada masanya ini, Ibnu Rusyd menegaskan, mengenal sang pencipta tidak mungkin berhasil kecuali dengan jalan melakukan pengamatan terhadap alam wujud yang diciptakannya sebagai bukti sang pencipta tersebut.

Namun sebagai orang yang berfikir rasional, Ibnu Rusyd tetap berpegang pada sumber agama itu sendiri, yakni al-Quran. Untuk itu al-Quran disimpulkan Ibnu Rusyd dalam dua golongan dalam hal menunjukan dalilnya tentang wujud Tuhan. Kedua dalil tersebut adalah dalil inayah (pemeliharaan) dan dalil ikhtira’ (penciptaan). Berikut ini penjelasannya.

Pertama, dalil inayah (dalil tentang pemeliharaan alam). Apabila kita perhatikan alam ini maka kita akan mengetahui bahwa apa yang ada didalamnya sesuai sekali dengan kehidupan manusia dan makhluk-makhluk lain.

Pemeliharaan dan hikmat Tuhan juga terlihat dalam konstitusi tubuh manusia dan hewan. Ini adalah pandangan akal semata, yang juga sejalan dengan ajaran Al-Quran itu sendiri, seperti QS.An-Naba’ ayat 6-16 yang mempunyai arti berikut: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan? Dan gunung-gunung? membuat Anda dalam semangat yang baik Kami membuat istirahat tidur Anda. Kami menjadikan malam sebagai penutup. Kami menjadikannya hari untuk mencari nafkah. Kami telah menciptakan tujuh langit yang perkasa di atasmu. Kami menyalakan lampu. Dan Kami turunkan awan tebal air berlimpah, sehingga kami dapat membawa gandum dan tanaman dan kebun berkumpul di pohon-pohonnya.”

Dalil Inayah mengundang pengetahuan yang benar ,mendorong lebih banyak penyelidikan dan mengungkap rahasia bukan sebaliknya, yaitu pengetahuan yang membawa kebekuan dan tawakal yang tidak pada tempatnya.

Kedua, dalil ikhtira' (dalil tentang penciptaan alam). Argumen ini sejelas argumen 'inayah', karena ada ciptaan yang terlihat jelas pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lain lain. Mereka memiliki gejala kehidupan yang berbeda dan ini menentukan jenis persalinan. Semakin tinggi kualitas organisme, semakin tinggi jenis pekerjaannya. Semua ini menunjukkan adanya "pencipta" yang menginginkan beberapa makhluk lebih unggul dari yang lain.

Dalil Ikhtira seperti dalil 'inayah', mendorong untuk menempuh jalur keilmuan sejauh mungkin. Dalil-dalil lebih bermanfaat dan digunakan oleh syara' untuk memperkuat keberadaan kekuasaan Tuhan.

Ahmad Nazeh Sobirin
Ahmad Nazeh Sobirin / 1 Artikel

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
 

Baca Juga

Pilihan Editor

Saksikan Video Menarik Berikut: