Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita berhadapan dengan masalah kesehatan. Kita tidak ada yang tahu, semua orang berpotensi sakit. Terkadang seseorang terdekat dari kita yang kebetulan tertimpa penyakit, terkadang juga diri kita sendirilah yang mendapat cobaan tersebut.
Islam sendiri sangat menganjurkan kepada setiap orang muslim untuk ikut merawat atau sekedar menjenguk rekan, sahabat atau keluarga kita yang sakit. Karena memang pada dasarnya orang yang sakit sangat membutuhkan orang yang merawat atau paling tidak membutuhkan suntikan semangat moril dari orang-orang terdekatnya.
Dalam posisi ini, ketika menjaga orang sakit kemudian banyak timbul permasalahan fikih. Diantaranya adalah bagaimana hukum meninggalkan shalat Jumat untuk menjaga orang sakit. Karena, pada kondisi tertentu dan mendesak kita yang menjaga orang sakit harus rela meninggalkan kewajiban shalat Jumat. Padahal kita tahu sendiri hukum shalat Jumat adalah wajib bagi laki-laki. Lantas pertanyaanya apakah menjaga orang sakit bisa dikategorikan sebagai udzur dalam meninggalkan shalat Jumat?
Mengenai hal ini para ulama fikih Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum menjaga orang sakit termasuk udzur meninggalkan shalat Jumat. Para ulama menyamakan dengan udzur meninggalkan shalat Jamaah.
Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abbas:
الجمعة كالجماعة
“Shalat Jumat itu sebagaimana shalat jamaah.”
Setiap perkara yang memperbolehkan meninggalkan shalat jamaah maka otomatis juga memperbolehkan meninggalkan shalat Jumat. Seperti halnya adanya badai panas, hujan yang begitu deras atau khawatir akan keselamatan harta benda, harga diri ataupun keselamatan nyawa dirinya sendiri atau orang lain. Semua merupakan udzur yang bisa menggugurkan kewajiban shalat Jumat.
Syekh Ibrahim al-Bajuri juga menyebutkan bahwa khawatir atau takut keselamatan nyawa orang lain juga termasuk udzur yang memperbolehkan seseorang untuk tidak melaksanakan shalat Jumat.
(قوله ومريض و نحوه) من كل معذور بمرخص في ترك الجماعة مما يتصور هنا بخلاف ما لا يتصور هنا وهو الريح الباردة ليلا و أما ما يتصور هنا فكالحر-إلى أن قال-و الخوف على معصوم من مال أو عرض أو بدن و لو لغيره
“Diperbolehkan meninggalkan sholat Jumat bagi orang sakit dan seumpamanya. Yakni setiap orang-orang yang mempunyai udzur dalam meninggalkan shalat jamaah sekira udzur tersebut masih memungkinkan. Berbeda halnya jika udzur tersebut tidak masuk akal, seperti adanya angin dingin di malam hari. Adapun udzur yang masih memungkinkan terjadinya adalah seperti udzur karena panas, atau khawatir akan keselamatan harta benda, harga diri ataupun badan/nyawa, meskipun semua hal tersebut adalah milik orang lain” (Hasyiyah al-Bajuri vol. 1 hal. 31)
Namun dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyah terdapat catatan tambahan. Seseorang yang menjaga orang sakit diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat asal memenuhi dua syarat.
Pertama, di situ memang tidak ada orang lain selain dirinya yang bisa menjaga. Jika masih ada orang lain yang mampu menjaganya, maka tidak boleh meninggalkan shalat Jumat. Pada poin ini, jika misal orang yang sakit tersebut dirawat di rumah sakit. Otomatis sebenarnya di rumah sakit tersebut masih terdapat banyak perawat perempuan yang tidak berkewajiban shalat Jumat. Jika memang demikian, maka tidak boleh meninggalkan shalat Jumat. Beda halnya jika memang tidak ada sama sekali orang lain yang mampu menjaga.
Kedua, atau ada orang lain yang merawat dan menjaga orang sakit tersebut, namun kehadirannya sangat dibutuhkan oleh orang yang sakit, maka diperbolehkan juga meninggalkan shalat Jumat.
Misalkan ketika orang yang sakit tersebut dirawat di rumah. Sebenarnya masih ada orang lain yang tidak berkewajiban melakukan shalat Jumat yang sanggup menjaganya. Akan tetapi pasien tersebut tidak nyaman dan harus ditunggui oleh orang tersebut. Maka kalau demikian orang tersebut boleh meninggalkan shalat Jumat.
Berikut redaksi dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:
وقال الشّافعيّة : يجوز التّخلف عن الجمعة والجماعة لممرّض مريضٍ قريبٍ بلا متعهّدٍ , أو له متعهّد , لكنّ المريض يأنس به لتضرر المريض بغيبته , فحفظه أو تأنيسه أفضل من حفظ الجماعة
“Ulama Syafi’iyah berkata: Diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat dan salat berjamaah bagi orang yang merawat orang sakit yang masih memiliki hubungan kerabat dan tidak ada orang lain yang merawatnya. Atau ada orang lain yang merawatnya, namun orang yang sakit terhibur dengan kehadirannya dan menyebabkan bahaya bagi si sakit jika dia tidak ada. Maka menjaga dan menghiburnya lebih utama dibanding menjaga shalat jamaah.”
Jika sudah memenuhi dua syarat di atas, maka orang yang sedang bertugas merawat orang yang sakit tersebut diperkenankan meninggalkan shalat Jumat. Namun kemudian ia harus melakukan shalat Zuhur sebagai gantinya.