Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Ibadah

17 sunnah puasa yang perlu kamu tahu

Avatar photo
29
×

17 sunnah puasa yang perlu kamu tahu

Share this article

Ketika berpuasa, ada aturan yang harus diikuti. Yaitu harus menahan diri dari perkara-perkara yang bisa membatalakan puasa, semisal makan, minum, jimak dan lain-lain. 

Ketiga hal ini agaknya sulit dihindari bagi sebagian kalangan. Supaya tidak ingat pada 3 hal tadi, mari kita isi puasa kita dengan perkara sunnah, agar nilai ibadah kita bertambah. Perkara sunnah ini berlaku pada puasa wajib dan puasa sunnah.

Sebenarnya, sunnah puasa banyak sekali. Habib Hasan bin Ahmad Al-kaff menyebutkan setidaknya ada 17 sunnah puasa. Apa saja ? Mari simak keterangan berikut:

1. Menyegerakan berbuka ketika yakin matahari sudah terbenam.

Namun ketika ragu akan masuknya waktu buka, maka seyogyanya berhati-hati. Hendaknya ia menahan diri terlebih dahulu dari berbuka hingga diyakini bahwa telah masuk waktunya buka.

Menyegerakan berbuka ini bertendensi pada hadits nabi yang berbunyi “Umatku senantiasa dinaungi kebaikan, selama ia menyegarkan untuk berbuka ketika puasa.” Dalam riwayat Imam Ahmad ditambahi dengan, “mengakhirkan sahur.”

Baiknya kesunnahan ini dilakukan, sebab menyegerakan berbuka itu juga berfungsi sebagai pembedanya puasa kita dengan umat Yahudi dan Nasrani. (Hasyiyah Al-Baijuri, 1/562)

Bahkan, berbuka lebih didahulukan dari pada shalat, ketika tidak khawatir akan tertinggalnya shalat jamaah. (I’anah al-thalibin, 2/409)

2. Sahur, walaupun hanya dengan minum air saja. Waktu sahur ini terhitung dari tengah malam.

Makan atau minum sebelum masuknya waktu tengah malam, tidaklah dianggap sebagai sahur, dan ia pun tidak mendapatkan kesunnahan.

Baiknya, sahur dilakukan ketika sudah dekat dengan fajar,  sekiranya cukup untuk membaca 50 ayat.

Hikmahnya sahur ada 2, dalam tataran internal, sahur berfungsi sebagai taqawwi (media untuk memperkuat diri selama berpuasa). Sedangkan dalam tataran eksternal, sahur ini berfungsi sebagai pembeda antara puasa umat Islam dengan puasa Ahli Kitab. (I’anah al-thalibin, 2/409)

Seandainya waktu puasa sudah tiba, sedang di mulut masih tersisa makanan, maka ia diharuskan untuk mengeluarkannya. Selagi belum ada yang masuk ke perutnya, maka puasanya tetap sah.

Begitu juga dengan orang yang bersenggama di permulaan terbitnya fajar, kemudian ia melepas alat vitalnya setelah terbitnya fajar, maka puasanya tidak batal, meski ia keluar sperma ketika mencabutnya. Karena melepas alat vital adalah bagian dari meninggalkan senggama. (Fath Al-mu’in, h. 235)

3. Mengakhirkan sahur, sekiranya tidak terlalu mepet dengan waktu terbitnya fajar.

Disunnahkan untuk mulai imsak (menahan diri dari makan dan minum), sebelum terbitnya fajar, kira-kira radius seperempat jam. Yang demikian adalah dalam rangka berhati-hati, dan bersiap untuk melakukan ibadah puasa.

Mengakhirkan sahur ini merupakan khasais (kelebihan, keutamaan) umat Islam, sebab umat terdahulu makan sebelum tidur. Dan haram bagi mereka, untuk makan dan minum dari waktu Isya’ atau tidur sebelum Isya’. Bahkan puasa di masa awal Islam juga demikian. Mereka berpuasa dimulai dari waktu tidur, ketika ia bangun, baik sebelum Isya’ maupun setelahnya, ia sudah haram makan dan minum. (Hasyiyah Al-Baijuri, 1/563)

4. Berbuka dengan ruthab (kurma yang matang) dalam bilangan ganjil.

Jika tidak menemukannya, maka boleh dengan busr (yakni kurma yang belum masak). Kemudian jika tidak ada maka dengan tamr (kurma kering), air Zamzam, air biasa, hulwin (sesuatu yang tidak dibakar dengan api, semisal madu dan kismis), jika tidak ada maka diganti dengan halwa (manisan yang dibakar dengan api).

5. Membaca doa berbuka, sebagaimana redaksi berikut:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ  وَ بِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ. ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَعَانَنِيْ فَصُمْتُ وَرَزَقَنِيْ فَأَفْطَرْتُ. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِيْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِيْ.

Namun perlu diingat, bahwa doa ini dibaca setelah berbuka, bukan sebelumnya. (I’anah al-thalibin, 2/411)

6. Menyediakan takjil atau makanan buka bagi orang yang berpuasa, sungguh pahalanya amat sangat besar.

Mengenai amalan ini, Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الجُهَنِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا.

Sesiapa yang memberikan makanan buka atau takjil bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala seperti yang berpuasa, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tadi. (Sunan Al-Tirmidzi2/163)

7. Bagi orang yang berjunub disunnahkan mandi sebelum terbit fajar.

Sebab ada ulama yang mengharuskan mandi wajib sebelum fajar. Baiknya mandi saja, agar ia memulai puasa dalam keadaan suci.

8. Mandi di setiap malam bulan ramadhan, dimulai dari waktu Maghrib supaya giat melaksanakan qiyam al-lail.

9. Senantiasa melaksanakan shalat Tarawih hingga akhir, tanpa adanya bolong-bolong.

Sebab fadilah tarawih ini, ada di setiap harinya. Syekh Utsman Al-Khuawairi membahasnya secara runtut dari malam Tarawih hari pertama hingga akhir dalam kitabnya yang berjudul Idzzat al-nasihin fi al-wa’dz wa al-irsyad.

10. Dianjurkan senantiasa melaksanakan shalat Witir.

Khusus di bulan Ramadhan, shalat Witir sunnah dilakukan dengan berjamaah, sunnah untuk mengeraskan bacaan, dan sunnah untuk qunut di 10 hari akhir bulan Ramadhan.

11. Membaca al-Quran dengan tadabbur (menghayati maknanya).

12. Memperbanyak amalan sunnah semisak shalat sunnah Rawatib, Dhuha, Tasbih dan Awwabin.

13. Memperbanyak amal baik, semisal sedekah, menyambung tali silaturrahim, menghadiri majelis ilmu, iktikaf dan lain-lain.

14. Bersungguh-sungguh dalam mencari malam lailatul qadar, terlebih di malam-malam ganjil, di mana tanggal ganjil sangat berpotensi menjadi malam lailatul qadar.

15. Berbuka dengan yang halal, baik materi, pengolahan dan cara mendapatkannya.

16. Meningkatkan sifat royal kepada keluarga.

17. Meninggalkan berkata kotor, jika ada yang mengatainya, maka hendaknya ia sabar dan menahan diri.

Demikianlah penjelasan mengenai 17 sunnah puasa, yang disarikan dari kitab al-Taqrirat al-Sadidah fi al-masail al-mufidah (1/443-446) karya Al-habib Ahmad bin Hasan Al-Kaff. Semoga dengan mengetahuinya, kualitas ibadah puasa kita semakin bertambah.

Kontributor

  • Ahmad Hidhir Adib

    Asal dari Pasuruan. Sekarang menempuh studi program Double degree di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada program studi PAI dan Fikih Muqaran dan tinggal Wisma Ma’had Aly UIN Malang.